0 0 5 ; Get Well Soon, Braga.

163 139 90
                                    

Flashback on

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flashback on

Malam ini sebuah motor sport berwarna merah melaju dengan kecepatan tinggi, jalanan yang sepi malam ini membuat nya semakin menaikkan kecepatan laju motornya. Motor itu melaju seperti jalanan miliknya.

Pikirannya melayang kemana-mana matanya memerah memancarkan satu kesedihan yang tersimpan, ia tak fokus akan jalanan yang ia lewati. Ia tak memikirkan keselamatan nya, sudah banyak kesalahan yang ia perbuat kepada gadis itu.

"Gua...minta maaf." gumam nya.

Klakson mobil dan truk membuat telinganya tuli, mendadak rem motornya tidak berfungsi. Motornya terus melaju begitu cepat, lampu truk bahkan mobil dari arah berlawanan membuat matanya silau. Ia tak bisa melihat apapun, mobil berwarna hitam yang melaju cepat dari arah belakang dan sebuah truk yang juga melaju dengan cepat yang datang dari arah depan. Ia melepas kan tangannya pasrah.

BRAKK BRUNG

Tabrakan itu terjadi, kini jalanan menerima banyak darah. Jalanan kini berlumuran darah, dada kirinya robek. Darahnya yang terus mengalir, teriakan bahkan suara orang-orang yang berkerumun perlahan menghilang tatapannya perlahan menghitam.

Setelah itu ia tak tahu apa yang terjadi.

Flashback off

Di ruangan bernuansa putih itu hanya ada suara dari monitor dan bunyi alat lainnya. Ara perlahan memegang tangan Aga, tangan Aga terasa sedikit dingin. Karena tubuh Aga hanya sebagian berfungsi, selebihnya tidak. Suhu di tubuh Aga dingin dan panas. Bibir laki-laki itu benar-benar pucat.

Tetesan demi tetesan air mata membasahi wajahnya. "Aga... aku mohon bangun..." lirihnya.

Tidak ada jawaban dari laki-laki itu, laki-laki itu tetap setia menutup matanya tanpa ada niat untuk membuka matanya. Ara memukul dadanya untuk menahan rasa sesak yang menyeruak, Ara menggigit bibir bagian bawahnya melihat jahitan yang baru dari dada kiri Aga.

"Ayoo bangun, Aga!" gertaknya ia memaksa apa yang seharusnya tak ia paksakan.

Tubuhnya bergetar hebat diiringi tangisan yang keluar, Aga seakan-akan tak lagi merespon seharusnya Aga bisa mendengar apa yang dikatakannya. Apa Aga memilih menyerah dan tak ingin berjuang? apa obrolan kemarin menjadi obrolan paling sakit dan obrolan terakhirnya dengan Aga?

Bunyi nyaring terdengar begitu jelas mata Ara membelalak melihat mesin monitor dengan garis lurus, tubuh Ara semakin melemas bahkan saat melihat benda itu menunjukkan garis lurus dengan begitu rapi.

"DOKTER!!! DOKTERRR!!" teriak Ara, lalu tak lama kemudian dokter dan juga suster datang.

"Bunda..." Tubuh Ara huyung dia pingsan dalam dekapan bundanya.

Tangisan yang tak berujung tanpa bertanya mereka juga tahu apa yang terjadi, ayah dan bunda Ara sangat sakit melihat keadaan putrinya. Ara pingsan dalam pelukan bundanya.

Beberapa menit kemudian dokter keluar. "Kami menyarankan agar pasien di bawa ke Singapura untuk pengobatan dan penyembuhan lebih lanjut."

Buna dan Papa yang mendengar nya hanya bisa mengangguk, apapun itu asalkan demi kesehatan anaknya.

***

Beberapa jam kemudian, semua asat-usut keluarga Aga memutuskan untuk membawa Aga keluar negri untuk penyembuhan maksimal. Ara duduk di atas lantai rumah sakit matanya memancarkan kesedihan yang mendalam tapi ia tak menangis, ia diam dengan seribu pikiran yang ada.

Semuanya berkecamuk ia mendengar keputusan yang di buat oleh kedua orang tua Aga, mereka berniat membawa Aga pindah rumah sakit ke Singapura. Mau tak mau itu adalah jalan untuk kesembuhan Aga.

"Buna...kapan buna mau bawa Aga ke Singapura?" tanya Ara suaranya sangat pelan hampir tak terdengar.

Buna menyamakan posisinya. "Hey, kamu kenapa duduk di sana? dingin ayo duduk di sebelah buna!" Ara mulai bangun duduk di samping Buna.

"Buna mau bawa Aga besok sayang, papa juga udah setuju. Setelah Aga pulih Buna bawa lagi dia kesini, Ara mau nunggu?" tanya Buna suara nya tenang membuat orang yang mendengar nya merasa tenang. Walaupun Ara tahu Buna juga sangat sedih sekarang tetapi Buna selalu bisa membuat dirinya teguh.

Ara mengangguk perlahan. Ara tidak bisa menghalangi jalan untuk pengobatan Aga. Ara benar-benar berharap bisa menunggu untuk Aga kembali ke Indonesia-Jakarta, besok ia akan mengantarkan Aga ke bandara yang di khusus kan dari rumah sakit.

"Bunaa sama Papa harus janji sama Ara!" Buna dan Papa yang terpanggil memasang senyum dan mengangguk.

"Kami janji!" ujar Papa.

Ara sudah terbiasa memanggil Buna dan Papa Aga seperti itu karena sedari kecil ia memang sudah di minta untuk menyamakan panggilan mereka seperti Aga ke mereka.

***

"Get Well Soon, Braga!" bisik Ara di telinga Aga. Aga tetap tidak bisa merespon, ia masih setia menutup matanya seperti tidak ada lagi cahaya kehidupan.

Di bandara sudah ada Ara, Ayumi, Ayuna, Zaza, Rani, Afin, Naufal, Kelvin dan Denis mereka ikut mengantarkan Aga ke bandara. Aga dan keluarganya pindah sementara untuk penyembuhan Aga di Singapura. Bunda dan Ayah Ara juga ikut mengantarnya, mereka akan menaikkan pesawat khusus dari rumah sakit.

Mata Ara bengkak akibat menangis seharian, tubuhnya lelah akibat seharian terjaga berharap laki-laki itu sadarkan diri. Namun, tidak ada hasil sama sekali lelaki itu tak pernah membuka matanya. Ayumi memapah tubuh Ara yang sulit untuk berdiri karena lelahnya.

"Buna pamit dulu ya sayangg." pamit Buna, Aga sudah di bawa masuk pesawat terlebih dahulu. Buna mengecup dahi Ara lalu melambaikan tangannya, dalam keadaan seperti ini Buna masih tetap bisa tersenyum dengan sangat lembut.

Perlahan pesawat itu tak lagi menginjakkan tanah, pesawat terbang melintasi awan menuju Singapura. Ara hanya bisa tersenyum tipis melihat itu, Ara banyak berdoa semoga Aga-nya bisa sembuh kembali.

"Aku minta maaf, Ga...Aku salah karena ngucapin itu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fragments Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang