BAB 37

36.4K 3.8K 252
                                    

Apartemen Amora terus ramai sampai siang hari. Mereka menghabiskan waktu untuk menonton serial drama Korea yang sedang booming, bersama-sama memenuhi ruang tamu dan menghadap televisi layar besar milik Amora.

Acara menonton itu bisa dikatakan tidak berjalan dengan tenang. Karena selalu saja ada komentar nyeleneh atau tanggapan absurd dari mulut Galen, Bara, Agni, atau bahkan Narendra.

Harusnya kegiatan menonton drama genre thriller itu berlangsung mencekam. Namun, alih-alih terbawa suasana penuh teka-teki dalam drama, mereka malah dibuat gagal fokus tiap kali celetukan dari mulut tanpa filter Bara, Galen, dan Agni keluar.

"Bahlul bener! Ini penjahatnya kurang riset ape begimane, sih? Gedek banget gue lihatnya!" erang Agni pada satu potongan adegan.

"Makin bahlul! Ini lama-lama gue aja, dah, yang jadi detektifnya! Mata dia udah rabun senja, kali, ya? Petunjuk segitu jelas kagak dilihat!" sembur Bara di adegan lainnya.

"Ah, elah! Belekok sia! Orang mah pada usaha buat mecahin kasusnya, nih bedua malah ribut masalah rumah tangga!" cerca Galen di sela momen romantis tipis-tipis dalam drama.

Itulah tiga komentar sewot dari berbagai macam selorohan yang membuat ruang tamu Amora semakin riuh.

Apalagi, setiap pemeran utama menemui jalan buntu atau ditimpa kesialan, Galen dengan semangat berseru, "Lebok tah, ceuk aing oge naon (Rasain, gue udah bilang, kan)!"

Dan setelahnya, Maya akan dengan senang hati menjitak kepala sang kekasih, melontarkan gerutuan karena Galen tidak bisa diam barang sebentar saja.

"Cik atuh ngajedog lah sakeudeung tong laloba omong (Coba diem bentar, jangan banyak ngomong)!" begitulah kira-kira isi geraman Maya.

Puas menonton drama sekalian membuang emosi (khusus Agni, Bara, Galen, dan Maya), semua orang beralih menikmati hidangan makan siang yang Narendra pesan dari café milik Bara.

Karena kursi meja makan tidak cukup untuk menampung mereka semua, maka aneka makanan khas Chic & Chai Café itu diletakkan di meja besar ruang tamu, dengan kesembilan anak remaja duduk melingkar mengelilinginya.

Selesai makan siang, Amora meminum obatnya dan diantar istirahat ke kamar oleh Samara. Sementara itu, teman-temannya yang lain membereskan kekacauan di meja ruang tamu dan dapur.

Tidak sampai sepuluh menit, Samara sudah keluar dari kamar Amora, membiarkan pintu kamar terbuka sedikit, kemudian bergabung dengan teman-temannya untuk menyelesaikan urusan beres-beres.

Lima belas menit berlalu, kini ruang tamu dan dapur apartemen Amora sudah kembali bersih juga rapi seperti sedia kala.

Narendra membuka kunci connecting door dan menyentak pintu tersebut sampai terbuka lebar-lebar.

"Pindah ke apart gue," ujar Narendra bagai titah. Ia lalu mendahului memasuki unit apartemennya, diikuti oleh satu-persatu orang di sana.

Sekarang mereka berganti memenuhi ruang tamu Narendra, duduk di sofa dengan raut yang lebih tenang namun tetap siaga, seolah sudah dapat mengendus tentang topik genting yang akan dibahas oleh sang tuan rumah.

"Well, as some of you already know, beberapa hari ini Mora lagi cukup kesulitan," Narendra memulai pembicaraan dengan suaranya yang rendah, mengindikasikan kalau urusan yang akan ia utarakan memang benar-benar serius.

"Langsung ke intinya aja, Ren. Gue udah nggak tenang dari kemarin," sela Galen, menatap lurus pada calon iparnya itu.

Menekan remote televisi, Narendra menunjukkan dua foto berbeda yang menangkap pertemuan Amora dengan Galen dan Allister di serambi perpustakaan FBSB.

FIX YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang