Hemppp!!!

Caramel tersentak, dengan refleks ia menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya dipegang oleh tangan besar Cameron, jantung Caramel berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

"What are you doing?"

Suara serak dan rendah itu terdengar, bersamaan dengan Cameron menyingkirkan bantal yang menutupi kepalanya, mata tajamnya menghunus pada Caramel yang wajahnya kini terlihat pucat dengan mata melebar kaget. Cameron masih dalam posisi tengkurap, matanya bertubrukan dengan mata Caramel yang ketakutan.

"I found you."

Suara serak Cameron kembali terdengar, Caramel hendak mundur sembari melepaskan tangan Cameron yang memegangnya. Sayangnya, Cameron malah menarik tangan gadis itu hingga Caramel langsung jatuh terduduk pinggir tempat tidur. Tatapan mereka bertemu, menciptakan keheningan untuk beberapa saat. Mata Caramel meneliti wajah itu, wajah Cameron lebam dan sudut bibir laki-laki itu terlihat terluka.

"G... Gu─"

"Kenapa baru datang?" Sela Cameron, ini adalah hari yang ditunggu-tunggunya. Bertemu langsung dengan Caramel, gadis pertama yang dapat menggetarkan hatinya hanya dengan kelakuannya beberapa minggu yang lalu. Tunggu! Baru datang? Artinya sebelumnya, Cameron sudah mengetahui keberadaan dirinya? Ah tentu saja, kejadian-kejadian beberapa minggu lalu pasti sudah diketahui Cameron.

"Kalung gue," cicit Caramel sembari menundukkan kepalanya, takut akan mata tajam laki-laki itu. Cameron memejamkan matanya sejenak, kepalanya terasa berat sekarang, tangannya tak mau melepaskan Caramel.

"Gue sakit," suara serak seperti sedang mengadu itu membuat Caramel menaikkan pandangannya melihat wajah Cameron yang kini terlihat sayu dan lelah, sentuhan laki-laki itu juga terasa panas.

Cameron melepaskan pegangannya, ia membalikkan tubuhnya menjadi terlentang. Kalung yang berada di lehernya terlepas sepenuhnya dari lehernya. Dengan cepat Caramel mengambilnya dan berlari cepat meninggalkan Cameron yang masih berada disana.

Wajah yang selalu terlihat kaku dan datar itu, kini nampak pucat dengan warna kebiruan mencolok disana. Cameron melihat kearah pintu yang tertutup, ia tak mampu mengejar Caramel karena badannya terasa berat, kepalanya yang sakit dan pusing, badannya yang lemah dan panas.

"Dia ninggalin gue," gumam Cameron dengan lirih, suara yang biasanya judes dan menyakitkan jika berkata. Kini berubah, matanya seperti anak kecil yang siap untuk menangis saat ditinggalkan. Seharusnya ia pulang kerumahnya tadi, Cameron memejamkan matanya membiarkan dirinya seperti itu.

Ceklekkk....

Suara pintu kamarnya terbuka, Cameron membuka matanya dan menoleh kearah pintu. Disana Caramel masuk dengan membawa baskom kecil serta handuk kecil, gadis itu menggigit bibir bawahnya, merutuki dirinya yang tak bisa meninggalkan Cameron dengan keadaan seperti itu.

Huhh!

Caramel berjalan mendekat, ia meletakkan baskom kecil itu diatas nakas, gadis itu mendudukan bokongnya ditepi tempat tidur. Tangannya bergerak membasahi kain putih yang dipengangnya dan memeras kain itu, ia berbalik menatap Cameron yang melihatnya dengan tatapan lemah.

"Sakit?" Tanya Caramel, ia meletakkan kain itu diatas kening Cameron. Laki-laki menganggukkan kepalanya, tanpa menjawab pertanyaan Caramel.

"Luka lo juga sakit?" Tanya Caramel lagi, dan lagi Cameron menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Caramel beranjak hendak berdiri, Namun suara Cameron membuatnya menoleh.

"Mau ninggalin gue?" Bibir Cameron bergetar, tanpa sadar air matanya mengalir dengan sendirinya dari sela-sela pupil matanya. Caramel sempat tersentak, ada apa dengan laki-laki itu? Laki-laki yang selalu semua orang dengan tatapan datar itu terlihat seperti anak kecil.

ALGORITMA 3 : GALAKSA ASTEROID ✓Where stories live. Discover now