🥀🥀🥀
Mentari telah muncul sejak beberapa jam yang lalu. Menampilkan keindahannya di antara gumpalan putih yang berterbangan di langit. Sinarnya yang terpancar di seluruh penjuru tentu mengusik beberapa orang dan sebagai tanda memulai aktivitas seperti biasanya.
Di kamarnya, Gretta tidak juga terusik dengan sinar mentari yang menyilaukan mata. Ia justru terdiam di atas kasur dengan tubuh terlentang. Tidak ingin bergerak barang sejenak.
"Duchess, apakah anda baik-baik saja?" tanya Fleur yang khawatir. Sepertinya tidak ada satu hari di kalender kehidupannya untuk tidak bertanya seperti ini kepada Gretta.
Gretta melirik melalui ekor matanya, "Bawa aku pergi," lirihnya yang mendapatkan tatapan bingung dari Fleur.
"Duchess ingin pergi ke mana?"
"Aku malu." Bertepatan dengan itu, Gretta loncat dari kasurnya dan langsung berdiri di hadapan kaca besar yang memperlihatkan tubuhnya secara keseluruhan.
Jemari Gretta terangkat menyentuh rambutnya, lalu mengusapnya dengan kasar hingga tidak berbentuk. Fleur yang melihatnya tentu meringis pelan.
"Kenapa aku mengatakannya kepada Duke? Aku seharusnya tidak mengatakannya!" panik Gretta. Dia benar-benar malu. Namun, jauh daripada itu, ada perasaan bersalah yang menggerogoti hatinya.
"Aku belum berhasil mencintainya. Bagaimana jika nanti dia terlalu berharap?" tanya Gretta pada dirinya sendiri melalui pantulan cermin.
Fleur hanya diam. Dia tidak tahu ke mana arah pembicaraan ini. Daripada ia mengeluarkan kalimat salah, lebih baik memilih menutup rapat bibirnya dan mendengarkan saja.
"Tapi... dia juga tidak mungkin berharap padaku. Bukankah begitu, Fleur?" tanya Gretta yang kini menatap Fleur melalui kaca. Pelayannya itu berdiri tepat di belakangnya.
"Saya akan mencari tahu, Duchess," ujar Fleur.
Gretta mengangkat tangannya, "tidak perlu."
"Aku tidak ingin jawaban itu mengecewakanku. Dimana Walter?"
"Walter sedang berjaga di depan kamar anda Duchess. Mau saya panggilkan?" tawar Fleur untuk memanggilkan Walter yang memang sudah tugasnya untuk menunggu di luar kamar. Kecuali jika ia dipanggil masuk.
"Katakan padanya untuk menyiapkan kereta. Aku ingin membeli beberapa makanan."
"Biar saya saja yang membelikannya, Duchess. Bukankah anda sudah pergi ke pasar?"
Gretta menggeleng, "aku bosan berada di sini," ujarnya dengan ekspresi murung.
"Baiklah seperti yang anda mau, Duchess."
Setelah itu Fleur menyampaikan pesan kepada Walter dan memanggil pelayan lainnya untuk membantu menyiapkan Gretta yang akan memulai perjalanannya di pagi hari ke pasar.
🥀🥀🥀
Pergi tanpa berpamitan tentu adalah hal yang tidak sopan. Bagaimanapun rasa malu yang menghantui pikiran Gretta, ia tetap harus berpamitan dengan Fredric yang merupakan pemilik kediaman ini. Lagipula, istri seperti apa dia jika tidak izin terlebih dahulu dengan suaminya.
Masalahnya, Gretta sekarang belum juga mau mengetuk pintu kerja Fredric. Pengawal yang bertugas menjaga pintu pun dibuat bingung karenanya.
"Apakah Duke benar-benar ada di dalam?" tanya Gretta pada pengawal.
"Benar Duchess."

KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess of Valtor
Historical FictionGretta Quinley harus menyandang gelar Duchess of Valtor atas paksaan kakaknya. Mengubur semua impiannya untuk menjadi Ratu di masa depan bersama sang kekasih, Putra Mahkota Kekaisaran Douglas. Gretta pikir menikah dengan Duke Fredric Caradoc of Val...