Chapter 12.

34.1K 2.7K 120
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Gadis itu membuka matanya lebar-lebar, bibir mungilnya hampir tidak bisa tertutup kala melihat pemandangan di depannya.

Di tengah-tengah lapangan hijau, di bawah paparan sinar matahari langsung dua Pria dengan kemeja gothic yang telah di basahi oleh peluh yang bercucuran, tengah beradu kekuatan dengan pedang yang masing-masing di pegang nya.

Tring!

Tring!

Suara pedang logam yang saling beradu satu sama lain, mereka sama-sama kuat dan tidak ada satu pun dari mereka yang mau mengalah satu sama lain.

Sesekali Akasia harus di buat meringis ngeri saat salah satu pedang berhasil menimbulkan robekan pada kemeja gothic itu dan berakhir menembus kulit.

Dua kepala blonde itu saling melayangkan tatapan tajam, memancarkan aura permusuhan masing-masing yang sama-sama suram.

Setelah hampir satu jam mereka saling menghunuskan pedang andalannya satu sama lain, Elliot akhirnya dapat menjatuhkan Eros dan berakhir dengan mata pedang milik Elliot yang menghunus tepat di lehernya.

Sejenak mereka saling terdiam, nafas ke duanya benar-benar memburu. Keadaan kemeja gothic putih yang mereka kenakan sudah tak menentu, terkoyak dimana-mana dengan goresan darah yang menetes.

Belum lagi goresan yang ada pada wajah mereka. Namun anehnya, goresan-goresan itu justru tidak merusak sedikit pun ketampanan mereka.

"HAHAHA.." Eros tiba-tiba tertawa keras, tubuhnya terbaring begitu saja di tanah.

Akasia yang mendengarnya di buat merinding, juga sedikit di buat khawatir dengan Elliot.

"Kau memang selalu mengalahkan ku dalam berpedang." Eros melipat tangan dan menjadikannya sebagai bantalan.

Elliot hanya berdeham sekilas lalu melangkah menghampiri tepian Lapangan, dimana Akasia duduk. Iris emerald nya yang tajam beradu pandang dengan iris amber rose milik Akasia sejenak.

"Papa, apakah sakit?" Akasia menatap sedih di beberapa tempat Elliot menerima luka.

"Kenapa kau kemari? Dimana Emma?" Tanya Elliot balik, menghiraukan pertanyaan Akasia sebelumnya.

"Nanny ada di dapur."

Kening Elliot mengernyit. "Kenapa dia tidak menjagamu."

"Aku bisa menjaga diri sendiri. Lagi pula aku 'kan sudah besar." Akasia cemberut, melipat tangan di depan dada.

Elliot mengangkat salah satu alisnya, "Lalu kenapa kau bisa berkeliaran di sini?"

"Aku hanya ingin bermain."

Elliot menghela nafas kasar. "Dasar bocah, kau bisa bermain di kamar 'kan."

"Aku ingin bermain dengan Papa." Cetusnya.

Become An Antagonist (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang