Derap langkah kaki Narendra yang tergesa bergema di sepanjang lorong rumah sakit. Baru tiga menit yang lalu ia tiba di salah satu rumah sakit terdekat dari kampus, setelah sebelumnya mengemudi bagai orang kesetanan.
Narendra terus berjalan menyusuri salah satu lorong bangsal yang disebutkan Samara melalui pesan. Jantungnya berdegup kian kencang saat menangkap tiga orang gadis yang terlihat menunggu di depan salah satu ruang rawat inap.
Meski rasanya kaki Narendra sudah gemetaran, ia tetap berjalan mendekat dengan tegap. Ekspresinya mengeras, menahan segala kepanikan agar tidak tergambar jelas.
"Mana Mora?" sahut Narendra tanpa basa-basi saat berhenti di hadapan Samara, Agni, dan Larisa yang menunggu di lorong bangsal dengan wajah murung.
"Di dalam, masih diperiksa," jawab Samara.
Narendra terdiam, menoleh ke arah pintu ruang rawat inap yang tertutup rapat. Kedua tangan di sisi tubuhnya mengepal erat.
"Gue udah urus administrasinya tadi, jadi Mora bisa langsung masuk ruang rawat inap. Tapi kalau nanti lo mau pindahin dia ke ruangan lain atau rumah sakit lain, biar gue atur kepindahannya," Samara menambahkan.
Narendra hanya mengangguk.
Saat ini yang paling penting baginya adalah mengetahui bagaimana keadaan gadisnya lebih dulu.
Keempat orang itu tidak ada yang berbicara lagi pada menit-menit berikutnya. Waktu seakan berjalan begitu lambat, suasana lorong yang hening membuat atmosfer di antara mereka terasa semakin berat.
Waktu terus berputar, sampai akhirnya pintu ruang rawat inap digeser terbuka dari dalam. Seorang dokter laki-laki paruh baya dan seorang perawat perempuan muncul.
"Keluarga saudari Amora?" tanya dokter tersebut, membuat Narendra maju satu langkah.
Sang dokter mengamati penampilan Narendra sejenak, seperti menilai apakah benar pemuda di hadapannya itu adalah keluarga dari pasien.
"Saya calon suami Amora, Dok," ungkap Narendra pendek, seolah dapat membaca tatapan dokter tersebut.
"Baik, mohon ikut ke ruangan saya untuk penjelasan terkait kondisi pasien," dokter itu akhirnya mengangguk singkat, mempersilahkan Narendra untuk mengikuti langkahnya meninggalkan area ruang tunggu bangsal.
Narendra melirik Samara sekilas, yang langsung diangguki oleh gadis itu, lalu menyusul langkah lebar dokter di depannya.
Sampai di ruangan berukuran sedang milik sang dokter–yang ternyata bernama Dokter Saga, Narendra langsung duduk di kursi setelah dipersilahkan.
"Sebelumnya, boleh saya tau di mana orang tua atau wali dari saudari Amora?" tanya Dokter Saga sebelum memulai penjelasannya.
"Ayah Amora sedang dinas di luar negeri bersama dengan papa saya. Dokter bisa sampaikan tentang kondisi Amora sekarang pada saya, selanjutnya nanti akan saya teruskan pada ayahnya," Narendra menjelaskan dengan tenang.
Dokter Saga mengangguk paham. Ia lalu membuka beberapa lembar kertas yang sepertinya berisi hasil pemeriksaannya pada Amora tadi.
"Dari keterangan teman-teman pasien yang mengantar ke rumah sakit, pasien diduga mengalami shock hebat yang mengakibatkan hilangnya kesadaran," ucapnya.
"Setelah saya periksa, ternyata pasien sedang dalam kondisi febris, atau demam. Suhu badannya cukup tinggi, pasien juga mengalami dehidrasi. Untuk saat ini, saya sudah berikan infus dan beberapa obat antipiretik. Selagi menunggu infus habis, perawat akan mengobservasi kondisi pasien. Kalau demamnya berangsur turun, setelah infus habis saudari Amora sudah boleh pulang," papar Dokter Saga.

KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
Teen FictionAmora cinta mati dengan Allister. Tidak, lebih tepatnya, ia tergila-gila dengan lelaki populer di SMA-nya tersebut. Segala cara Amora lakukan untuk mendapatkan Allister. Termasuk, merundung seorang siswi beasiswa bernama Hana yang mendapat perhatian...