- DUA EPISODE TERAKHIR
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Mereka berjalan santai di sepanjang jalan menuju rumah orangtua Arsyad. Larinya Ariti dari pertarungan dan tak bisa lagi ditemukan keberadaannya, membuat mereka merasa keadaan jadi sedikit berbeda dari yang biasa. Pekerjaan mereka sudah tuntas, namun ada yang terasa kurang karena tak berhasil menaklukkan leak dalam pertarungan.
"Ini adalah pertama kalinya kita berhadapan dengan sesuatu yang enggak bisa dituntaskan," ujar Iqbal.
Karel segera merangkul Kakak sepupunya tersebut. Ia paham bahwa Iqbal tidak suka jika ada sesuatu yang tidak terselesaikan. Iqbal selalu suka menuntaskan apa pun, meski tahu bahwa cara menuntaskannya akan sangat sulit.
"Bal, kamu harus paham bahwa terkadang ada kalanya kita enggak bisa mengubah takdir. Kamu harus selalu ingat bagian itu. Bagaimana pun, yang kita hadapi tadi masih berwujud manusia. Nini Ariti belum sepenuhnya berubah menjadi leak, Bal. Mungkin karena hal itulah, Allah tidak memberikan kita jalan untuk menuntaskan pertarungan dengan Nini Ariti. Karena kalau kita tetap lanjutkan, maka yang kita habisi bukanlah setan seperti biasanya melainkan manusia. Kita enggak boleh menghilangkan nyawa manusia, Bal. Kita harus memegang teguh prinsip yang satu itu. Bahwa umur dan nyawa seseorang hanya Allah yang memiliki takdir atas keduanya. Kita hanya manusia biasa. Tugas kita menghentikan manusia yang berbuat jahat, bukan membunuh," jelas Karel.
Iqbal pun tersenyum. Mendengar bagaimana Karel bicara padanya, membuat dirinya lupa sesaat kalau ia lebih tua daripada Karel. Karel benar-benar mirip dengan Ziva dari berbagai sisi, meski tak dipungkiri ada beberapa hal yang juga mirip dengan Raja. Apa yang Ziva turunkan kepada Karel jelas lebih dominan daripada apa yang Raja turunkan. Hal itu membuat Karel benar-benar memiliki karisma tersendiri ketika sedang bicara dengan seseorang.
"Eh ... apa kita sekalian saja berbulan madu di sini, ya, Dek Ruby?" cetus Samsul, sangat mendadak.
"Samsul ... enggak usah mancing bibir indahku buat ceramah, ya!" ancam Reva. "Aku lagi pusing-pusingnya memikirkan destinasi yang cocok untuk berbulan madu dengan Sammy. Eh, kamu dengan entengnya mencetuskan ingin sekalian berbulan madu sama Ruby di sini! Uh ... menyala sekali kesabaranku."
Ruby hanya tersenyum-senyum saja dan tidak mengatakan apa-apa. Samsul terus merangkulnya dengan mesra, sambil menikmati suasana Dusun Tengah yang begitu asri.
"Sabar, Va. Namanya juga Samsul. Kapan, sih, Samsul enggak mencetuskan sesuatu yang bikin heboh?" bujuk Nadin, sambil merebahkan kepalanya di pundak Reva.
"Iya, tahu. Tapi apakah harus yang dicetuskan itu persoalan bulan madu? Aku enggak ada niatan mau pergi bulan madu sama sekali, loh, Nad. Tapi karena Sammy meminta, akhirnya aku pusing sendiri ketika harus memikirkan ke mana tujuan yang bagus," ungkap Reva.
"Kalau gitu kamu bilang saja mau bulan madu ke Jepang. Kalau bukan ke Jepang, kamu enggak mau pergi. Pasti Sammy bakalan mikir seribu kali, kalau permintaanmu adalah ke Jepang," saran Iqbal.
"Heh! Itu sih namanya kamu mendukung kegagalan Adikku pergi bulan madu! Jangan gitu, dong! Dorong dia supaya bisa memberi Sammy jawaban yang benar, Bal!" omel Revan.
Iqbal pun terkekeh pelan, lalu bersembunyi dengan cepat di belakang Nadin.
"My Princess, aku dimarahin sama Revan," adu Iqbal.
"Uh, My Prince Sayang. Kamu diomelin sama Revan? Ya udah, pasrah saja. 'Kan kamu juga yang mancing-mancing, sehingga Revan akhirnya mengomel," saran Nadin, sambil menangkupkan kedua tangannya pada kedua pipi Iqbal.
Iqbal pun langsung mengecup singkat bibir Nadin, lalu merangkulnya dan kembali berjalan menyusul yang lain. Setibanya mereka di rumah orangtua Arsyad, I Wayan Landra dan Ni Nyoman Sekar tampak buru-buru keluar dari rumah itu. Yunus dan Erni juga keluar rumah, namun tampaknya tidak akan ikut bersama kedua orang tersebut.
"Ada apa, Pak Wayan? Kenapa Pak Wayan dan Bu Nyoman tampaknya terburu-buru sekali?" tanya Ruby, mewakili yang lainnya.
"Made, Nak. Orangtua Made baru saja menghubungi kami. Katanya Made bertingkah seperti orang gila dan sulit diajak bicara," jawab I Wayan Landra.
"Dan sekarang, Made sedang mengamuk di halaman rumahnya. Semua orang yang dia lihat langsung dilempari batu," tambah Ni Nyoman Sekar.
"Kalau begitu Pak Wayan ... Bu Nyoman ... kami akan ikut ke sana. Kami ingin melihat bagaimana keadaan Made dan mencoba mengupayakan sesuatu," ujar Karel.
"Boleh, Nak. Mari, ikut bersama kami," I Wayan Landra pun menyetujui.
Karel pergi bersama Samsul, Revan, dan Iqbal. Ruby, Reva, dan Nadin memilih tinggal di rumah orangtua Arsyad. Ayu mendekat pada mereka dan ikut duduk bersama di teras. Gede dan Ketut masih ada di rumah itu. Mereka terlihat sedang berbincang dengan Arsyad dan terlihat sedang membicarakan sesuatu yang seru.
"Insya Allah keadaan Arsyad akan kembali pulih seperti sediakala, Pak Yunus. Pak Yunus dan Bu Erni tidak perlu lagi merasa resah, karena Arsyad tidak akan lagi mendapatkan teror dari leak," ujar Ruby.
"Alhamdulillah," ucap Yunus dan Erni, Sama-sama merasa sangat lega.
"Terima kasih banyak, Nak. Kami sebagai orangtua Arsyad merasa sangat terbantu sekali dengan usaha yang kalian lakukan kepada Arsyad. Semoga saja ke depannya pekerjaan kalian untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan terkait hal-hal gaib akan semakin lancar dan selalu mendapatkan kemudahan di mana pun dan kapan pun," Erni mendoakan dengan tulus.
"Aamiin yaa rabbal 'alamiin," sambut Nadin, Reva, dan Ruby.
Ayu tersenyum begitu cerah, ketika melihat bagaimana cara orang-orang di sekelilingnya saling mendoakan untuk kebaikan. Ia merasa sangat tentram ketika menyaksikan semua itu. Karel, Revan, Iqbal, dan Samsul kembali tak lama kemudian. Entah mengapa mereka kembali secepat itu, padahal rasanya mereka belum lama pergi bersama I Wayan Landra dan Ni Nyoman Sekar ke rumah Made. Wajah-wajah mereka tampak terlihat pasrah, seakan tidak menemukan jalan keluar mengenai satu persoalan.
"Kenapa kalian cepat sekali kembali? Bagaimana keadaan Made? Apakah ada kabar baik?" tanya Nadin, mewakili yang lainnya.
Gede dan Ketut memapah Arsyad dari dalam rumah. Mereka bertiga sama-sama berhenti di teras, lalu bersandar pada pembatas batu.
"Enggak ada yang bisa kami lakukan, My Princess. Made benar-benar kehilangan kewarasannya. Dia bahkan menunjuk semua wajah orang-orang di sekitarnya, sambil teriak-teriak 'Menjauh kamu! Jangan sentuh aku!' berulang-ulang kali," jawab Iqbal, sambil memeragakan ucapan Made.
"Dan yang paling aneh adalah, dia terus saja menyebut-nyebut nama Odah Ariti saat sedang menghalau orang-orang di sekitarnya. Dia bilang, 'Jangan bawa aku, Odah Ariti. Maafkan kesalahanku. Tolong maafkan'. Padahal kalau mau dipikir lagi, bukankah hanya kita yang tahu soal siapa manusia yang ingin menjelma jadi leak dan hendak mengambil nyawa Arsyad? Jadi ... kenapa Made mendadak menyebut nama Odah Ariti, ya?" heran Samsul.
"Mungkin saat ini Made-lah yang mendapat teror dari Odah Ariti, Bli. Mungkin ... Made harus menggantikan posisi Arsyad, meskipun bukan untuk menggantikan nyawanya yang gagal diambil," pikir Ayu.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
LEAK
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 7 Setelah kembali dari perjalanan bulan madu, Revan harus segera kembali bekerja bersama keenam anggota timnya. Kota yang mereka tuju kali itu adalah Bali. Di sana, seseorang yang tengah terbaring di atas tempat...