- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
"Coba, kasih lihat lagi padaku nama yang tadi Arsyad catat," pinta Samsul.
Reva pun segera memberikan buku catatannya kepada Samsul dan menunjukkan bagian mana nama itu ditulis oleh Arsyad. Samsul menerimanya dan menatap tulisan tangan Arsyad. Setelah ingat siapa namanya, Samsul kembali mengembalikan buku kecil itu kepada Reva.
"Namanya Odah Ariti, Sul. Masa sesingkat itu kamu bisa tidak ingat, sih?" sindir Iqbal, sambil terkekeh pelan.
"Eh! Loh, kok, disebut namanya, My Prince?" kaget Nadin.
"Enggak apa-apa, My Princess. Toh kita menyebut namanya setelah jauh dari keberadaan Arsyad," ujar Iqbal, segera menenangkan perasaan Nadin.
"Iya, itu benar. Sebut saja namanya. Toh keberadaan Arsyad sangat jauh dari keberadaan kita saat ini," dukung Samsul.
"Enggak akan berefek apa-apa, 'kan, pada Arsyad?" Reva ingin meyakinkan diri.
"Enggak akan ada efek apa-apa, Va. Memangnya Karel enggak pernah kasih tahu kamu mengenai hal itu, ya? Boleh menyebut nama pelaku, saat kita tidak berada di sisi korban. Kecuali keberadaan korban dekat sekali dengan kita, maka kita harus diam tanpa menyebut namanya sampai pekerjaan tuntas," jelas Iqbal.
Mereka kini kembali menatap ke arah rumah yang dituju. Perencanaan sudah matang dan hanya perlu mendekat ke rumah itu untuk mengepung pemiliknya. Mereka mulai menyiapkan senjata masing-masing, untuk berjaga-jaga jika sampai ada perlawanan nantinya. Iqbal memimpin tim kali itu. Ia segera memberikan tanda pada anggota tim yang ada bersamanya, agar mengikuti langkahnya ketika mengambil jalan memutar dari jalan yang sejak tadi mereka perhatikan. Ia menggenggam tangan Nadin erat-erat. Ia tak mau jauh-jauh dari istrinya, karena sejak tiba di Bali mereka sama sekali belum berinteraksi seperti biasanya dan hanya fokus pada pekerjaan.
"Bal, ini kita mau ke mana?" tanya Ruby.
"Kita akan ambil jalan memutar, By. Kalau kita ambil jalan lewat depan, sudah jelas pastinya keberadaan kita akan segera diketahui oleh Odah Ariti," jawab Iqbal.
"Kamu tahu dari mana, kalau jalur ini adalah jalan memutar yang bisa kita ambil menuju rumah Odah Ariti?" heran Reva.
"Tadi aku sempat tanya-tanya sama Gede, sebelum dia kembali ke rumah Pak Yunus bersama Ketut. Dia bilang padaku, bahwa di dekat persimpangan wilayah barat ini ada jalur memutar yang bisa digunakan jika tidak ingin lewat jalan depan. Hanya saja, ya ... kita harus melewati hutan ini," jelas Iqbal, sambil memasang wajah konyolnya seperti biasa.
Mereka berjalan terus di jalan setapak itu. Mereka mengikuti langkah Iqbal yang begitu mantap. Iqbal dan Nadin terlihat sedang menghitung rumah yang mereka lewati. Mereka jelas tak boleh mengepung rumah yang salah, sehingga menghitung jumlah rumah adalah pilihan yang bisa diambil oleh Nadin maupun Iqbal.
"Empat rumah lagi, My Prince," ujar Nadin.
"Ya. Berarti rumah yang di sana adalah rumah yang harus kita kepung, My Princess," tanggap Iqbal, sambil mempererat genggaman tangannya pada tangan Nadin.
Mereka terus berjalan hingga tiba di belakang rumah yang dituju. Bau dupa yang begitu menyengat tercium oleh mereka ketika sampai. Kewaspadaan mereka meningkat, terutama Nadin yang baru saja merasakan energi negatif sangat kuat dari rumah milik Ariti. Reva dan Ruby menatap area sekeliling mereka, berupaya mencegah hal-hal tidak diinginkan yang mungkin saja bisa terjadi.
"Perasaanku mendadak enggak enak, guys," ujar Ruby.
"Ya. Perasaanku pun begitu. Entah apa yang akan terjadi, sebaiknya kita berhati-hati dan tidak gegabah kali ini," tambah Reva.
"Kita akan berusaha untuk sangat berhati-hati. Sekarang sebaiknya segera saja kita kepung rumah itu dan selanjutnya ...."
BRUKKK!!!
Belum sempat Iqbal menyelesaikan kalimatnya, suara benda jatuh terdengar begitu keras di sekitar mereka. Hal itu membuat mereka segera mengedarkan pandang ke sekeliling area yang sedang mereka pijak saat itu. Mereka berusaha menemukan sumber suara benda jatuh tadi. Sayangnya, meski telah mencari sumber suara itu mereka tetap tak bisa menemukan adanya benda yang jatuh.
"Guys, kira-kira suara apa itu barusan? Masalahnya, enggak ada satu benda pun yang bisa kita temukan terjatuh di sekitar sini," ujar Reva, sangat berhati-hati.
"Apakah menurut kalian yang jatuh tadi adalah benda sungguhan? Apakah tadi itu bukan halusinasi kita saja?" tanya Ruby.
"Enggak mungkin cuma halusinasi, By. Suaranya nyata sekali, kok," sanggah Reva.
"Energi negatif yang aku rasakan semakin kuat, guys. Sepertinya ada sesuatu di sekitar kita dan mungkin akan datang atau mendekat," ujar Nadin.
"Kalau memang ada sesuatu di sekitar kita, kenapa aku dan kamu enggak bisa lihat apa-apa, Nad? Kita berdua bisa melihat makhluk halus. Jadi seharusnya ...."
"Mungkin yang Istriku maksud bukan makhluk halus, Sul," potong Iqbal, agar Samsul bisa sedikit tenang.
"Terus kalau yang Nadin maksud bukan makhluk halus, lalu menurutmu apa, Bal? Dia merasakan energi negatif. Jadi sudah jelas pastinya energi negatif itu asalnya dari makhluk halus. Kamu jangan sedikit-sedikit membela Istrimu, dong. Aku tahu dia Istrimu, tapi bukan berarti ...."
"DIAM!!!" bentak Reva, mendadak.
Semua menatap ke arah wanita itu dengan berbagai ekspresi. Mereka jelas kaget, karena selama ini Reva sama sekali tidak pernah meninggikan suaranya di depan siapa pun sekalipun sedang marah.
"Tenangkan diri kalian! Kita sedang diadu domba!" tegas Reva, sambil terus mewaspadai keadaan di sekelilingnya.
Selembar kain putih terlihat melayang dari atas dan turun ke bawah.
Kain putih itu akhirnya mendarat di atas kepala seorang Nenek berlidah panjang, yang sejak tadi telah menatap ke arah mereka tanpa disadari."He-he-he-he-he! Pintar sekali. Sangat pintar."
Kelima anggota tim yang sedang menatap Nenek itu segera mengeluarkan senjata masing-masing dan bersiap menghadapinya.
"Kamu satu-satunya yang tidak bisa aku tembus untuk dipengaruhi. Kamu tidak punya kelebihan apa-apa, tapi ilmuku tidak bisa menembus hati dan pikiranmu. Ilmu apa yang kamu pelajari, wanita cantik? Kenapa kamu sangat berbeda dari teman-temanmu yang lain?"
"Tidak perlu kamu tahu apa pun tentangku, Nenek tua! Katakan, sejak kapan kamu mengawasi kami dari situ?" tanya Reva, datar dan dingin.
"He-he-he-he-he! Tentu saja sejak tadi aku sudah mengawasi kalian. Beras yang dibawakan oleh Kepala Dusun itu hanyalah alasan agar kalian bisa memastikan bahwa aku adalah yang kalian cari. Benar begitu, 'kan, wanita cantik?"
Tangan Reva mengepal kuat, setelah mendengar jawaban itu. Ia kini sadar, bahwa kedatangan mereka sudah diketahui sejak awal oleh Nenek tua yang tampaknya akan segera menjelma menjadi leak.
"Jangan senang dulu, Nenek tua," balas Reva. "Karena mungkin saja kamu tidak akan benar-benar bisa menjelma menjadi leak seperti yang kamu harapkan!"
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
LEAK
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 7 Setelah kembali dari perjalanan bulan madu, Revan harus segera kembali bekerja bersama keenam anggota timnya. Kota yang mereka tuju kali itu adalah Bali. Di sana, seseorang yang tengah terbaring di atas tempat...