23 | Bersiap Mengepung

742 72 17
                                        

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mendengar yang Erni katakan membuat Ruby segera mengeluarkan ponselnya. Nadin juga menatap ponselnya kembali, yang saat itu masih terhubung dengan Iqbal.

"My Prince, teleponnya akan kututup, ya. Ruby mungkin akan menghubungkan kita dengan yang lainnya untuk membicarakan sesuatu," ujar Nadin.

"Oke, My Princess. Kalau begitu akan kutunggu panggilan masuk dari Ruby," balas Iqbal.

Setelah panggilan telepon itu terputus, Erni pun segera diminta mendekat oleh Reva, agar dia bisa kembali pulang bersama I Wayan Landra dan Ni Nyoman Sekar. I Wayan Landra dan Ni Nyoman Sekar telah pergi dari rumah Nenek yang telah Erni konfirmasi sebagai orang yang datang meminta-minta dini hari tadi. Ketika kedua orang itu telah tiba di tempat mereka mengawasi, Reva pun segera mengajak mereka berbincang sebelum meminta mereka ke rumah Yunus. Perkara soal kebenaran sosok Nenek yang dicurigai telah disampaikan oleh Reva kepada keduanya, sehingga mereka kini memutuskan segera kembali ke rumah orangtua Arsyad bersama Erni.

Ruby sedang berusaha menghubungkan ponselnya ke ponsel rekan satu tim, agar semua anggota bisa saling berkomunikasi meski sedang berjauhan. Reva kembali ke sisi Nadin, sambil menunggu tersambungnya panggilan kepada yang lain.

"Bagaimana tanggapan Pak Wayan dan Bu Nyoman, Va?" tanya Nadin.

"Mereka cukup terkejut, karena ternyata kecurigaan terhadap Nenek itu benar adanya. Tapi sebisa mungkin mereka tetap tenang, karena tahu bahwa Bu Erni juga masih butuh ditenangkan," jawab Reva.

Nadin menghela nafasnya sejenak, lalu kembali menatap ke arah rumah yang sejak tadi mereka awasi.

"Aku harap Nenek itu tidak akan melakukan apa-apa, sebelum kita benar-benar punya rencana untuk menghancurkan ritual yang sedang dia lakukan," harap Nadin.

"Aamiin yaa rabbal 'alamiin. Aku pun berharap begitu, Nad. Karena kalau Nenek itu sudah melakukan sesuatu, maka Arsyad bisa saja akan kembali mengalami sakit atau mengalami hal lain yang tidak kita duga," balas Reva, sambil memendam keresahannya.

Menyambungkan telepon dengan seluruh anggota tim akhirnya berhasil. Nadin dan Reva segera mengangkat panggilan yang masuk, agar mereka bisa mendengar suara anggota tim yang lain melalui earbuds masing-masing.

"Oke, guys. Mari semuanya dengarkan apa yang akan aku bicarakan," pinta Ruby. "Bu Erni sudah mengonfirmasi, bahwa Nenek yang namanya ditulis oleh Arsyad adalah orang yang datang dini hari tadi untuk meminta lengkuas. Artinya sekarang kita hanya perlu mengawasi rumah Nenek itu, sebelum mengepung rumahnya. Jika ada yang ingin memberi laporan dan masukan, aku akan mendengarkan."

"Aku dan Iqbal akan segera ke tempat kalian berada, Dek Ruby. Kalian tunggulah di sana dan jangan ke mana-mana," pinta Samsul.

"Aku dan Revan akan memulai upaya ruqyah terakhir terhadap Arsyad, saat kalian nanti mengepung rumah Nenek itu. Jadi jangan lupa mengabari kami, kalau pengepungan sudah dimulai," ujar Karel.

"Pak Wayan, Bu Nyoman, dan Bu Erni baru saja tiba di sini. Aku akan meminta mereka untuk tetap menunggu di ruang tamu, jika upaya ruqyah terakhir akan kami mulai," tambah Revan.

"Ya. Sebaiknya memang begitu, Rel. Kamu jangan ke mana-mana dan tetap di sisi Revan. Kita enggak tahu bagaimana reaksi Arsyad saat nanti menjalani upaya ruqyah terakhir. Jadi kamu tidak boleh meninggalkan Revan sendirian di sana," tanggap Iqbal.

Samsul pun menatap ke arah Gede dan Ketut yang masih bersama mereka saat itu.

"Kalian berdua kembali saja ke rumah Arsyad. Ikutlah menunggu di sana dan jangan pikirkan soal Made. Apa yang terjadi pada Made saat ini adalah hasil dari perbuatannya sendiri. Dipancing dengan chat ataupun tidak, dia pasti akan mendapat balasan atas apa yang dilakukannya kepada Arsyad," ujar Samsul.

"Baik, Bli. Kami paham. Kami akan ke rumah Arsyad kembali dan tidak akan memikirkan soal Made. Kami akan menunggu di sana bersama Ayu," tanggap Ketut, sekaligus mewakili Gede.

Setelah kedua pemuda itu berlalu dari sisi mereka, Iqbal dan Samsul pun segera pergi menuju ke wilayah barat Dusun Tengah. Keduanya akan menyusul Ruby, Reva, dan Nadin agar bisa segera menyusun rencana pengepungan. Kedatangan mereka jelas sudah ditunggu oleh ketiga wanita itu. Tidak ada yang boleh ditunda, agar Arsyad benar-benar bisa mereka selamatkan sebelum kembali diincar oleh leak yang mungkin akan kembali menerornya.

"Ketut dan Gede sudah kembali ke rumah Pak Yunus?" tanya Reva.

"Ya. Mereka berdua sudah kami suruh untuk kembali ke sana. Oh ya, bagaimana dengan urusan Made? Tadi kami sama sekali tidak sempat mendekat ke rumahnya, meskipun banyak orang yang berdatangan ke sana. Apakah akan baik-baik saja, kalau kita tidak melakukan apa-apa terhadap Made?" Iqbal balik bertanya.

Reva mendesah pelan, sambil memainkan pegangan pedang jarumnya. Wanita itu tampak cukup stress, karena kini pikirannya benar-benar harus terbagi pada tiga tempat.

"Kalau aku bilang 'biarkan saja, biar dia tahu bagaimana itu rasanya pembalasan dari Allah', pasti akan terdengar sangat tidak manusiawi, 'kan? Tapi mau bagaimana lagi? Saat ini kita harus fokus pada Arsyad dan juga leak yang mengincarnya. Kita harus menghentikan usaha leak itu, agar Arsyad bisa kita selamatkan. Jadi ... urusan Made yang tengah menggila, mari kita kesampingkan sementara waktu. Kalau urusan Arsyad sudah selesai, baru kita akan coba untuk mengurusnya," saran Reva.

"Ya. Aku setuju dengan saran Reva. Kita saat ini hanya berlima dan harus mengepung rumah Nenek calon leak itu. Jadi sebaiknya kita fokus saja pada apa yang harus kita hadapi, agar Revan dan Karel juga bisa bekerja maksimal di rumah Pak Yunus," ujar Ruby.

"Oke. Karena kita sudah sepakat, apakah sekarang sebaiknya kita segera mencoba mendekat ke rumah Nenek itu?" tanya Samsul.

"Sabar, Sul. Kita atur dulu siasat sebelum pergi ke sana. Jangan gegabah. Karena jika kita gegabah, maka keadaan Arsyad yang sudah mulai tenang bisa kembali seperti sebelumnya," jawab Nadin.

"Nyambungang malih jiwannyane. Tatu saking jero. Nyambungang malih jiwannyane. Tatuang ia kanti mati. Nyambungang malih jiwannyane. Tatu saking jero. Nyambungang malih jiwannyane. Tatuang ia kanti mati. Nyambungang malih jiwannyane. Tatu saking jero. Nyambungang malih jiwannyane. Tatuang ia kanti mati."

Asap putih nan pekat memenuhi ruangan itu. Seorang Nenek terus merapalkan mantra sambil menaburkan kembang tujuh rupa bersama dupa merah ke atas tumpukan bara api yang panjang. Ia sedang kembali memulai ritualnya yang sempat terputus akibat kedatangan Kepala Dusun. Ia sedang kembali berusaha untuk menyiksa Arsyad lagi, setelah penyiksaan sebelumnya berhasil digagalkan dan membuat Arsyad terlepas dari cengkramannya. Sebelum malam tiba ia harus berhasil mengambil nyawa Arsyad, karena itu adalah malam terakhir sebelum ia bisa kembali ngelekas.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

LEAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang