13 | Memancing

733 77 32
                                        

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Perlahan kedua mata Erni mengerejap, usai tak sadarkan diri begitu lama. Suara erangan Arsyad yang sedang menahan sakit terdengar olehnya, sehingga membuatnya kembali mengingat kenyataan soal apa yang terjadi pada putranya tanpa ia tahu. Pelan-pelan, Erni menangis lagi. Ruby dan Reva masih berupaya menenangkannya, setelah kesadarannya kembali.

"Minum dulu, Bu Erni," bujuk Ruby, pelan.

Erni menggelengkan kepalanya dan lebih memilih terus menangis. Dadanya terasa sesak, karena terus kepikiran dengan keadaan sakit Arsyad yang belum menunjukkan perubahan.

"Pa--pantas sa--saja di--dia mendadak me--meminta sesuatu pa--pada saya kemarin so--sore. Sa--saya sama sekali tidak ke--kepikiran ke arah te--teror leak, setelah mendengar permintaannya itu," lirih Erni.

Ruby dan Reva pun kini saling menatap satu sama lain, usai mendengar pengakuan itu. Ni Nyoman Sekar pun ikut mendengarnya, namun masih menebak-nebak soal apa yang diminta oleh Arsyad di tengah sakitnya.

"Kalau boleh tahu, apa yang Arsyad minta pada Bu Erni kemarin?" tanya Reva.

Erni berusaha keras untuk berhenti menangis. Ia harus bisa menceritakan apa yang ia dengar dari Arsyad, meski mungkin hal itu belum tentu termasuk informasi yang penting bagi orang-orang yang sedang mengurus Arsyad.

"Arsyad bilang, jangan berikan apa pun, kalau ada Nenek-nenek yang datang meminta sesuatu ke sini. Meski dia meminta hanya sedikit, jangan berikan yang dia mau. Itu yang dia katakan pada saya kemarin sore, saat Suami saya pergi ke rumah Pak Wayan," jawab Erni.

"Ratu Betara," ucap Ni Nyoman Sekar, sambil mengusap dadanya.

Reva dan Ruby kini menatapnya. Menunjukkan bahwa mereka ingin tahu apa artinya hal yang diminta oleh Arsyad kepada Erni.

"Artinya Arsyad sudah menyadari, kalau dirinya tengah diincar oleh leak," lanjut Ni Nyoman Sekar.

"Maaf, Bu Nyoman. Kalau boleh tahu, apa maksud sebenarnya dari permintaan Arsyad itu? Apakah memang ada kaitannya dengan teror dari leak terhadap Arsyad?" tanya Ruby.

"Iya, Nak Ruby. Maksud permintaan Arsyad kepada Bu Erni memang ada kaitannya dengan teror dari leak yang mengejarnya. Sepertinya Arsyad sudah tahu, kalau dirinya diincar oleh leak. Tapi masalahnya, saya tidak tahu sejak kapan Arsyad tahu kalau dirinya sudah diincar. Hal itu pastinya hanya Arsyad yang bisa menceritakan pada kita," jawab Ni Nyoman Sekar.

"Lalu, apa maksud permintaan itu sendiri, Bu Nyoman? Kenapa Arsyad melarang Bu Erni untuk tidak memberikan apa pun kepada Nenek-nenek yang datang meminta sesuatu ke rumah ini?" tanya Reva.

"Karena itu adalah hal yang berbahaya, Dek Reva. Kalau sampai Bu Erni memberikan sesuatu kepada Odah yang datang meminta ke sini, maka artinya sama saja Bu Erni menyerahkan langsung nyawa Arsyad kepada leak. Odah yang Arsyad maksud itu adalah leak yang dilihatnya sedang ngelekas dua malam lalu. Karena gagal ngelekas akibat dilihat oleh manusia lain, leak itu akhirnya ingin menuntut balas dan mengambil nyawa Arsyad sebagai gantinya," jelas Ni Nyoman Sekar, sebisa yang ia mampu.

"Astaghfirullah hal 'adzim," ucap Reva dan Ruby, kompak.

"Hanya gara-gara perkara masalah kecil, akhirnya Made membuat Arsyad terjebak ke dalam sesuatu yang mengerikan," ujar Ruby, tak habis pikir.

"Padahal Arsyad sudah berulang kali meminta maaf pada Made. Tapi pada dasarnya Made sepertinya memang seseorang yang mudah sekali mendendam, sehingga memilih melakukan hal yang tidak kita sangka," tambah Reva.

"Ya ... siapa yang tidak tahu sifatnya Made di dusun ini, Nak. Semua orang tahu bagaimana sifatnya, karena sifat kedua orangtuanya juga begitu. Hanya saja, tidak banyak yang berani membicarakan soal sifat para anggota keluarga tersebut. Karena mereka termasuk orang terpandang di dusun ini," bisik Ni Nyoman Sekar.

"Dan satu lagi," Erni kembali bicara.

Semua orang kembali fokus pada wanita paruh baya itu.

"Saat Suami saya pergi menjemput kalian ke bandara, kira-kira jam setengah empat pagi, ada Nenek-nenek yang datang meminta lengkuas di depan pagar. Saya ingat permintaan Arsyad dan menolak memberikan apa yang dia minta. Saya bilang, lengkuas saya sedang habis. Lalu setelah itu Nenek itu pergi dan saat saya masuk ke dalam rumah, kedua mata Arsyad sudah merah seperti yang tadi kalian lihat ketika baru tiba," jelas Erni.

Ayu menunjukkan yang mana rumah Made melalui isyarat tangannya. Revan dan Iqbal kini menatap ke arah rumah itu dari sebuah warung yang mereka singgahi. Iqbal mengunyah pelan nano-nano nougat yang baru saja dibelinya, sambil mengira-ngira hal apa yang bagus untuk membuat Made tidak bisa tidur dengan nyenyak malam nanti.

"Dek, apakah ada hal yang paling ditakuti oleh warga di sini terkait dengan leak?" tanya Revan kepada Ayu, setelah diam cukup lama.

"Iya, Bli. Ada. Semua orang selalu takut terhadap leak, terutama jika leak itu sudah mulai meneror yang diincarnya. Salah satu yang paling ditakuti dari leak adalah jika seorang Odah sudah datang ke rumah, lalu meminta sesuatu hal yang remeh. Misalnya seperti meminta garam, kunyit, atau hal-hal kecil lainnya. Karena jika sampai diberikan apa yang diminta oleh Odah tersebut, maka artinya orang di rumah itu sudah menyerahkan nyawa anggota keluarganya untuk diambil oleh leak," jawab Ayu.

Revan pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia segera mengeluarkan ponselnya, setelah terpikirkan sebuah cara.

"Kamu punya nomor ponselnya Made, Dek?"

"Iya, Bli, tiang punya nomor ponselnya. Ini ... Bli catat saja langsung."

Iqbal mengambil ponsel tersebut, lalu memperlihatkan nomor yang tertera pada layar kepada Revan. Revan segera mencatatnya, lalu mencoba cara yang tadi ia pikirkan. Iqbal dan Ayu terus memerhatikan. Revan baru saja mengirim pesan ke nomor milik Made, lalu menatap ke arah mereka berdua.

"Kalau Made mendadak keluar dari rumahnya, pura-puralah tidak melihat keberadaannya. Anggap saja dia tidak terlihat dan simpan ponsel kalian agar dia tidak curiga. Kalau pun dia mendekat pada kita di sini, katakan padanya kalau kamu sedang mengantar kami berbelanja atas perintah Pak Wayan," ujar Revan, memberi arahan.

"Memangnya barusan Bli mengirimkan pesan apa kepada Made?" tanya Ayu, merasa penasaran.

Revan pun segera memperlihatkan pesan yang ia kirim untuk Made kepada Ayu dan Iqbal.

REVAN
Ampura, napi dados tiang nunas uyah ne kidik?[1]

"Eh? Memangnya dia akan percaya kalau itu adalah teror dari leak, jika dikirim melalui chat WhatsApp? Leak mana mungkin pakai ponsel, 'kan?" heran Iqbal.

"Itu namanya psychological pressure, Bal. Meskipun tidak mungkin leak mengirim pesan pada Made, Made pasti akan berpikir bahwa itu bisa jadi sebuah pertanda. 'Kan dua malam lalu, Made ada juga bersama Arsyad, Ketut, dan Gede di area kuburan saat leak yang sedang ngelekas itu berlari ke arah mereka," jelas Revan, sambil menyimpan ponselnya ke dalam saku.

"Eh ... itu Made betulan keluar, Bli," ujar Ayu, langsung mengalihkan tatapannya pada beberapa jajanan di warung.

Iqbal dan Revan juga bisa melihat keberadaan Made dari sudut mata masing-masing. Made terlihat cukup panik dan tampak sedang mencari-cari siapa pun di sekitar rumahnya. Akhirnya tatapan Made tertuju ke arah warung, persis seperti yang sudah Revan duga.

"Dia mendekat ke sini," lapor Iqbal, santai.

"Jangan dipikirkan. Tetap tenang dan beli apa pun yang kalian mau di warung ini," titah Revan.

* * *

TRANSLATE :

[1] Permisi, apakah boleh saya minta garamnya sedikit?

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

LEAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang