39

53.6K 1.4K 330
                                    

"Dek..."

"Adek..."

Shelen berjalan mendekat pada kamar yang dulunya adalah kamarnya.

"Dek?"

Membuka pintu dan menatap kamar yang kosong. Dahinya mengerut, seharusnya ada adik bungsu nya didalam. Namun kemana dia?

Ia berbalik berlari kecil menuju orangtuanya.

"Pa, Aneska mana?"

"Dikamar" Ucap Papanya sembari membuka jas dan dasinya.

"Gak ada pa, Shelen udah teriak tapi adek gak ada di rumah"

Papanya menatap putri kesayangannya kemudian memijit pelipisnya sambil menutup mata.

"Kemana lagi anak itu?"

Merogoh saku celananya dan menemukan benda kecil namun canggih, Ponsel.

'nomor yang anda...'

"Ck!"

'nomor yang an-'

"Dasar anak bodoh, bisa-bisanya handphone nya tidak aktif"

mencoba sekali lagi

'Nomor-'

"Ck! emang anak nakal, tidak tau diri. Kakak, Shelen sayang kamu bersih-bersih dulu gih biar papa coba hubungin adek lagi ya"

Shelen menghembuskan nafasnya kasar, gagal sudah rencananya meminta Aneska untuk memijat seluruh badannya. Padahal dirinya sudah mempunyai segudang perintah untuk adik bungsunya itu tapi batang hidungnya malah tidak kelihatan.

Shelen meninggalkan papanya yang masih berusaha menelepon adiknya. Daripada pusing ia memilih untuk luluran di kamar lamanya atau lebih tepatnya di kamar Aneska saat ini.

kan apapun milik Aneska adalah miliknya tapi miliknya tetap miliknya bukan milik papa mama apalagi Aneska. Papa dan mama juga mendukung setiap kemauan dirinya.

ya mencoba skincare adiknya bukanlah ide yang buruk.

sementara di sisi lain.

"Saya tidak mau"

"Apa maksud kamu??"

"Saya Tidak Mau Melanjutkan Sekolah Saya Di J E R M A N"

Torrez mengerutkan keningnya.

"Tapi kakek sudah memberikan kamu surat warisan itu dan seharusnya kamu menyetujui permintaan kakek"

"Ya tapi saya tetap tidak mau"

"Tidak bisa seperti itu, kembalikan surat warisan itu"

"Baik"

Gavin meletakan map hitam itu kembali di atas meja. Saat ini Ia dan kakeknya, Torrez sedang berada di taman dekat kolam berenang.

Torrez sedang bersantai, ia menikmati cuaca bagus siang hari ini. Tidak hanya cuaca yang bagus namun moodnya juga bagus, tahu kan kenapa?

ya, kecelakan itu adalah ulahnya.

Awalnya torrez tidak berniat untuk mencelakai namun menatap cucu kesayangnnya menjadi lebih dingin dan tidak menyahut setiap ia berbicara membuat darahnya mendidih.

Ia tidak suka jika atensi cucu kesayangannya ini di ambil alih.

Ia mau cucu kesayangannya, Gavin memberikan respon yang bagus meskipun tidak pernah tersenyum.

Begitu juga dengan Anita, Mama gavin.

cih wanita itu, perebut anaknya.

"Saya kembalikan surat warisan ini, permisi"

Gavin berjalan meninggalkan Torrez. Sedangkan Torrez menaikkan alisnya terkejut, ia tidak menyangka Gavin akan sangat mudah melakukan hal ini apalagi ini menyangkut harta warisan.

Semua harta warisan memang akan di wariskan pada gavin karna dirinya hanya memiliki satu anak juga satu cucu dari mendiang istrinya.

"GAVIN! GAVIN KAKEK BILANG STOP!"

Torrez berdiri, ia berusaha mengejar langkah gavin dengan bantuan tongkatnya.

"GAVIN!!!"

"JIKA KAMU TIDAK BERHENTI MAKA PEREMPUAN ITU AKAN MATI"

Berhasil

Torrez menarik senyum miringnya, ia tau kelemahan cucunya.

Ia pun berjalan mendekat pada gavin sambil berusaha mengatur mafasnya yang terengah-engah.

"Perempua itu... kakek bisa saja langsung menyuntik anestesi sebagai bentuk kasihan kakek agar dia tidak merasa kesakitan saat maut menjemputnya"

Gavin mengeratkan gengamannya, matanya menatap tajam kedepan.

"Ha ha ha" Torrez meninggalkan Gavin.

"Lakukan keinginanku atau dia mati"

'kau saja yang mati pria gila' batin gavin

Ia menenangkan emosinya dan mengatur nafasnya, ia masih memiliki seseorang untuk membantu dirinya. Ia yakin kali ini berhasil.

Menampilkan smirknya, ia berjanji akan menyuntik anestesi itu pada pria tua gila itu sebelum pria tua itu menyuntik gadisnya.

^^^^^

Guys kalian minta up tapi aku bingung. Mau

Happy end?
atau
sad end?

Jujur aku belum nentuin endingnya 🙂

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang