Typo bertebaran!!
•
•
•
Happy reading.....Namun, sangat disayangkan, saat mereka mencari Pak Agus, ternyata penjaga asrama itu sedang tidak ada. Menurut penjaga lain, Pak Agus sedang pulang sebentar ke rumah orang tuanya dan kemungkinan baru kembali malam nanti.
Mereka pun memutuskan untuk menunggu hingga malam tiba. Ketika bel masuk berbunyi, ketujuh remaja itu kembali ke kelas masing-masing.
Yuan yang saat itu sedang ada kelas olahraga kini berada di lapangan bersama teman-teman sekelasnya. Tanpa ragu, ia memilih permainan basket. Gerakannya yang lincah dan terampil menarik perhatian banyak orang, terutama para perempuan. Salah satu dari mereka, memberanikan diri menghampiri Yuan setelah permainan selesai, membawa sebotol air.
"Buat gue?" tanya Yuan, mengangkat alis.
Perempuan itu hanya tersenyum malu-malu, lalu mengangguk pelan.
"Makasih," ucap Yuan sambil menerima botol tersebut. Perempuan itu tersenyum lagi, kemudian berbalik meninggalkan lapangan. Yuan hanya diam, lalu meminum air yang diberikan tadi tanpa berkata apa-apa lagi.
---
Setelah jam sekolah usai, mereka berencana pulang bersama. Saat tiba di depan pintu kamar asrama, pemandangan mengejutkan langsung menyambut mereka. Ada sosok yang sedang tidur pulas di lantai menggunakan piyama berbentuk kelinci. Sosok itu tak lain adalah Jiandra.
"Eh, kalian udah pulang," sapa Yuna, yang tiba-tiba muncul dari dapur. Langit segera menghampiri ibunya dan menyalami tangannya, diikuti teman-temannya yang lain.
"Kok adek udah boleh balik ke asrama, Ma?" tanya Langit penasaran.
Yuna terkekeh kecil. "Tadi Jia nangis-nangis mau balik ke sini. Mama sama Papa udah coba larang, soalnya dia masih sakit. Tapi dianya ngotot banget, sampai gak mau makan. Terpaksa deh kami nurutin kemauannya."
Kevan, yang mendengar penjelasan itu, mendekati Jiandra yang masih tertidur pulas. Aroma minyak telon langsung tercium saat ia berdiri di dekat adiknya.bahkan di usianya yang udah 16 tahun, Jia masih suka pakai minyak telon habis mandi. Persis kayak bayi.
Hm..Masalah tentang umur, Jiandra memang paling muda di antara mereka. Karena itulah, tujuh remaja itu sering memanggil Jia dengan sebutan "adek."
Sebenarnya, usia Jia masih cocok untuk duduk di kelas sepuluh, tapi karena dia mulai sekolah setahun lebih awal, akhirnya dia berada di satu angkatan yang sama dengan Kevan dan Langit. Hal ini sering menjadi bahan candaan kecil di antara mereka, meskipun Jia sendiri tampak menikmati perhatian dan julukan yang diberikan oleh teman-temannya.
Kevan menyentuh dahi Jiandra, memastikan kondisinya. Panasnya masih terasa. Kevan mengusap rambut adiknya dengan lembut.
"Lucu," gumamnya sambil menatap piyama kelinci yang dikenakan Jiandra.
---"Mama pulang dulu, ya. Makanan udah Mama siapin di dapur," pamit Yuna
"Iya, hati-hati, Ma," balas Langit.
Yuna mengangguk, kemudian melambaikan tangan. "Tante pulang dulu, ya, anak-anak. Jangan lupa makan!"
"Siap, Tante!" jawab mereka serempak dengan semangat.
Malam harinya, mereka asyik menonton film horor di laptop Naufal yang sengaja dibawa dari rumah. Di meja kecil di tengah-tengah mereka, tumpukan camilan yang baru dibeli menjadi teman setia saat menonton.
Jiandra, yang kelihatan sudah setengah ngantuk, tiduran di paha Langit sambil sesekali memejamkan mata ketika adegan jumpscare muncul. Namun, suara jeritan kecil tetap meluncur dari bibirnya tiap kali penampakan hantu muncul di layar.
"Plis deh, kenapa sih malam-malam gini malah nonton film horor?" gerutu Yuan yang kelihatan gelisah. Bukannya takut, tapi dia tahu kebiasaannya yang suka kebawa mimpi kalau nonton beginian. Tapi gengsi kalau harus ninggalin teman-temannya.
"Gapapa, sekalian uji nyali," jawab Naufal santai sambil menggigit keripik.
"Uji nyali apaan? Uji nyali tuh di kuburan sono, biar berasa vibes-nya!" balas Juna sambil nyengir lebar.
"Gak usah jauh-jauh ke kuburan," Zidan menyelutuk sambil merapatkan selimutnya. "Keliling asrama ini malam-malam aja. Udah pasti Naufal pipis di celana."
"Heh, enggak ya! Gue itu pemberani!" protes Naufal sambil memelototi Zidan.
"Eleh, waktu lu lihat penampakan sama kayak Juna kemarin aja, lu udah kayak mau teberak di celana!" ujar Kevan dengan tawa lepas.
Tawa Kevan memancing semua orang ikut tertawa, bahkan Jiandra yang awalnya takut langsung cekikikan sambil menyembunyikan wajah di perut Langit.
"Heh, Malih!" Naufal menunjuk Kevan dengan wajah sewot. "Lo tuh gak jauh beda sama gue, jadi gak usah sok jago juga!"
Ucapan Naufal hanya membuat tawa mereka semakin keras.
Tok~
Tok~Seketika, ruangan itu berubah menjadi hening. Mereka berusaha berpikir positif, meski sulit membayangkan siapa yang akan bertamu ke kamar asrama mereka di jam dua belas malam seperti ini.
"Itu siapa yang ketuk-ketuk?" bisik Jiandra, suaranya bergetar sambil menyembunyikan wajahnya di perut Langit.
"Buka atau nggak?" tanya Zidan pelan, nadanya ragu-ragu.
Kevan langsung menyentil dahi Zidan dengan kesal.
"Lo pikir, siapa yang mau datang jam segini, cok?" ucapnya frustrasi.Namun, suara ketukan itu tidak berhenti. Bahkan, semakin keras dan diiringi suara yang terdengar samar, tapi cukup familiar.
"Nak, buka pintunya..."
Mendengar suara itu, mereka saling berpandangan. Samar-samar, suara itu terdengar seperti Pak Agus.
"Pak Agus nggak sih? Kan tadi kita nyariin dia. Mungkin dia penasaran kenapa kita nyari dia," tutur Arkan mencoba masuk akal.
Namun Kevan dan Naufal langsung menggeleng cepat.
"Gak mungkin," jawab mereka kompak, meskipun dengan suara sekecil mungkin."Intip dari bawah aja. Kalau nggak ada kaki yang kelihatan, berarti itu bukan manusia," imbuh Juna sambil menelan ludah.
Semua setuju tanpa perdebatan. Mereka pun merapatkan diri, berakhir saling berhimpitan di lantai karena celah bawah pintu yang sempit.
Ketika mereka mengintip... benar saja. Suara ketukan itu masih terdengar, tapi tidak ada kaki berdiri di depan pintu.
Merinding, mereka mundur dengan cepat dan kembali ke arah sofa, saling bertumpuk untuk mencari rasa aman.
"Hua, Mama! Harusnya aku tetap di rumah sakit aja kalau begini!" rengek Jiandra yang langsung memeluk Langit erat-erat.
Juna yang berada di samping Jia mengusap punggung yang lebih kecil dengan lembut.
"Udah, jangan takut. Kita di sini rame-rame kok," ucapnya, berusaha menenangkan, meski raut wajahnya pun tak kalah tegang."BUKAK!!"
Tiba-tiba, suara ketukan berubah menjadi lebih keras, disertai gagang pintu yang bergerak seperti ada yang mencoba membuka paksa.
Waktu terasa berjalan lambat, hingga akhirnya suara itu hilang begitu saja.
Meski suasana kembali tenang, ketakutan mereka masih membekas. Tak ada yang berani tidur di tempat masing-masing. Sebagai solusi, mereka memutuskan tidur bersama di lantai beralaskan karpet. Meski berdempetan hingga terasa gerah, setidaknya mereka merasa lebih aman dengan tidur berdekatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Haunted dormitory [END]
Horror"jangan pernah tinggalkan dia sendirian,jika kau tidak ingin dia celaka" "Bapak taukan asal usul asrama ini?" "WOY LIHAT ADA YANG KESURUPAN!!" "Kalian tau nggak,gue denger-denger ternyata asrama ini dulunya bekas tanah kuburan" bercerita tentang keh...