- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Yunus mempersilakan I Wayan Landra dan Ni Nyoman Sekar masuk ke rumahnya. Erni segera bangkit dari kursi yang tengah ia duduki di samping tempat tidur Arsyad. Ia menyeka airmatanya dan berupaya tetap tersenyum, untuk menyambut tamu yang datang. Ni Nyoman Sekar langsung menghampirinya dan merangkulnya. Ia tahu persis bahwa perasaan Erni saat itu sama sekali tidak bisa tenang, akibat keadaan kesehatan Arsyad yang terus memburuk. Jadi sebisa mungkin Ni Nyoman Sekar mencoba menghiburnya, sementara kini Arsyad sedang diperiksa oleh I Wayan Landra.
"Yang sabar, Bu Erni. Semoga saja kita akan mendapat jawaban nantinya, soal penyebab sakitnya Arsyad yang mendadak ini," bisik Ni Nyoman Sekar.
Airmata Erni pun kembali luruh. Ia mencoba menahannya, namun yang terjadi justru ia merasakan sesak dalam dadanya akibat kesedihan. Ia mengangguk pelan, demi menunjukkan pada Ni Nyoman Sekar bahwa dirinya juga sedang mengharapkan hal yang sama.
"Matur suksma, Bu Nyoman. Saya juga mengharapkan hal yang sama. Saya sangat takut saat ini, Bu Nyoman. Arsyad adalah Putra kami satu-satunya. Jadi kami sangat takut kehilangan dia, terutama jika penyebab sakitnya sama sekali tidak kami ketahui," balas Erni, ikut berbisik.
Ni Nyoman Sekar mengusap-usap lembut lengan dan punggung Erni. Ia tahu persis bagaimana perasaan Erni, karena dirinya juga adalah seorang Ibu. Di dunia ini tentunya tidak ada seorang Ibu yang bisa bertahan dari kesedihan, apabila pusat kesedihannya terletak pada diri anak yang paling disayangi. Semua hal sulit bisa diterjang. Semua badai bisa dilewati. Namun jika sesuatu terjadi pada anak, maka pada saat itulah tubuh, jiwa, dan pikiran seorang Ibu akan menjadi rapuh. Dunia Erni saat ini sedang tidak baik-baik saja dan Ni Nyoman Sekar sangat memahami hal itu.
"Yakinlah bahwa Arsyad akan selalu baik-baik saja, Bu Erni. Sang Hyang Widhi pasti akan menolongnya. Arsyad anak yang baik. Jadi sudah pasti Sang Hyang Widhi akan memberikan umur yang panjang kepadanya," ujar Ni Nyoman Sekar, berusaha meyakinkan Erni.
"Iya, Bu Nyoman. Saya yakin akan seperti itu. Allah tidak akan memberikan cobaan yang tidak bisa ditanggung oleh hamba-Nya. Allah pasti akan menyelamatkan Arsyad. Insya Allah saya akan selalu meyakini itu, sampai mendapat jawaban soal penyakit yang sedang menggerogoti tubuh Arsyad saat ini," tanggap Erni, dengan pikiran positif.
I Wayan Landra kini menatap ke arah Yunus yang ada di sisinya. Ia sudah memeriksa keadaan Arsyad secara langsung. Benar kata Dokter yang tadi memeriksa lebih dulu, bahwa tampaknya memang tidak ada tanda-tanda bahwa Arsyad terkena suatu penyakit. Baik itu di luar tubuh ataupun di rongga mulutnya yang bisa mereka lihat, sama sekali tidak ada pertanda yang bisa memberikan jawaban mengenai sakit mendadak tersebut.
"Mungkin ini memang bukan sakit biasa, Pak Yunus. Mungkin ... ini ada kaitannya dengan hal-hal yang tidak kita pahami," ujar I Wayan Landra.
"Maksud Pak Wayan, sakitnya Arsyad ada kaitan dengan hal-hal mistis yang masih kental dianut di sekitaran kita?" tanya Yunus, sangat berhati-hati.
"Firasat saya mengarah ke situ, Pak Yunus. Hanya saja, kita tidak bisa membicarakannya secara blak-blakan karena takut ada yang merasa tersinggung," jawab I Wayan Landra.
Yunus pun merenung selama beberapa saat, usai mendengar hal itu. Pikirannya kembali bercabang seperti tadi, namun kini mulai menjurus ke arah bantuan yang bisa ia dapatkan untuk Arsyad. Ia tidak mungkin diam saja, jika memang sakitnya Arsyad terindikasi dengan hal-hal mistis yang ada di sekitaran mereka. Ia tidak mau Arsyad menjadi korban dari apa pun bentuk ilmu hitam yang selalu bebas berkeliaran di Dusun Tengah. Ia harus menghentikan, sebelum Arsyad terlambat diselamatkan.
"Kalau begitu tidak ada jalan lain, Pak Wayan. Saya akan menghubungi seseorang dari luar Pulau Bali. Saya akan meminta mereka datang ke sini sekarang juga, agar mereka bisa membantu Arsyad dan melepaskannya dari sakit mendadak ini," putus Yunus.
Acara makan bersama di kediaman Keluarga Rahadi benar-benar sukses terlaksana, seperti yang sudah direncanakan oleh Tari dan Ziva. Semua orang benar-benar menikmati makanan yang tersaji dan obrolan yang berlangsung. Semuanya terlihat sangat bahagia, setelah Revan dan Zyana kembali berada di antara mereka. Keduanya benar-benar sangat dirindukan, meskipun pergi berbulan madu hanya seminggu di Pulau Bintan.
"Gimana suasana Pulau Bintan? Apakah sangat indah?" tanya Nadin.
"Ya. Pulau Bintan sangat indah, Nad. Pantainya indah, pasir putihnya benar-benar hangat. Suasana lautnya juga benar-benar bikin kangen," jawab Zyana.
"Kalian jalan-jalan ke mana saja, selama seminggu di sana?" Reva ikut bertanya.
"Kami enggak banyak ke mana-mana, sih. Lebih banyak stay di hotel, karena Revan lebih suka menghabiskan banyak waktu di hotel bersamaku. Paling kalau kami keluar dari hotel, itu hanya pada saat akan sarapan di lantai bawah atau di restoran terdekat dan saat matahari terbit atau tenggelam karena kami akan menatapnya di pinggir pantai. Selebihnya paling saat hari-hari terakhir saja, yaitu saat kami mencari oleh-oleh untuk kalian," Zyana mengatakan semuanya dengan jujur.
Tatap sengit dari Samsul, Karel, Iqbal, Sammy, dan Sandy langsung tertuju lurus ke arah Revan. Pria itu seketika menerima lemparan bantal sofa dengan kompak, sehingga membuatnya terlihat sangat pantas menjadi tempat tumpukan bantal-bantal sofa tersebut.
"Di kamar terus, ya, selama seminggu?" sindir Iqbal.
"Ngapain di kamar terus? Bertelur?" tambah Samsul.
"Disuruh pergi bulan madu bukannya ajak Zya jalan-jalan, malah mengeram saja di kamar! Kalau begitu, apa bedanya dengan kamu dan Zya tetap di sini? Jauh-jauh ke Pulau Bintan enggak ada gunanya sama sekali!" omel Sammy.
Revan hanya bisa mengulum senyum dengan wajah memerah. Zyana juga baru menyadari, bahwa seharusnya ia tidak menjawab semua pertanyaan dengan jujur. Hal itu jelas membuat Revan kelihatan amat sangat malas mengajak Zyana ke mana-mana, padahal memang mereka sudah seharusnya menghabiskan waktu di kamar saja selama masih menyandang status pengantin baru.
"Hujan, guys. Di luar sering hujan selama seminggu," ujar Revan, mencoba memberi alasan.
"BOHONG!!! INI MUSIM KEMARAU!!!" sahut semuanya.
Di tengah hangatnya suasana malam itu, ponsel Ruby akhirnya berdering. Ruby segera meminta izin ke ruang tamu sebentar, agar bisa menerima telepon tersebut. Tumpeng mengikuti langkah Ruby. Samsul terus menatapnya, meski ia tetap duduk bersama Iqbal dan Karel. Ia tahu, bahwa kemungkinan telepon yang Ruby terima saat itu adalah telepon mengenai pekerjaan.
Wajah Ruby terlihat sangat serius. Wanita itu kembali lagi ke tempat berkumpul bersama Tumpeng, setelah selesai menerima telepon. Ia menatap ke arah seluruh anggota timnya, membuat semua anggota timnya tahu bahwa kini mereka harus kembali menghadapi sesuatu yang sudah menunggu.
"Maaf, guys. Kita dapat pekerjaan. Malam ini juga, kita harus terbang ke Pulau Bali," ujar Ruby, mengabarkan dengan tenang.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
LEAK
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 7 Setelah kembali dari perjalanan bulan madu, Revan harus segera kembali bekerja bersama keenam anggota timnya. Kota yang mereka tuju kali itu adalah Bali. Di sana, seseorang yang tengah terbaring di atas tempat...