2 | Menyambut Pulang

858 77 58
                                        

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Kang Mas Rasyid, tolong jangan lupa ambilkan gorden dan seprai baru untuk di kamar anak-anak, ya. Selesai masak aku akan gantikan seprai dan gorden di kamar Revan dan Zya," pinta Tari, dari arah dapur.

"Iya, Sayang. Aku akan segera ambilkan gorden dan seprai barunya," sahut Rasyid, dari arah teras.

Mika langsung menekuk wajahnya hingga terlihat lecek, usai mendengar panggilan romantis Tari kepada Rasyid yang tak juga berubah. Rasyid hanya bisa tersenyum lebar di depan Mika, sambil menimang Batagor dan Ketoprak seperti biasanya.

"Apakah bibirnya Tari akan bengkak, ya, kalau enggak memanggilmu dengan sebutan Kang Mas Rasyid setiap harinya? Dia orang asli Medan, loh, dan kamu sendiri orang asli Riau. Panggilan 'Kang Mas' itu asal-usulnya dari mana, sih?" heran Mika.

"Panggilan romantis Tari kepadaku itu tercetus, karena kamu dulu terlalu sering mengomentari panggilan romantis Raja dan Ziva. Kamu selalu bilang bahwa Raja dan Ziva terdengar seperti orang-orang dari Kerajaan Majapahit, karena selalu memanggil 'Adinda Zivaku' dan 'Kakanda Rajaku'. Dari situlah, bibir cantik nan imut milik Istriku tercinta menerbitkan panggilan romantis untukku, khusus untuk membuatmu gondok setiap saat. Tapi, eh, tapi ... ternyata dia malah keterusan memanggilku begitu sampai detik ini. Ya, aku sih bahagia-bahagia saja, saat mendengar dia memanggilku begitu. Aku malah jadi makin cinta sama dia, sejak dia memberiku panggilan romantis begitu," jawab Rasyid, dengan wajah memerah khas anak remaja yang baru jatuh cinta.

Mika langsung mencebik di tempatnya, lalu menggebuk lengan Rasyid dengan penuh sukarela serta keikhlasan.

"Iya, aku tahu. Aku paham bahwa semua itu adalah akibat ulah mulutku sendiri. Tapi masalahnya, apa yang Tari lakukan itu langsung dicontoh dan dipraktikkan sama menantu sulungmu setelah resmi menjadi Istrinya Revan. Kamu pasti selalu dengar, 'kan, kalau Zya memanggil Revan 'Bojoku' setiap saat?" keluh Mika.

"Lah, salahnya di mana?" tanya Rasyid. "Besanku 'kan asli orang Jawa, Mik. Meski mereka tinggal di Kota Padang untuk menjalankan tugas di sana, keduanya tetap asli orang Jawa. Wajar, dong, kalau Zya memutuskan memanggil Revan 'Bojoku'. Lagi pula, itu panggilan romantis yang bagus dan penuh kejujuran. Yang mana artinya, Zya mengakui seratus persen bahwa Revan adalah Suaminya dan akan selalu begitu sampai mereka tua nanti. Aku dan Tari jelas ikut senang, dong, karena tahu bahwa putra sulung kami mendapat balasan cinta yang tidak setengah-setengah dari Istrinya."

Jawaban Rasyid benar-benar membuat Mika mati kutu. Mika jelas tidak bisa lagi menyanggah, membantah, ataupun memberi protes tambahan soal panggilan romantis yang kini juga tersemat untuk Revan setelah menikah.

"Untungnya Sammy dan Reva enggak begitu. Aku boleh sedikit merasa lega, karena tahu bahwa Putra dan menantu sulungku tidak akan ...."

"Ayangku ..." suara Sammy langsung mematahkan rasa lega di hati Mika. "... ini meja makannya sudah penuh. Ayam suwir kemangi ini sebaiknya aku simpan di mana, Ayang?"

Rasyid memberi aba-aba pada Mika untuk terus mendengarkan, sambil menahan-nahan tawa.

"Simpan saja di meja bagian samping, Baby-ku. Biar nanti jadi lebih gampang ambilnya, meski meja makan sudah penuh," sahut Reva.

"HUA-HA-HA-HA-HA-HA!!!"

Tawa Rasyid pun lolos dalam sekejap. Wajah Mika semakin lecek, karena ia baru menyadari bahwa Sammy sudah tertular oleh kebiasaan Tari dan Ziva dalam urusan panggilan romantis.

"Mungkin yang perlu kamu syukuri adalah hubungan Sandy dan Oliv, Mik. Cuma mereka berdua saja yang sampai detik ini pun belum pernah kudengar saling memanggil romantis satu sama lain," ujar Rasyid.

"Sudah jelas akan begitu, Ras. Janganlah kamu lupa, kalau Oliv itu Putrinya Hani. Sampai detik ini saja, Mas Rian enggak pernah mendapat panggilan romantis dari Hani meski sudah puluhan tahun menikah. Ya, apalagi Oliv ke Sandy, dong," balas Mika, sambil bersungut-sungut sendiri.

Tari benar-benar menggantikan seprai serta gorden di kamar Revan dan Zyana. Rasyid membantunya, setelah Batagor dan Ketoprak diambil oleh Raja yang baru tiba di kediaman Keluarga Rahadi bersama Faris, Mila, Ziva, Karel, dan Ailin. Mereka semua sengaja berkumpul di sana, karena sore nanti Revan dan Zyana akan tiba di Jakarta. Karel dan Ailin langsung menjemput mereka di bandara, sementara Ziva membantu Tari dan Santi mengatur acara makan bersama yang sudah dijadwalkan sejak kemarin.

"Sambal goreng hatinya cukup, 'kan, ya? Zya suka sekali dengan sambal goreng hati, jadi aku takut kalau nanti akan kurang," pikir Ziva.

"Tadi Tari pun bertanya begitu sama aku, Ziv. Kalau menurutku, mungkin sambal goreng hatinya memang akan kurang. Sebentar lagi yang lainnya juga akan datang ke sini. Jadi sudah pasti akan ada banyak yang ikut menikmati sambal goreng hati itu selain Zya," ujar Santi.

"Kalau begitu sebaiknya aku masak lagi sambal goreng hati. Aku enggak mau Zya justru kebagian hanya sedikit saat tiba di sini," putus Ziva.

Tari pun masuk kembali ke dapur, bersama Karin dan Rere yang baru saja datang.

"Enggak usah masak lagi, Ziv. Ini, loh, sudah kubawakan sambal goreng hati dari rumah," ujar Rere. "Nadin masak banyak sekali sambal goreng hati, saat dia ingat kalau hari ini Revan dan Zya akan pulang. Jadi aku memilih untuk membungkusnya dan membawanya ke sini untuk Zya."

"Alhamdulillah, akhirnya ada tambahan sambal goreng hati untuk Zya. Terima kasih, ya, Re," ungkap Tari, terlihat begitu lega. "Aku betul-betul salah perhitungan saat belanja kemarin sore. Hati ayam hanya kubeli sedikit dan kentangnya juga hampir tidak cukup, karena ternyata harus aku bagi untuk membuat perkedel. Betul-betul mulai pikun aku sepertinya."

Karin langsung merangkul Tari dengan lembut, lalu merebahkan kepala di pundak sahabatnya tersebut.

"Percayalah, Tari. Bukan hanya kamu yang mulai pikun. Setiap kali aku belanja kebutuhan rumah, akan selalu saja ada yang hampir lupa kubeli. Kalau bukan karena ada Nadin atau Ruby di sisiku saat belanja, sudah bisa dipastikan aku akan membuat Mas Alwan mengantarku bolak-balik ke pasar atau supermarket," aku Karin, jujur.

Semua yang ada di dapur langsung tertawa. Mereka jelas sudah bisa membayangkan, bagaimana stressnya Alwan jika hal itu benar-benar harus terjadi.

Tepat pukul setengah lima, Revan dan Zyana akhirnya tiba di kediaman Keluarga Rahadi. Keduanya disambut dengan penuh rindu, setelah seminggu pergi berbulan madu. Baik itu Revan maupun Zyana, keduanya sama sekali tidak menyangka kalau kepulangan mereka akan disambut oleh semua orang. Padahal setahu mereka, hanya akan ada sedikit orang di sana ketika mereka pulang.

"Kalian pindah basecamp?" tanya Revan.

"Bukan cuma pindah basecamp, Van. Kalau disuruh pindah rumah ke sini oleh Tante Tari dan Om Rasyid, pasti akan kami lakukan dengan penuh keikhlasan," jawab Samsul.

"Iya. Benar itu. Kapan lagi, 'kan, kami bisa tinggal di dekatmu dan mengganggu kamu selama dua puluh empat jam penuh setiap harinya? Andai saja tawaran itu ...."

"Enggak usah mimpi!" potong Revan, dengan cepat. "Aku baru pulang, loh, ini. Jangan bikin aku mendadak naik darah, dong."

Karel tertawa lepas, saat melihat betapa stressnya Revan ketika menghadapi Samsul dan Iqbal. Reva langsung melempar bantal sofa ke dalam dekapan Revan, diiringi tawa geli dari Nadin dan Ruby.

"Baru pulang, sudah naik darah! Mandi, sana! Kamu bau!" titah Reva, sambil melayangkan tatap sengitnya.

* * *

LEAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang