- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Dua orang pemuda keluar dari rumah masing-masing dan berjalan bersama menuju Pos Pecalang. Keduanya akan berpatroli lagi malam itu, selama Hari Raya Nyepi belum usai. Jam baru menunjukkan pukul setengah delapan malam, sementara jadwal berpatroli yang mereka dapatkan sebagai pecalang adalah pukul delapan malam. Keadaan dusun saat itu sangatlah sepi dan gelap. Para warga tidak ada yang keluar rumah dan lampu-lampu di rumah-rumah yang mereka lewati tidak menyala. Keduanya berjalan hanya berbekal sebuah senter di tangan masing-masing, untuk menerangi jalanan yang mereka lalui.
"Kenapa, sih, kita harus dapat jadwal patroli malam seperti ini? Kalau kita dapat jadwal patroli sore, paling jam sembilan kita sudah bisa pulang ke rumah," keluh Gede, berbisik.
Mereka tetap harus bicara dengan suara berbisik, karena pada Hari Raya Nyepi sama sekali tak boleh ada suara yang terdengar oleh siapa pun. Jadi disepanjang pembicaraan, mereka akan terus saling berbisik sampai Hari Raya Nyepi benar-benar usai.
"Kenapa juga kamu harus mengeluhkan soal jadwal? Bukankah kalau jadwal sudah ditentukan oleh para pecalang senior, artinya kita hanya bisa patuh?" balas Ketut.
"Iya, aku tahu. Tapi masalahnya, wilayah tempat kita patroli malam ini tuh agak beda dari wilayah yang tadi siang kita datangi. Memang ada beberapa rumah warga yang akan kita lewati. Tapi setelah beberapa rumah itu kita lewati, maka kita akan memasuki daerah kuburan."
Ketut pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kamu itu terlalu paranoid. Kita malam ini berpatroli bukan hanya berdua saja. Akan ada satu orang lagi yang ikut patroli bersama kita ke wilayah selatan. Jadi aku rasa, keadaan malam ini tidak akan seseram bayanganmu barusan. Lagi pula, kita 'kan dibekali HT oleh pecalang senior. Jadi meski ponsel sedang tidak aktif, kita tetap bisa berkomunikasi dengan pecalang senior yang ada di Pos Pecalang untuk minta bantuan jika terjadi apa-apa."
Keduanya pun tak lagi melanjutkan obrolan. Mereka akhirnya sampai di Pos Pecalang, lalu berbincang sebentar dengan para pecalang senior yang sudah siap menyebar ke arah wilayah barat, timur, dan utara dusun. Seorang pecalang muda mendekat ke sisi Gede dan Ketut beberapa saat kemudian. Pemuda itu bernama Made. Baik itu Gede ataupun Ketut mengenalnya dengan baik, karena mereka masih tinggal di satu lingkungan yang sama meski rumah mereka cukup berjarak.
"Kalian tiba di sini tepat waktu. Sudah jam delapan malam sekarang. Ayo, sebaiknya kita segera berpatroli. Waktu kita berpatroli batasnya hanya sampai jam dua belas," ajak Made, penuh semangat.
"Iya, ayo. Aku dan Ketut juga sudah siap berpatroli malam ini," sambut Gede, meski hanya setengah hati.
Ketiganya segera meninggalkan Pos Pecalang setelah memegang handy talkie dan senter masing-masing. Mereka berjalan beriringan menuju wilayah selatan, tempat tujuan patroli mereka malam itu. Mereka harus memastikan bahwa tidak ada warga yang berusaha keluar dari rumah. Semuanya harus dijaga agar Hari Raya Nyepi tetap berjalan dengan tenang. Tidak boleh ada gangguan bagi yang sembahyang pada hari itu.
Gede, Made, dan Ketut terus menyenter ke berbagai arah. Mereka benar-benar berpatroli dan menjaga keamanan sesuai dengan apa yang sudah ditugaskan oleh para pecalang senior. Keadaan semakin sepi karena waktu semakin malam dan para warga pun sama sekali tak ada yang keluar meski hanya untuk iseng-iseng memandangi langit Kota Bali saat Hari Raya Nyepi.
"Bagaimana kalau ada warga yang keluar? Apakah kita harus langsung menegur mereka dan meminta mereka masuk?" tanya Ketut.
"Ya. Sudah jelas itulah yang harus kita lakukan. Tidak ada yang boleh keluar saat Hari Raya Nyepi masih berlangsung. Kecuali kita, para pecalang," jawab Gede.
"Ya. Apa yang Gede katakan itu benar. Tapi kalau yang keluar dari rumah adalah si Arsyad, maka aku tidak akan biarkan dia kembali masuk ke rumahnya. Akan kugiring dia keluar dan kalau perlu kugiring dia sekalian menuju kuburan," sahut Made, sambil tersenyum sinis.
Ketut menyenter ke arah wajah Made, sehingga ia dan Gede kini bisa melihat bagaimana ekspresi penuh dendam yang tersirat di wajah pemuda itu.
"Ratu Betara, Made. Kamu masih juga marah sama Arsyad, atas ketidaksengajaan yang dia lakukan di kampus? Janganlah kamu mendendam sama dia. Dia, 'kan, sudah minta maaf padamu," ujar Ketut.
"Iya, benar itu. Lagi pula, Arsyad 'kan tidak sengaja menabrakmu hari itu. Dia tidak menduga juga kalau kamu akan muncul tiba-tiba, saat dia sedang terburu-buru menuju ke kelas selanjutnya," tambah Gede.
Made pun berhenti sejenak dan balas menatap ke arah Ketut maupun Gede.
"Tapi gara-gara dia, aku jadi harus menanggung malu! Aku jatuh ke selokan akibat bertabrakan dengan dia! Sampai hari ini, aku selalu diingat oleh banyak orang gara-gara terjatuh ke selokan di kampus! Memangnya karena dia minta maaf, terus orang-orang akan lupa kalau aku terlihat seperti tikus got pada hari itu? Tidak, 'kan?"
Gede dan Ketut pun terdiam. Mereka jelas tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Karena memang faktanya sejak hari itu, Made selalu diingat oleh orang lain sebagai satu-satunya Mahasiswa yang pernah jatuh ke selokan kampus hanya karena tak sengaja ditabrak. Jadi meski Arsyad sudah meminta maaf berulang-ulang kali pada Made, Made tetap tidak mau memaafkannya.
"Pokoknya kalau malam ini aku lihat Arsyad keluar dari rumahnya, aku akan seret dia menjauh agar tidak bisa kembali sampai pagi menjelang. Aku mau buat dia dipermalukan oleh banyak orang, karena berani melanggar dan keluar rumah saat Hari Raya Nyepi sedang berlangsung," ungkap Made, akan niatannya.
"Tapi mana mungkin juga dia akan keluar, 'kan?" Ketut berharap Arsyad tidak akan keluar rumah sama sekali malam itu.
"Dia itu beragama Islam. Jadi dia pasti tidak akan benar-benar patuh dengan ajaran yang kita anut," sahut Made, penuh keyakinan.
Benar saja, saat ketiga pemuda tersebut tiba di depan rumah Arsyad, ternyata Arsyad terlihat sedang duduk di teras samping rumahnya. Hal itu jelas membuat Gede dan Ketut merasa resah di balik perasaan senang Made. Made dengan cepat mendekat pada Arsyad tanpa bersuara. Membuat Arsyad kaget dan hampir saja berteriak. Namun Made dengan sigap membekap mulut pemuda itu, lalu menyeretnya menuju ke arah kuburan.
"Made! Lepaskan dia! Bahaya kalau sampai ketahuan warga!" paksa Gede.
"Made! Gunakan akal sehatmu! Lepaskan Arsyad! Lepaskan sekarang juga!" Ketut ikut memaksa.
"Tidak! Aku tidak akan melepaskan dia! Pokoknya dia harus membayar rasa malu yang aku terima! Tidak peduli bagaimana pun caranya!" tegas Made, tepat saat sesuatu mendadak jatuh di belakang mereka dan menimbulkan suara cukup keras.
BRUKHHH!!!
Para pemuda itu--termasuk Arsyad yang mulutnya masih dibekap oleh Made--bisa melihat dengan jelas benda jatuh yang baru saja disenter oleh Gede. Seketika mata mereka membola, saat menyadari bahwa itu adalah sebuah kepala dengan kedua mata bolong namun tengah tersenyum.
"La--lari! Ayo, lari!" paksa Ketut, sambil menyeret ketiga temannya menuju ke area dalam kuburan.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
LEAK
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 7 Setelah kembali dari perjalanan bulan madu, Revan harus segera kembali bekerja bersama keenam anggota timnya. Kota yang mereka tuju kali itu adalah Bali. Di sana, seseorang yang tengah terbaring di atas tempat...