Gretta Quinley harus menyandang gelar Duchess of Valtor atas paksaan kakaknya. Mengubur semua impiannya untuk menjadi Ratu di masa depan bersama sang kekasih, Putra Mahkota Kekaisaran Douglas.
Gretta pikir menikah dengan Duke Fredric Caradoc of Val...
"Bagaimana jika sejak awal kau tidak pernah menjadi pusat kehidupannya?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🥀🥀🥀
Lady Emma, putri dari pasangan Count dan Countess Edenford yang telah melewati masa debutante beberapa tahun setelah Gretta. Lady Emma memang terkenal di kalangan para bangsawan. Tidak sedikit yang ingin menjadi pasangannya. Namun, sayang sekali dia telah jatuh hati pada Duke Leonord Meshach of Morwenna.
Bukan tanpa alasan Gretta langsung mengirim balasan undangan dari Lady Emma yang terkenal memiliki banyak teman di kalangan bangsawan. Hanya saja, dahulu Gretta tidak pernah benar-benar mengenalnya. Dia hanya mengetahui rumor bahwa gadis ini patah hati setelah kabar pernikahan Leonord tersebar.
Setibanya di kediaman Edenford, Gretta merasa kagum untuk beberapa saat. Walau sebenarnya kediaman di Morwenna dan Valtor jauh lebih megah, tapi suasana disini berbeda. Semuanya dihiasi dengan bunga yang indah sejak awal kedatangannya hingga memasuki kediaman utama. Tidak heran jika Emma selalu mengirim surat kepadanya dengan hiasan kelopak bunga yang indah. Gadis itu juga di masa lalu selalu memakai apapun yang berunsur bunga. Entah itu topi, kipas, hingga gaunnya. Semuanya sangat identik dan meninggalkan bekas di ingatan Gretta.
"Sebuah kehormatan Duchess Valtor menghadiri undangan dari Lady seperti saya. Semoga anda Selalu diberkati, Duchess," ujar Emma sembari melakukan curtsy.
Gretta tersenyum. "Lady, saya sangat menyukai kediaman anda. Sangat asri dan menenangkan," puji Gretta yang langsung mendapatkan tatapan salah tingkah dan pipi yang merona dari Emma. Gadis itu sejak tadi telah menahan gugupnya karena harus bertemu dengan adik dari pria yang sangat dia kagumi.
"Apakah sudah banyak tamu yang datang?" tanya Gretta memecah keheningan karena Emma yang tiba-tiba diam.
Berhasil meraih kesadarannya, Emma langsung tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya. Dia mencoba untuk bersikap normal.
"Mari saya antarkan, Duchess."
Selama perjalanan menuju pesta teh yang diadakan di belakang taman, Gretta tidak henti-hentinya takjub. Pilar-pilar yang ada di kediaman ini juga dihiasi oleh berbagai bunga kecil-kecil dengan berbagai warna. Sangat memanjakan netra birunya.
"Sepertinya Count dan Countess sangat menyukai bunga. Apakah itu menurun pada Lady Emma?" tanya Gretta mencoba mengakrabkan diri.
"Benar, Duchess. Sejak kecil saya sudah belajar bagaimana cara merawat tumbuhan dengan benar. Jika Duchess tidak keberatan, kapan-kapan saya akan menunjukkan kepada Duchess koleksi tanaman saya."
"Benarkah? Saya sangat menantikannya."
Dari jauh, Gretta bisa melihat berbagai bangsawan yang beberapa diantaranya masih didominasi oleh para Lady yang tentu saja belum menikah. Masih terlihat bahagia dan tidak ada beban. Hal yang di masa lalu selalu membuatnya iri. Masa mudanya yang harus direnggut. Seharusnya, dia masih bisa mengganggu kakaknya dan melakukan tingkah menjengkelkan lainnya. Namun, nasi telah menjadi bubur. Bahkan, Gretta kembali terbangun saat dia telah resmi menikah. Ini sudah menjadi takdirnya.