9. Like Mother, Like Son

18.7K 1.6K 86
                                    

Aing lagi gabut, jadi update papi gaul aja lah yaaa~

NGIHAAAAAHAHAHAHAHHA

***

Perbincangan kedua orang itu sepertinya akan memakan waktu lama. Bahkan bakso yang dimakan Kevan dan Kevin sudah habis, membuat si kembar hanya bisa mengusap tengkuk canggung.

Diam-diam Kevan melihat jas yang dikenakan Farhan. Jam tangan yang terlihat mewah serta cincin yang batunya mengkilap.

"... Gimana cara supaya bisa kaya?"

Pertanyaan Kevan membuat Farhan menoleh sempurna ke arah pemuda itu. "Ngepet."

"Astaghfirullah." Kevin mengelus dada kaget. "Haram brader."

Farhan sontak tergelak. Aura dingin yang dia keluarkan tadi langsung sirna. Perubahan kepribadian yang begitu cepat, pikir Kevan.

"Eh kalau beneran ngepet, lo mau jadi babinya ga?" Kevin secara alami beradaptasi dengan Farhan.

"Boleh."

Jawaban yang tak terduga, membuat si kembar hampir melotot mendengarnya.

"Tapi gue kelilingnya pake helikopter, ya." Farhan menyengir, mengundang tatapan kesal dari Kevin.

"Jelas banget nyindir kita, Van," bisik Kevin. Namun, bukannya marah mereka malah tertawa bersama.

"Eh, gue tebak pasti bokap gue sama bokap lo udah bestian." Kevin berucap dengan antusias. "Gimana kalau kita bestian juga? Temenan ga harus mandang umur kan, bro?"

Farhan terkekeh. Pemuda itu mengangguk menanggapi. "Oke. Gue kira kalian itu berbahaya, makanya gue diam dari tadi. Tapi liat ekspresi papa gue yang ngomong sama bokap lo berdua, kayaknya kalian asik-asik aja."

"Oiya jelas. Papi kami berdua gaul soalnya," ujar Kevin membusungkan dada bangga.

Kevan hanya diam saja. Tapi jika kalian ingin tahu apa yang dia pikirkan, maka itu adalah uang.

Ada baiknya memiliki teman kaya seperti Farhan. Jika dia membutuh bantuan, Kevan hanya perlu pergi ke pemuda itu. Bukankah tugas seorang teman adalah saling membantu?

Di sisi lain, Gery dan Jevan mencuri pandang ke arah anak-anaknya. Senyum puas tercetak di wajah masing-masing.

"Udah akur aja anak kita, bro," kata Gery berbisik. "Bisa lah, kita bestian, biar anak kita bestian juga."

"Wah, boleh juga tuh!" seru Jevan bersemangat. "Gue ga ada temen, soalnya orang di sekitar gue munafik semua. Sama kayak Farhan, dia juga jarang bersosialisasi karena punya trauma dulu."

"Trauma?" Alis Gery tertaut. "Trauma apa?"

"Sebelum gue angkat dia jadi anak gue, dia dibully. Makanya pas gue ketemu sama dia di rooftop rumah sakit, dia mau bunuh diri."

Gery terdiam, melihat tatapan tulus yang dipancarkan pria di depannya ini. Apa semua ayah begini? Gery jadi takut dengan kehidupan sekolah kedua anaknya. Dia juga baru mengingat tidak mencari tahu apa yang mereka lakukan di sekolah.

"Intinya, kita udah temenan, kan?" Jevan mengeluarkan ponselnya. "Minta nomor lo, biar bisa ngegosip bareng."

Gery seketika tergelak. Pria itu mengambil ponsel Jevan dan mengetik nomornya. "Nih, udah gue save. Namanya Duda gaul."

"Narsis banget lo," cibir Jevan. "Lo kalau butuh bantuan gue, telpon gue aja. Kalau segi ekonomi, gue yakin bisa bantuin lo."

Gery tersenyum antusias. "Sip. Udah dulu, gue mau pulang. Mau habisin waktu sama anak-anak gue."

Papi Gaul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang