Bab 18

9.9K 794 2
                                    

Pagi itu di lorong istana...

Remiel berjalan santai menuju perpustakaan, ditemani oleh keheningan pagi.

Matanya tertuju ke lantai, pikirannya sudah sibuk memikirkan buku apa yang akan ia baca hari ini.

Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika suara yang sangat dikenalnya memanggil dari kejauhan.

"Remiel! Hei, adikku yang manis, tunggu aku!"

Remiel menutup matanya sejenak, menghela napas panjang sebelum menoleh ke belakang. Seorang pemuda berambut pirang bersinar dengan senyuman lebar tengah berlari mendekatinya.

"Cassian," gumam Remiel pelan, sudah tahu bahwa harinya tidak akan berjalan tenang lagi. "Ku kira kau sudah pulang."

Cassian Reinhardt, putra Duke Reinhardt, akhirnya berhenti di depan Remiel, sedikit terengah-engah. "Pulang? Jangan bercanda. Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian di sini, adik kecilku!"

Remiel hanya memutar matanya. "Cassian, sudah berapa kali kukatakan, aku bukan adikmu. Kita hanya beda beberapa bulan."

Cassian tertawa kecil, tidak terpengaruh oleh protes Remiel. "Ya, ya, kau sudah bilang itu mungkin seribu kali. Tapi tetap saja, aku lebih tua darimu, jadi aku akan memanggilmu adikku."

Remiel tidak merespons lagi, memilih untuk melanjutkan jalannya ke perpustakaan. Namun, Cassian tidak tinggal diam. Ia dengan cekatan berjalan di samping Remiel, terus berbicara tanpa henti.

"Kau tahu, aku tidak menemanimu beberapa hari ini karena Ayah mengirimiku surat penting yang harus kubalas. Itu cukup merepotkan, tapi akhirnya selesai juga. Sekarang aku bisa kembali mengganggumu lagi," ujar Cassian dengan nada riang.

"Hm," hanya itu respons yang keluar dari mulut Remiel.

Cassian mendengus, pura-pura memasang wajah kesal. "Kau selalu seperti ini. Dingin dan tidak peduli padaku. Apa kau tahu betapa sulitnya hidupku tanpa melihat wajah adikku yang imut ini selama beberapa hari?"

Remiel berhenti sejenak, memandang Cassian dengan tatapan datar. "Aku yakin kau baik-baik saja, Cassian."

"Tentu saja tidak!" jawab Cassian dengan nada dramatis. "Aku hampir mati bosan karena tidak ada yang bisa kuminta untuk menemaniku bermain."

Remiel mendesah panjang, memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan. Cassian, meskipun menyebalkan, selalu berhasil membuatnya tidak bisa benar-benar marah.

"Jadi, ke mana tujuanmu pagi ini, adik?" tanya Cassian sambil mengikuti langkah Remiel.

"Perpustakaan," jawab Remiel singkat.

Cassian mengangguk, lalu tiba-tiba berhenti berjalan. "Tidak, tidak, tidak. Ini terlalu membosankan. Aku punya ide yang lebih baik!"

Remiel menoleh dengan kening berkerut. "Apa lagi?"

Cassian tersenyum lebar. "Kita pergi piknik! Taman istana sedang sangat indah hari ini, dan aku punya banyak makanan enak untuk kita nikmati."

Remiel menghela napas. "Aku tidak tertarik, Cassian."

"Tidak tertarik? Bagaimana mungkin kau menolak tawaran luar biasa seperti ini? Ayo, Remiel! Hanya sebentar saja!" Cassian memohon sambil menarik lengan Remiel.

"Aku bilang aku tidak tertarik," ulang Remiel, tapi nada suaranya sudah terdengar lelah.

Namun, Cassian tidak menyerah. Ia memasang ekspresi ngambek seperti anak kecil, bahkan menyilangkan tangannya di dada. "Baiklah, kalau kau tidak mau, aku akan pergi sendiri. Tapi kau tahu, itu sangat menyedihkan untukku. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama adikku tercinta."

Become the youngest prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang