Gabisa bejir, tangan gua gatel pengen publish. Yowes lah, chapter 1 dulu, duanya tgl 11 aje😔🙏🏿
***
Dua pemuda dengan seragam putih abunya berdiri menatap pria yang terbaring lemah di brankar rumah sakit. Dua pemuda itu berdiri tanpa suara.
"... Bandel banget dibilangin. Padahal ga perlu capek-capek kerja, uang ga dibawa mati juga." Pemuda dengan nametag Kevin Ganendra berdecak kesal, memalingkan wajah enggan menatap tubuh ayahnya.
"Jangan gitu, Vin. Papi kerja juga buat bayar uang SPP kita, kebutuhan kita, biaya tunggakan," sahut pemuda yang ada di sampingnya. Mereka kembar dan nama pemuda itu adalah Kevan Giotama.
"Tapi lo udah kerja part time, Van. Lo bisa pake uang itu buat bayar SPP. Papi ga perlu kerja terlalu keras sampe masuk rumah sakit tiap hari. Sama aja uang yang dia hasilin habis karena bayarin biaya rumah sakitnya."
Kevan menghela napas pelan. Dia setuju dengan pendapat kembarannya itu, tetapi apa daya jika ayah mereka keras kepala ingin bekerja untuk menghasilkan uang.
"Kan kalau dia ga terlalu gila kerja, dia ada waktu buat kita." Kevin mendengus jengah. "Gara-gara dia sering kerja siang malam, dia ga ada waktu buat kita. Terlebih mami udah ga ada, kita masih butuh orang tua—"
"Vin." Kevan menggenggam bahu Kevin, membuat kembarannya itu tersadar.
"Maaf..." Kevin menunduk lemas. "Gue kangen papi, Van. Semenjak kepergian mami pas kita umur 9 tahun, papi jadi lebih sering kerja di luar rumah. Dia ga ada waktu buat kita. Gue cuma... mau ngobrol sama papi..."
"Gue tau, Vin. Papi kerja juga buat masa depan kita. Itu makanya lo dan gue masih bisa sekolah sampai sekarang."
Mereka menghela napas gusar. Setelahnya, hening melanda. Disaat suasana mendadak tenang, sebuah suara tiba-tiba menginterupsi.
"Penabrak anjing! Awas aja lo, kocak. Gue tuntut juga lo ke pengadilan atas kasus tabrak lari. Geblek!"
Keduanya terlonjak kaget saat sura itu berasal dari ayah mereka. Di brankar, pria yang terpejam tadi sudah membuka mata, memijit kepalanya yang pusing sembari bermisuh-misuh.
"Untung gue bisa selamat." Pria itu yang kini diisi oleh jiwa Gery yang mati karena tabrak lari, melirik sekeliling dengan tatapan lega. "Ini rumah sakit. Gue kira bakal ke alam baka. Ternyata gue masih dikasih kesempatan buat jalanin hidup sama Tuhan."
Gery belum menyadari ada dua pemuda yang kini menatapnya aneh. Baru beberapa menit kemudian dia menyadari ada yang menatapnya.
"Eh? Kalian ya, yang nolongin gue?" Gery menatap dua pemuda itu dengan antusias. "Berkat kalian, gue masih hidup anjay. Karena lo berdua udah bantu gue dari maut, gue kasih gift deh. Mau apa? Gue kabulin!"
Kevin dan Kevan saling tatap, seakan mengirim telepati. Itu papi kenapa? Tanya Kevan dengan alisnya yang terangkat.
Mana gue tau, balas Kevin sembari mengangkat bahu.
"Woi kocak. Malah diem, kagak mau hadiah nih? Gue cukup kaya, jadi bisa kabulin permintaan kalian."
"Pi, ngelantur ya? Kita miskin," celetuk Kevin dengan wajah datarnya. "Kebanyakan kerja bikin papi halu jadi kaya, ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Papi Gaul
Teen FictionGery adalah mahasiswa abadi yang memiliki kepribadian bar-bar dan kesabaran yang setipis tisu dibelah tujuh terus dicemplungin ke air. Ya, dia itu anaknya suka bener marah-marah. Tetapi, malam itu dia pulang dari berkumpul bersama teman-temannya. J...