Aku memperhatikan seseorang yang berjalan di depanku dengan ceria. Phoon memakai sweater putih yang kubelikan untuknya, celana hitam, dan sneakers. Mungkin dia tidak menyadarinya, tapi biasanya dia selalu memakai pakaian hitam hampir setiap hari. Jadi, melihat Phoon memakai putih terasa sedikit aneh, tapi tetap cocok. Dia yang baru saja mendapatkan kamera baru terlihat sangat bersemangat. Karena itu adalah Phoon, aku sama sekali tidak terpikirkan untuk membeli hadiah lain selain kamera. Bisa dibilang, itu satu-satunya hal yang begitu ia cintai hingga terobsesi. Berapapun jumlah kamera atau lensa yang dimilikinya, sepertinya tidak akan pernah cukup.
Aku hanya terpikat oleh senyum Typhoon saat ini. Mata bulatnya yang besar terlihat bersinar, menyatu dengan udara pagi. Aku pernah mendengar bahwa ketika seseorang sedang bersama hal yang ia sukai, mereka cenderung terlihat mempesona. Aku baru benar-benar memahaminya ketika melihat Phoon memegang kamera. Aku tidak pernah menyangka seseorang bisa begitu mencintai fotografi. Mulai dari saat ia mengambil lensa, memeriksa hasil foto, hingga mengeditnya, semua itu terlihat begitu indah.
Kami berada di Kastil Osaka, tempat pertama yang diinginkan oleh para Nong untuk dikunjungi. Sekarang musim semi, dan untungnya bunga sakura sedang mekar.
Segalanya terasa indah, mulai dari bunga sakura merah muda yang bermekaran di sepanjang jalan hingga senyum lebar Phoon yang memegang kameranya.
Angin lembut berhembus, dan pemilik wajah manis itu berbalik. Kamera di tangannya berhenti tepat di depanku. Sang fotografer berdiri diam sesaat sebelum menekan tombol shutter. Setelah selesai memotret, Phoon menurunkan kameranya dan melihat layar.
"Bagaimana hasilnya?" tanyaku.
"Lihat sendiri," jawab Phoon sambil cepat-cepat berjalan mendekat dan menyerahkan kamera padaku untuk melihat foto yang baru saja diambilnya. Itu adalah foto diriku yang berdiri di tengah jalan dengan pohon sakura di kedua sisiku dan beberapa orang berjalan di kejauhan, tapi fokus foto itu hanya tertuju padaku.
Fotografer ini memang terkenal pandai mengambil foto terbaik. "Apa pendapatmu, Phoon?"
"Phi jelas seperti model."
"Siapa pun yang datang ke sini pasti terlihat bagus saat difoto."
"Tidak mungkin." Phoon menggelengkan kepala sedikit. "Itu juga tergantung modelnya. Karena Phi Fah tinggi, foto seluruh tubuh seperti ini terlihat bagus."
"Mmm." Aku menaikkan alisku sedikit. Aku bukan tipe orang yang sering memuji diri sendiri, karena aku tidak terlalu percaya diri. "Oke, kalau kau bilang begitu."
"Hmm, Phi jarang memuji diri sendiri, ya?" candanya.
"Kau juga sama sepertiku," balasku. Dia tersenyum lebar.
"Mari ambil foto lagi."
"Mau aku lakukan apa?" tanyaku, karena setiap kali Phoon memotretku, aku biasanya tidak tahu harus berpose seperti apa. Sebenarnya, aku memang tidak suka difoto, jadi selalu bingung harus bergaya bagaimana.
"Hmm, tidak perlu yang spesial, berjalan saja seperti biasa."
"Baiklah," jawabku sebelum berjalan lagi.
"Putar sedikit badan, tapi jangan lihat kamera."
"Jadi aku harus lihat ke mana?"
"Lihat... lihat ke arah utara. Seperti itu, tepat."
Aku tidak menjawab, hanya menoleh ke samping untuk melihat pohon-pohon sakura. Angin berhembus ke arah yang sama, membuat rambutku beterbangan. Setelah beberapa saat, ketika kupikir sudah selesai, aku menoleh ke arah Phoon, tapi angin kembali berhembus, membuat rambutku berantakan. Aku mendorong rambut itu ke belakang agar tidak menutupi wajahku, lalu mendengar Phoon menekan tombol shutter tiga kali lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] SOUTH : BESIDE THE SKY
Romance=AUTHORIZED TRANSLATION= Ini adalah terjemahan resmi bahasa Indonesia dari novel Thailand dengan judul yang sama karya Howlsairy. . . . Karena kau adalah satu-satunya langitku. Baik dulu maupun sekarang... Typhoon: Seolah aku jatuh cinta berulang k...