9. Mimpi

1.3K 160 19
                                    

Janlup untuk selalu vote dan komen yang banyak, soalnya aku suka baca komen dari kalian😊

Wajib follow!!! Kalau nggak pantatnya korengan!!

Happy Reading ✨





"Kong! Kong! Endong!"

Itu Derby, tubuh mungilnya begitu gempal dan menggemaskan. Bahkan untuk berdiri saja dia masih tak mampu, bermodalkan merangkak di lantai untuk bisa segera sampai ke tempat kakeknya duduk.

"Haha, sini, Ndut." Ini Harto. Pria lanjut usia dengan surai dan janggut putihnya yang menjuntai panjang, jangan lupakan blangkon khas Jawa yang identik dengan karakternya. Pria itu merentangkan kedua tangannya pada Derby yang masih berusaha menggapai tangan keriputnya.

"Wa!" Derby bersorak riang sesaat sang kakek mengambil alih tubuhnya. Dibawa ke pangkuannya dan mulai menggelitik perut si bayi yang bulat sempurna.

Disela waktu harmoni itu, Derby tertegun dengan sesosok entitas yang berada tepat di atas kakeknya. Derby kecil melambaikan tangan dan tersenyum cerah pada sesuatu yang gelap dan indah di saat yang bersamaan. Yah, dia adalah si merah jelita, wanita astral bersurai panjang dengan dress merah lusuhnya itu juga ikut membalas lambaian tangan Derby.

Harto spontan menoleh ke belakang, dia sedikit terkejut lalu merubahnya menjadi kagum melihat ke arah cucu kecilnya. "Sudah kuduga matamu ini mewarisi potensial dari mataku. Aku bangga denganmu Derby, kamu juga harus mewarisi semua ilmuku nantinya." Harto mengusap pelupuk mata Derby lembut.

Si bayi memiringkan kepalanya tak mengerti dengan segala ucapan pria tua itu. Namun, yang Derby tahu hanyalah senyuman hangat kakeknya yang begitu lembut membawa ketenangan dalam hidupnya.

Saban hari, Derby dirawat nan dibesarkan oleh Harto. Tidak, Harto tidak sendiri merawat bayi aktifnya, namun dia dibantu oleh ketiga peliharaannya yang tak lazim itu. Si besar gondrong, si merah jelita, dan si gundul kecil.

"Kong, Derby eek lagi! Iih bauk ah!" Ini Ucil, si gundul kecil yang serupa dengan anak berumur 5 sampai 7 tahun. Dia sama seperti bocah pada umumnya, memakai baju santai dengan celana pendeknya, yang membedakan hanya tubuhnya yang tembus pandang.

"Jangan ganggu Engkong semedi, Cil! Biarin Merah aja yang ganti popoknya!" Dia Raksa, si pria raksasa dengan surai yang nyaris menutupi seluruh wajahnya. Tubuhnya yang gadang dan kekar membuatnya terlihat menyeramkan. Siapa sangka jika makhluk seperti ini tak mampu membunuh nyamuk sekalipun.

"Berisik semua! Perkara beol aja pakai drama kalian ini!" Yang terakhir ini adalah Merah. Si wanita keibuan yang begitu telaten dan tulus merawat si kecil Derby. Jika wajahnya tak separuh hancur, mungkin kecantikan itu akan tetap abadi. Dress merahnya menjadi tempat favorit Derby untuk memeluknya dikala waktu tidur.

Ketiga makhluk itu mulai terdiam satu sama lain. Sesaat dengkuran halus mulai mengudara di rumah bobrok itu.

***

Meski berat dan lengket, remaja itu memaksa pelupuk matanya untuk terbuka agar menampilkan binarnya. Derby termangu ketika pandangannya perlahan jernih untuk bisa melihat atap kamarnya.

"Mimpi? Kayak nyata banget ...," gumamnya mulai mengusap kelopak matanya.

Dia hendak membangunkan tubuhnya. Nahas, raganya begitu berat untuk di gerakan, lebih tepatnya berat dan sedikit panas.

Derby melihat di sisi kanan kirinya. Ternyata, sudah ada Carla dan Saga yang memeluk tubuh ringkihnya tanpa izin itu. Entah sudah berapa lama keduanya menyelinap ke kamar Derby.

"Uuh!! Berat! Minggir!!" Derby meraung tak nyaman. Dia mendorong kepala Carla dan menendang Saga agar segera menjauh darinya.

"Bunny, ini masih pagi, tidur aja dulu ..." Bukannya menyingkir, Carla dengan kesadaran penuh semakin mendekap si bungsu tanpa ampun.

"Ugh ... Kak, sesek ...," rintih Derby ketika kepalanya tenggelam di kedua buah dada Carla.

"Cireng satu, Pak ... Saosnya banyakin ..." Sedangkan Saga setia larut dalam bunga tidurnya. Tangannya juga bergerak mendekap erat perut Derby dan kedua kakinya juga ikut melingkar di kaki adiknya, memeluknya seperti guling.

"Waa! Bang Saga gendeng!! Aku ini kebelet pipis!! Jangan diteken perutkuu!!"

Baru saja menghirup udara pagi, si bungsu Derby sudah mendapat serangan cinta dari saudara barunya. Dia menggeliat bak cacing yang terkena garam, melepaskan rasa geram.

"Kok wangi, nyicip dikit, ya~" Carla yang sengaja mengendus ceruk leher Derby menelan ludahnya susah payah. Dia haus, dia ingin sesuatu untuk diminum.

Benar saja, di detik kedua mulut wanita itu terbuka, dia melahap leher kuris si bungsu tanpa aba-aba. Sukses membuat Derby terperanjat hebat.

"Aakkhh!!" Derby memekik bising. Pasalnya bukan hanya Carla yang menggigitnya. Tetapi sesuatu yang tajam juga menyesap lengan tangannya.

"Aku juga mau ... Selamat makan," timpah Saga melumat benih likuid merah yang mencuat dari lengan Derby.

Derby mematung sejenak, dia menjadi sarapan pagi untuk saudaranya sekarang. Bahkan, mulutnya bergetar kecil tak mampu berteriak kembali. Berakhir dengan isakan kecil yang keluar kendali.

"Gak mau ... Katanya Derby gak bakal dimakan ... Kalian bohong ..." Anak itu menangis, namun dia tidak takut sepenuhnya. Derby memanfaatkan keadaan dengan memasang tampang bak anak anjing yang ditelantarkan, berharap mendapat ampunan.

Benar saja, sontak Carla dan Saga lekas bangkit dari tidurnya dan mengusap kasar jejak darah di sekitar mulut mereka.

"Waduh, kelepasan! Maap, maap, By! Aku cuma ngikutin Kak Carla!" panik Saga sibuk membalut lengan Derby dengan selimut, bermaksud menghentikan darah yang menetes.

"Heh! Pocong boti! Maen nyalahin orang aje! Gak! Gak! Barusan itu anu ... Kita cuma mau kasih terapi pengobatan yang kek itu loh! Anu ... Yang kayak pake lintah yang isep darah manusia buat terapi kesehatan gitu!" Carla berusaha membuat dalih meski gelagapan dalam menjelaskan.

Lengkungan mulut Derby tercetak jelas, lengkungan ke arah bawah itu menunjukan jika dia sedang merajuk. "Halah! Pendusta! Dasar silumaan!!" Anak itu meloncat dari kasur dan berlari kesetanan keluar dari kamar.

Sedangkan, Carla dan Saga berteriak memanggil nama si bungsu dan membuat pose dramatis.

Kembali pada Derby yang masih berlari di lorong lantai dua. Dia sebenarnya tak sabaran ingin menyelesaikan urusan kecilnya di kamar mandi, sampai-sampai melupakan jika di kamarnya terdapat kamar mandi khusus untuknya.

Hingga tanpa sadar, tubuh Derby bertabrakan dengan sesuatu yang keras namun berdetak. "Duh ...," rintihnya mendongak melihat dinding apa yang baru saja dia tabrak.

Derby mematung kaku, melihat apa yang ada di hadapannya sekarang.

"Merry Christmas..."

Seorang pria mengenakan kostum santa claus lengkap dengan sekotak hadiah di tangannya, hadir di hadapan Derby.

"Abang mau minta maaf lagi soal kemari–"

"Huwaaa!! Asuu!"

Tanpa aba-aba tangan Derby menepis kotak hadiah itu, dia bahkan mundur beberapa langkah sampai-sampai tersandung kakinya sendiri.

Santa raksasa itu adalah Cain, pagi-pagi buta dia mengenakan kostum seperti itu dan membungkus hadiah, hanya untuk si bungsu barunya. Alih-alih mendapat hati Derby dan pengampunan atas kelakuannya kemarin, aksinya justru tertolak mentah-mentah, bahkan Derby semakin ketakutan melihatnya.

"Pergii!! Hus! Hus!! Aku takut baduutt!!" Tangisan Derby kian mengencang. Dan yang membuat Cain semakin belingsatan, ketika bagian bawah Derby kini telah basah hingga menggenang di lantai. Yah, anak itu mengompol saking kagetnya.










TBC



Cain 🎅🏻: Salah, ya?






Jumat, 3 Januari 2025

Chrysalism (Hiatus ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang