Chapter 30: Lost in Japan

103K 1.8K 1.1K
                                    


Cahaya menerobos udara dingin. Di bawah selimut tebal, aku memeluk seseorang yang kecil, dengan aroma harum yang menguar hingga ke hidungku, membuatku tak sengaja memiringkan wajah untuk membelai kulit lembutnya beberapa kali. Orang kecil dalam pelukanku bernapas dengan irama yang stabil, menunjukkan bahwa dia sedang tidur nyenyak. Lengan kecilnya memelukku erat, tak melepas sejak malam sebelumnya. 

Aku memandangi wajah manisnya dengan mata terpejam. Bukan pertama kalinya aku diam-diam memperhatikan Phoon saat dia tidur, tapi meskipun begitu, aku tak pernah bosan melihatnya. 

Aku merapikan kerah bajunya yang sedikit turun ketika dia bergerak. Tanda merah mencolok di kulit putih lembutnya, bukti dari apa yang terjadi tadi malam. 

Tanpa sengaja, aku menghela napas pelan mengingat apa yang kulakukan. Awalnya, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa pertama kali kami akan manis, bahwa aku akan menjaga kekasihku sebaik mungkin, tapi akhirnya aku tak bisa menahan diri sama sekali. Ketika Phoon berkata bahwa dia milikku, aku kehilangan kendali. Aku tak bilang itu terjadi karena ucapannya, aku tahu bahwa Phoon adalah tipe orang yang selalu mengatakan apa yang dia pikirkan. Aku tahu... betapa pentingnya aku bagi Phoon. Dia menunjukkan itu dengan jelas di setiap tindakan dan kata-katanya, dan ketika aku bersamanya, aku merasa seperti orang paling istimewa di dunia. Aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. 

Jarang sekali kita menemukan seseorang yang membuatmu merasa seperti pria paling beruntung di dunia seperti ini. 

Aku membelai rambut yang menutupi wajahnya dan menekan bibirku lembut di pipinya yang halus. Aku tak bisa menahan diri untuk tersenyum. 

Aku juga ingin kau tahu bahwa kau adalah orang paling istimewa di duniaku. 

Tadi malam, mungkin aku sedikit terlalu agresif. Aku tak bisa mengontrol diriku, tapi aku mencoba untuk sehalus mungkin. Sebagian alasannya karena aku khawatir dengan kondisinya.

Saat pertama kali aku melihat tubuh rampingnya tanpa pakaian yang menutupi, aku merasa dia begitu rapuh hingga aku hanya ingin menariknya dan memeluknya dengan lembut, karena aku takut bahkan sentuhan sedikit saja akan melukainya. Tapi di sisi lain, aku merasa ingin melahap dan memilikinya sepenuhnya, membiarkan diriku menjadi satu-satunya pemilik Phoon. 

Ah... aku berjanji pada diriku sendiri bahwa Phoon takkan pernah tahu apa yang sebenarnya kupikirkan. 

Tadi malam, setelah kami melakukannya dua kali, aku harus menenangkan diri saat melihat tubuh kecil yang tak sadarkan diri di depanku. Seluruh tubuhnya—bahu, dada, hingga punggung—dipenuhi bekas merah akibat ulahku. Aku merasa bersalah memikirkan bahwa aku melukainya, tapi di sisi lain, aku merasa itu sangat seksi dan menggoda. 

Aku tak pernah mengira akan memahami Jo atau Hill sedalam ini. Aku mengerti betapa sulitnya mengendalikan diri saat berada di depan orang yang kau cintai. Sedikit demi sedikit, kesabaranku runtuh dengan mudah, seolah aku tak pernah berusaha menahan diri sebelumnya. 

Tadi malam, meskipun Phoon tak sadarkan diri, aku tetap... 

Ah... Tuhan, kenapa ini bisa terjadi? 

Ketika aku berhasil mengendalikan diri, aku membawanya berendam di onsen karena air panas akan membantu merilekskan tubuhnya, sehingga saat dia bangun pagi, tubuh kecilnya tidak akan terlalu sakit. Tapi aku tak tahu seberapa besar itu akan membantu. Jika dia sampai tak bisa berdiri, aku akan merasa sangat bersalah. 

"Umm." Orang di pelukanku perlahan membuka matanya dengan pandangan masih mengantuk. "Kau sudah bangun?" 

"Umm, Phi Fah." 

"Ya." 

"Kenapa kau bangun begitu pagi?" 

"Kau yang bangun kesiangan." 

[END] SOUTH : BESIDE THE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang