Awalnya, gagasan tentang menempati apartemen dekat area kampus demi kemudahan adalah keinginan Narendra seorang diri. Pada saat ia mengutarakan niatnya pada Milla, mamanya malah mengusulkan kalau Narendra mengajak serta Amora untuk pindah.
Baru ketika itu Narendra terpikirkan tentang kemungkinan tersebut ke depannya.
Setelah menimbang banyak hal, akhirnya ia menyetujui usulan Milla dan mengajukan diri untuk menyampaikannya pada Gala sekaligus Alan.
Meyakinkan kedua pria dewasa itu tidak mudah. Apalagi Amora adalah putri tunggal Alan yang tidak pernah tinggal di luar kediaman Wajendra dalam kurun waktu yang lama, sampai terhitung tahunan.
Status keduanya yang masih bertunangan, belum menikah, juga menjadi pertimbangan serius.
Lebih lagi, sudah dari awal Narendra menyampaikan intensiya mencari dua unit apartemen yang bersebelahan dan menambah satu pintu penghubung antar-unit di dalamnya.
"Kamu bisa saja berjanji pada saya untuk menjaga batas di antara kalian selama tinggal di apartemen," ucap Alan kala itu, menatap Narendra lurus-lurus.
"Tapi, Naren. Kalau hanya sebuah janji, semua laki-laki di dunia ini pun sanggup melakukannya," Alan mengurai tangkupan tangannya di depan wajah dan bersandar pada punggung kursi.
Ruang kerja milik Gala tempat mereka berkumpul waktu itu dipenuhi oleh aura berat yang datang dari Alan juga papa Narendra.
Ditatap sedemikian rupa, serta dituntut untuk menghadirkan sebuah pembuktian akan kesungguhan ucapannya, Narendra nyaris gentar. Bibirnya sudah kering dan tangannya berkeringat dingin.
Tapi, di luar gugup yang sedang mendera, Narendra berusaha menampakkan sikap tenangnya yang hampir tanpa cela.
Pemuda itu mengambil napas panjang sebelum memberikan tanggapan atas ucapan Alan sebelumnya.
"Kalau Papi nggak yakin dengan janji Naren, kita bisa buat perjanjian di atas kertas. Dokumen valid di mana Naren akan dapat penalti kalau melanggarnya," cetus Narendra serius.
Kedua alis Alan dan Gala sama-sama terangkat.
"Apa yang mau kamu tawarkan sebagai penalti itu?" tanya Gala pada sang putra.
Narendra menatap papanya sejenak sebelum menjawab mantap. "Papa boleh cabut namaku sebagai founder Inside Inc. You can also take my shareholding from that subsidiary (Papa juga bisa ambil kepemilikan sahamku dari anak perusahaan itu)."
Baik Alan maupun Gala hanya bisa tertegun mendengarnya.
Kedua pria dewasa tersebut mengamati Narendra yang tidak memiliki satu titik pun keraguan pada setiap jengkal garis wajahnya.
"Papi juga boleh pasang security camera di unit Naren buat pantau pergerakan Naren setiap mau pergi ke unit Amora," tambah pemuda itu.
Gala memijat pelipisnya, tidak menyangka si sulung akan menawarkan hal-hal yang di luar bayangannya.
"Apa yang membuatmu mau berbuat sejauh ini, Naren?" tanya Alan, menatap mata Narendra lebih dalam dari sebelumnya.
Tak ayal, Narendra membalas tatapan tersebut. "Because she is the one."
Alan terhenyak.
"Sebagaimana Papi yang menganggap Amora berharga, Naren juga demikian. Nggak ada yang ingin Naren lakukan selain menjaganya dan membuatnya nyaman. I would never dare to hurt her with my own hands (Aku nggak akan pernah berani menyakitinya dengan tanganku sendiri), Papi bisa pegang kata-kata Naren."
Gala sampai tercenang mendengar anak sulungnya berkata demikian.
Narendra menarik napasnya lagi, "Kalau seandainya satu hari nanti Naren tanpa sengaja nyakitin Amora, Papi boleh ambil dia dari Naren. Because if that happens, I don't deserve to continue to be by her side (Karena kalau itu sampai terjadi, Naren nggak layak buat terus ada di sampingnya)."

KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
Teen FictionAmora cinta mati dengan Allister. Tidak, lebih tepatnya, ia tergila-gila dengan lelaki populer di SMA-nya tersebut. Segala cara Amora lakukan untuk mendapatkan Allister. Termasuk, merundung seorang siswi beasiswa bernama Hana yang mendapat perhatian...