Aku terdiam, kaku, dengan napas berat, sementara detak jantungku semakin cepat. Orang di sebelahku juga terdiam setelah menyapa lebih dulu.
Perlahan-lahan, aku mulai terbiasa dengan panas yang mencekik dari pakaian yang kupakai. Aku mendongak dan melihat langit yang semakin gelap.
Tak ada musik lembut yang mengiringi di latar belakang, hanya suara beberapa mobil yang lewat di bawah sana. Sampai akhirnya, hawa hangat di sekitarku membuatku sadar.
"Sebentar lagi hujan."
Aku menulis pesan itu di buku catatan yang kubawa. Awalnya, kupikir lebih cepat menulis di ponsel, tapi Phi Fah pasti akan mengenali ponselku. Jadi, aku memutuskan membawa pena dan buku catatan. Aku menyerahkannya kepada orang di sebelahku. Phi Fah sepertinya melirik buku catatan itu dari sudut matanya.
"Kau sangat perhatian, aku tidak merasakannya."
"Udara lembab dan angin mulai kencang."
"Hmm... Di sini, hujan tidak akan sampai," jawab Phi Fah, membuatku sedikit mengangguk tanda mengerti. Kami berada di dekat bagian dalam restoran, bukan di tepi balkon.
"Kau suka hujan?"
"Kadang-kadang. Kalau kau?"
"Ya, aku suka."
"Kenapa?"
"Itu membuatku merasa tenang."
"Kalau begitu, kau harus berterima kasih pada hujan untuk dirimu sendiri." Aku menulis dan menyerahkan buku itu kepadanya. Hujan mulai turun perlahan sebelum akhirnya semakin deras. Seperti yang dia duga, kami tidak basah di sini. Aku melirik ke samping dan melihat senyuman di wajah Phi Fah.
"Hujan benar-benar turun."
"Aku peramal cuaca terbaik."
"Sepertinya begitu." Suaranya yang dalam membuatku sedikit terkejut. Dia tidak terdengar berbeda, tapi ada ketenangan dalam kata-katanya.
Sepertinya Phi Fah juga merasa nyaman berada di sini bersamaku, meski mungkin itu hanya imajinasiku. Tapi aku ingin itu menjadi kenyataan, karena aku pun merasa demikian. Aku merasa tenang berada seperti ini.
"Aku punya banyak hal yang ingin kukatakan padamu." Sebelum selesai menulis, Phi Fah melanjutkan, "Apa kau siap mendengarkan?"
Ah... ya.
Ya, aku siap mendengarkan... apa pun, baik atau buruk.
"Bagaimana kau tahu aku akan mendengarkanmu?"
"Aku tahu karena kau adalah zona amanku."
Zona aman...
"Bisakah kau menjadi zona amanku?"
Suara itu terdengar begitu lelah hingga membuatku khawatir. Aku cepat-cepat menulis kalimat berikutnya.
"Aku bisa menjadi apapun yang kau inginkan."
"Kau terlalu baik. Kau tak perlu sebaik itu, tahu?"
"Aku tidak baik."
"Aku mencintaimu."
Aku meletakkan pena di atas buku catatan karena tangan kiriku gemetar terlalu hebat. Aku tidak berani menatap orang di sebelahku untuk melihat reaksinya. Aku menatap ke depan, memandang tirai hujan yang membuat suhu semakin turun.
Saat ini, aku hanya bisa mendengar suara hujan dan suaramu.
"Bisakah kau mengatakannya dengan lantang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] SOUTH : BESIDE THE SKY
Romance=AUTHORIZED TRANSLATION= Ini adalah terjemahan resmi bahasa Indonesia dari novel Thailand dengan judul yang sama karya Howlsairy. . . . Karena kau adalah satu-satunya langitku. Baik dulu maupun sekarang... Typhoon: Seolah aku jatuh cinta berulang k...