Katya Shelomita memiliki insekuritas tinggi terhadap salah satu bagian tubuhnya sejak dia menginjak bangku SMP.
Gadis manis yang mungil itu kehilangan kepercayaan diri dan teman-temannya karena harus terus menerus menghindari ruang ganti PE dan kel...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pak Tristan berhenti menggesekkan penisnya pada milikku yang basah. Aku menunduk ingin melihatnya, tapi dia mengadu keningku ke atas dan mencium bibirku. Saat ciuman kami terlepas, dia memandangku malu-malu. Jauh berbeda dari Pak Tristan yang selalu galak dan tegas ke semua siswa-siswinya. Jantungku berdebar sangat kencang sewaktu dia mengulumi bibir bawahku dan memegangi kedua tanganku di sisi kepala. Pinggulnya masih bergerak di atas pinggangku, batang kerasnya menggilasku. Aku mendesah dalam ciuman lembutnya yang begitu erat seakan dia nggak ingin melepasku. Di bawah sana, milikku semakin basah. Pinggulku meningkahi ayunan pinggang Pak Tristan yang semakin terasa panas dan sensual. Dadaku yang besar terhimpit, serta mulutku yang terbungkam membuatku sedikit susah bernapas.
Pak Tristan berhenti mencium, tapi bibirnya masih membayangiku. Saat dia menjauh, ludah dan ludahku bertaut, lalu memercik di bibirku. Aku menilatnya. Pak Tristan membelalakkan mata menatap lidahku, lalu dia maju merenggutnya lagi. Kali ini dia memagut lebih ganas dan rakus, seperti saat aku masih pura-pura pingsan tadi.
"Mmmmhhh... eungghhh... mmmppph... ah... ummmhh... ngh... ah, ahk, ahmm... mmmh," aku tidak bisa menahan desahku lagi, entah bagaimana tadi aku melakukannya saat bibirnya memakanku dengan sangat bernafsu.
Pak Tristan semakin merah dengan napas terenggah. Bibirku digigitnya gemas sebelum dibebaskannya. Aku melipat bibirku itu karena terasa bengkak dan berdenyut. Pak Tristan berada di atasku dengan kedua pergelangan tanganku di cengkeramannya. Tubuh bagian atasnya nggak lagi menindihku, hanya batangnya yang masih ketat menggilas milikku. Ayunan pinggulnya nggak lagi sekencang sebelumnya, dia merelakskan otot-otot bahunya, memutar lehernya sambil membeliak nikmat.
Saat dia menunduk lagi, dia menggigit bibirnya, lalu berkata, "Jangan menunduk," katanya. "Kamu akan membenci saya... saya sudah menelanjangimu, Katya. Saya bukan guru yang baik. Saya berhasrat padamu.... Kamu... benar-benar... oh... bagaimana saya mengatakannya tanpa membuatmu merasa jijik pada saya?"
"Saya tidak jijik," kataku jujur. "Saya senang...."
"Senang?" ulang Pak Tristan tak percaya. Saat dia bertanya begitu, kurasakan miliknya pada milkku membesar.
"Nggghhh...," desahku resah, tanpa sengaja menggerakkan pinggulku. Pak Tristan, malah semakin menekannya sambil meringis. "Pak Tristan... sakit...," rengekku.
"Sakit?" tanyanya, satu tanganku dilepasnya, lalu dia ke bawah menggenggam batang perkasanya dan malah menggesekkannya semakin intens padaku, bahkan mencoba menekan liang sempitku. Pinggulku mengejang, aku merengek semakin kencang. "Sakit sekali?" tanyanya lagi. Aku mengangguk, mataku berkaca-kaca. Mata Pak Tristan malah semakin berkilat, "Oh... Katya... saya tidak boleh begini... tapi ini sulit... arrrghhh...!"
"Bapak tidak boleh begitu?" tanyaku, nggak mengerti. Kenapa dia tidak boleh begitu? Bukankah kalau dua orang saling menyayangi, mereka boleh melakukan apa saja? Bahkan punya bayi setelah melakukan hubungan seksual?