Bab 13

14.9K 1K 18
                                    

Pagi itu, aula besar istana dipenuhi oleh para bangsawan dari berbagai tingkatan Duke, Marquess, Count, Viscount, dan Baron. Mereka berkumpul atas undangan Kaisar Aldrian untuk membahas isu penting mengenai wilayah-wilayah Kekaisaran.

Rapat berlangsung serius dan tegang. Kaisar duduk di atas singgasana dengan tatapan dingin namun penuh wibawa, mengawasi diskusi yang berlangsung dengan cermat.

Permaisuri Elara berada di sisinya, memberikan pendapat sesekali jika diminta.

Di sudut lain, Putra Mahkota Leonhart sibuk mencatat poin-poin penting.

Adik-adiknya, Kaelan dan Aedric, absen dari pertemuan ini, mengingat mereka tidak memiliki peran langsung dalam urusan wilayah saat ini.

Setelah beberapa jam penuh debat dan analisis, rapat selesai dengan kesimpulan yang disetujui bersama.

Para bangsawan berdiri, memberikan hormat kepada Kaisar sebelum meninggalkan aula dengan tertib.

Salah satu yang terakhir meninggalkan aula adalah Marquess Alaric. Ia adalah pria ambisius dengan pemikiran strategis, selalu mencari cara untuk memperkuat posisinya di Kekaisaran.

Bersamanya, ada putranya, Charles, seorang anak laki-laki berusia sama dengan Remiel. Charles memiliki rambut merah dan mata biru tajam, sangat mirip dengan ayahnya.

Sambil berjalan keluar, Alaric memberi Charles arahan dengan suara pelan.

“Charles, ini kesempatan bagus untukmu. Pangeran kembar, Kaelan dan Aedric, terkenal hebat dalam banyak hal. Jika kau bisa mendekati mereka, itu akan menjadi keuntungan besar untuk kita.”

Charles mengangguk dengan serius. “Kenapa bukan Putra Mahkota saja, Ayah? Bukankah dia yang akan menjadi Kaisar?”

Alaric tersenyum tipis. “Leonhart terlalu sibuk. Kau tidak akan punya banyak waktu untuk membangun hubungan dengannya. Tapi pangeran kembar? Mereka sedang tidak banyak terlibat dalam urusan serius. Lebih mudah mendekati mereka.”

“Baik, Ayah,” jawab Charles penuh keyakinan.

Namun, pikiran Alaric sedikit lebih licik dari yang ia katakan. Dalam hati, ia tahu bahwa Kaelan dan Aedric adalah kunci penting untuk memperluas pengaruhnya.

Tapi ketika matanya melirik ke taman istana, di mana ia melihat sosok Remiel dari kejauhan, ia hanya mendengus pelan.

“Dan tentu saja, tidak ada gunanya berurusan dengan si bungsu itu,” gumamnya pada dirinya sendiri. “Dia hanya pembuat onar, tidak ada potensi apa-apa.”

Setelah memastikan semua selesai, Charles berjalan-jalan di taman istana.

Ia berharap bisa bertemu dengan Kaelan dan Aedric di sana. Namun, yang ia temukan justru pemandangan yang berbeda.

Di bawah pohon besar, Remiel duduk sendirian dengan sebuah buku di tangannya.

Rambut hitam legamnya tergerai, matanya fokus pada halaman yang dibacanya.

Charles berhenti sejenak, memperhatikan anak itu. Sebuah senyum sinis muncul di wajahnya.

“Hah, aku kira aku akan bertemu dengan pangeran kembar di sini,” ucapnya keras, memastikan Remiel mendengar. “Ternyata cuma dia. Orang tidak berguna.”

Remiel mengangkat kepalanya perlahan, menatap Charles dengan ekspresi datar.

Ia tidak mengenal anak ini, tetapi sudah bisa menebak tipe orang seperti apa dia.

“Aku tidak tahu siapa kau,” jawab Remiel dingin. “Tapi bukankah seharusnya kau memberi hormat pada seorang pangeran?”

Charles mendekat dengan langkah santai namun penuh kesombongan.

Become the youngest prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang