Malam semakin larut, dan Duke Reinhardt bersama anaknya, Cassian, memutuskan untuk menginap di istana.
Mereka duduk di ruang kerja Kaisar Aldrian, meminum teh setelah makan malam. Suasana hening dan penuh pikiran, meskipun mereka sedang bersama.
Duke Reinhardt memandang Aldrian dan Elara dengan tatapan tajam, seolah ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Setelah beberapa saat, akhirnya dia membuka mulut.
"Aldrian, Elara," ujar Duke Reinhardt dengan suara dalam yang penuh pertanyaan. "Ada yang aneh dengan kalian berdua."
Kaisar Aldrian dan Permaisuri Elara saling bertukar pandang.
Mereka sudah menduga topik ini akan dibicarakan, tapi tetap saja mereka terkejut mendengarnya keluar dari mulut Duke Reinhardt.
"Kenapa kalian bersikap seperti ini terhadap anak bungsu kalian? Aku tidak pernah melihat kalian begitu lemah terhadapnya. Tidak seperti dulu, ketika kalian tidak peduli padanya," lanjut Duke Reinhardt, suaranya tajam dan penuh penekanan.
Kata-kata itu terasa seperti duri yang menyentuh hati.
Kaisar Aldrian dan Permaisuri Elara tidak bisa menghindari kenyataan yang dilontarkan oleh Duke. Sakit, memukul ulu hati mereka berdua.
"Dia... anak itu... selalu merasa diabaikan," kata Elara dengan suara gemetar. "Kami salah. Kami benar-benar salah."
Duke Reinhardt tidak berkata lagi. Hanya ekspresi seriusnya yang mengisyaratkan bahwa kata-katanya sudah cukup untuk membuat keduanya sadar akan kesalahan besar yang mereka lakukan.
Aldrian meremas cangkir tehnya, seolah mencari kekuatan untuk berbicara. "Kami tidak tahu. Kami tidak tahu bahwa semua yang kami lakukan hanya membuatnya semakin terluka. Kami... kami terlalu sibuk dengan kerajaan, terlalu fokus pada semuanya selain dia."
Permaisuri Elara menutup wajahnya dengan tangan, suaranya mulai terisak. "Remiel... Remiel hanya ingin kami mencintainya. Aku tahu dia tidak pernah merasakan itu dari kami. Kami selalu memuji Cassian, selalu membandingkan dia dengan anak-anak lain. Apa yang telah kami lakukan?"
Kaisar Aldrian mendekat, mencoba menghibur sang Permaisuri, namun hatinya sendiri hancur mendengar kata-kata itu. "Kami terlalu sibuk dengan kesalahan kami sendiri," katanya dengan suara serak. "Aku sudah kehilangan kesempatan untuk melihat anakku tumbuh dengan cinta yang seharusnya didapatkan."
"Bagaimana aku bisa memperbaikinya?" kata Elara, hampir tak bisa menahan air mata. "Kenapa kami baru menyadari semuanya sekarang? Mengapa tidak lebih cepat?"
Duke Reinhardt hanya bisa diam, tidak ada yang bisa diucapkan untuk menenangkan hati mereka. Namun, kata-katanya tetap terngiang di ruang kerja itu.
"Satu-satunya cara untuk memperbaikinya adalah dengan menunjukkan perubahan nyata, tidak hanya kata-kata kosong," kata Duke Reinhardt, dengan tatapan tajam ke Kaisar dan Permaisuri.
"Tunjukkan bahwa kalian mencintai anak bungsu kalian, bukan hanya menganggapnya sebagai anak yang merepotkan."
Permaisuri Elara mengangguk lemah, air matanya terus mengalir. "Kami berjanji, kami akan memperbaiki semuanya. Kami akan mencintainya dengan cara yang dia butuhkan."
Sementara itu, di sisi lain istana, Remiel masih duduk di kamarnya, enggan membuka diri pada apa yang terjadi.
Kakak-kakaknya, Kaelan dan Aedric, terus mencoba mendekatinya dengan cara yang lebih lembut dari biasanya, tetapi Remiel tetap dingin dan menjauh.
"Ayo, Baby, kamu tidak bisa terus seperti ini," kata Kaelan dengan nada lembut, mencoba mengajak Remiel berbicara.
"Kami tahu kamu terluka, tapi kami tidak ingin kehilanganmu. Kami benar-benar ingin memperbaiki hubungan ini."
"Tapi kau hanya berkata itu karena kau merasa bersalah," jawab Remiel dengan nada kesal, menatap Kaelan dengan mata penuh kekecewaan.
"Kalian semua hanya merasa bersalah karena semua yang terjadi, bukan karena benar-benar peduli padaku."
Kaelan terlihat bingung, tetapi ia tetap mencoba dengan sabar. "Kamu salah, Baby. Kami peduli. Kami memang salah dulu, tapi kami ingin berubah."
Remiel hanya diam, tangannya terlipat di dada, menahan emosi yang tidak bisa ia ekspresikan. "Aku tidak bisa mempercayai kalian begitu saja. Tidak setelah semuanya yang terjadi."
Aedric yang sejak tadi diam, menatap Remiel dengan wajah penuh penyesalan. "Kami tahu kami tidak bisa memperbaiki semuanya dengan mudah. Tapi aku benar-benar menyesal, Baby. Kami tidak ingin kamu merasa sendirian lagi."
Di sisi lain, Leonhart, yang sejak tadi mengamati situasi dengan diam, akhirnya berbicara dengan suara tenang.
"Kami semua berusaha, Baby. Tapi kamu harus memberi kami kesempatan untuk membuktikan bahwa kami bisa jadi keluarga yang kamu butuhkan."
Remiel menatap mereka semua satu per satu, rasa enggan masih sangat jelas di wajahnya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa percaya pada kalian lagi," jawabnya dengan suara yang lebih rendah.
Kata-kata Remiel itu membuat hati Kaelan dan Aedric semakin terasa perih.
Mereka berdua tidak bisa membayangkan betapa sakitnya perasaan Remiel saat mereka selalu mengabaikannya,
tapi mereka juga tahu bahwa tidak ada kata-kata yang bisa memperbaiki semuanya dalam sekejap.
"Baby, aku mengerti kenapa kamu merasa seperti itu," kata Aedric dengan suara berat. "Tapi, kami berjanji... kami ingin mengubah ini. Untukmu."
Leonhart berdiri dan mendekati Remiel. "Kami memang salah. Tapi kamu harus tahu, kami sangat menyesal. Aku menyesal tidak pernah melihat betapa pentingnya kau bagi kami."
Remiel terdiam. Rasa sakit itu masih terasa, dan ia merasa terjebak antara ingin percaya dan takut terluka lagi. "Aku tidak tahu..." jawabnya, suara gemetar. "Terlalu sulit."
Kaelan menggenggam tangan Remiel dengan lembut. "Kami akan menunggu, Baby. Kami tidak akan pergi. Kami akan menunggu sampai kamu siap."
Namun, meskipun kata-kata itu menenangkan sedikit hati Remiel, perasaan enggannya untuk menerima perubahan itu tetap ada.
Remiel merasa bahwa dia belum siap untuk membuka hatinya sepenuhnya. Ia teringat bagaimana Remiel asli tidak pernah merasakan kasih sayang itu, dan itu membuatnya takut untuk berharap lebih.
Di luar, malam semakin gelap, perjalanan untuk mendekati hati Remiel masih panjang dan penuh tantangan.
VOTE VOTE VOTE🌹🌹 🫤🫤

KAMU SEDANG MEMBACA
Become the youngest prince [END]
Short StoryBagaimana jika seorang pemuda manis, yang meninggal karena ceroboh tidak melihat jalan saat menyeberang, tiba-tiba menemukan dirinya bertransmigrasi ke dunia novel favoritnya? Dunia itu berlatar era kerajaan yang megah, namun ia tidak beruntung kare...