Di dalam kamarnya yang sunyi, Remiel duduk termenung, memandangi bulan yang menggantung di langit malam
Sebagai Alaska, ia sudah membaca keseluruhan novel ini.
Ia tahu persis bagaimana luka di hati Remiel asli terbentuk.
Namun, merasakan dan mengingatnya dalam wujud ini membuatnya jauh lebih menyakitkan daripada sekadar membaca.
Kenangan itu muncul seperti kilasan film di pikirannya.
Dalam novel, Remiel asli selalu menginginkan cinta dan perhatian keluarganya.
Sebagai anak bungsu, ia merasa dilupakan oleh ayah, ibu, bahkan kakak-kakaknya. Semua perhatian mereka tertuju pada Putra Mahkota Leonhart, atau pada Kaelan dan Aedric yang cemerlang di bidang masing-masing.
Kemudian, datanglah Cassian anak dari Duke Reinhardt, yang merupakan saudara Kaisar Aldrian.
Cassian yang berusia sama dengan Remiel adalah anak yang sempurna di mata semua orang. Cerdas, sopan, tampan, dan terampil dalam berbagai hal.
Kaisar dan Permaisuri bahkan sering memuji Cassian di depan Remiel tanpa sadar bahwa kata-kata mereka seperti belati yang menancap di hati anak bungsu mereka.
“Kenapa kau tidak bisa seperti Cassian?” suara Kaisar dalam ingatan itu terasa begitu nyata.
Saat itu, Remiel hanya seorang anak kecil yang ingin dipuji oleh ayahnya. Tapi alih-alih mendapatkan perhatian, ia justru dibanding-bandingkan.
Ia mencoba sekuat tenaga meniru Cassian, tetapi tetap saja tidak berhasil.
Puncaknya terjadi saat sebuah pesta besar diadakan di istana untuk merayakan ulang tahun Cassian.
Para tamu memuji pemuda itu tanpa henti. Bahkan kakak-kakaknya, Kaelan dan Aedric, ikut bercanda akrab dengan Cassian, seolah melupakan keberadaan Remiel.
Remiel asli cemburu.
Malam itu, ia melakukan hal yang tak terduga. Ia menghancurkan dekorasi pesta, menjatuhkan makanan, dan membuat keributan besar di depan semua tamu.
“Remiel! Apa yang kau lakukan?!” suara keras Kaisar menggema di seluruh aula.
Remiel hanya berdiri di sana dengan tangan gemetar, tatapannya penuh amarah dan air mata. “Kenapa kalian tidak pernah peduli padaku? Kenapa semua orang hanya peduli pada Cassian?!”
Perkataan itu membuat suasana pesta berubah mencekam. Para tamu menatapnya dengan ekspresi terkejut, bahkan ada yang berbisik-bisik.
Cassian sendiri tampak bingung dan canggung, sementara Permaisuri Elara terlihat malu dan menarik tangan suaminya, memintanya untuk tenang.
Namun Kaisar kehilangan kesabaran. “Cukup, Remiel! Kau telah mempermalukan keluargamu!”
Malam itu, Remiel dihukum. Ia dikurung di kamarnya tanpa ada seorang pun yang datang untuk menenangkannya.
Bahkan ketika ia menangis sepanjang malam, hanya kesunyian yang menjadi temannya.
Sejak saat itu, Remiel berubah.
Ia menjadi anak yang dikenal pembuat onar dan egois. Jika cinta tidak bisa diraihnya dengan cara baik-baik, maka ia akan memaksanya dengan cara apa pun.
Tetapi di dalam hati kecilnya, Remiel tetap seorang anak yang hancur karena diabaikan.
Remiel membuka matanya kembali. Kenangan itu masih membekas, membuat dadanya terasa sesak.
Ia tahu dirinya bukan Remiel asli, tetapi mengingat bagaimana anak itu menderita tetap membuat hatinya terasa pedih.
“Apakah mereka benar-benar peduli sekarang, atau ini hanya rasa bersalah?” gumamnya pelan.
Di sisi lain, keluarganya sedang berkumpul di ruang tengah istana. Kaisar Aldrian duduk dengan tangan terlipat di dada, sementara Elara tampak sibuk mengatur makanan kecil di meja.
Kaelan, Aedric, dan Leonhart duduk di sofa, wajah mereka serius namun ada nada kekonyolan yang terselip dalam percakapan mereka.
“Kita harus melakukan sesuatu. Baby tidak mungkin membenci kita selamanya,” kata Kaelan dengan nada yakin.
“Tapi masalahnya,” Aedric menyela, “kita ini seperti badut. Baby mungkin hanya tertawa kalau melihat usaha kita.”
Leonhart terkekeh. “Itu jika baby mau tertawa. Terakhir kali aku mencoba memulai pembicaraan, dia menatapku seperti aku adalah dinding.”
“Aku bisa mengerti kenapa adikku yang manis marah,”
Elara menambahkan dengan nada menyesal. “Tapi kita harus terus mencoba. Ibu bahkan memikirkan untuk membuatkan baby kecil ibu jubah rajutan ibu sendiri.”
Semua menatap ibu mereka dengan ekspresi tak percaya.
“Ibu... jubah rajutanmu itu tidak terlihat mewah. Jangan sampai Remiel makin marah karena kau memberinya hadiah yang...” Aedric berhenti berbicara, mencoba mencari kata yang lebih halus.
“Yang... aneh?” tambah Kaelan sambil menahan tawa.
Elara melempar bantal kecil ke arah mereka. “Kalian ini, ibu mencoba sesuatu yang tulus!”
“Tunggu dulu,” Leonhart menyela dengan wajah serius, tapi kemudian ia mengeluarkan cengiran. “Bagaimana kalau kita menyuruh ayah melucu di depannya? Itu pasti berhasil!”
Kaisar Aldrian yang sejak tadi diam tiba-tiba melirik tajam. “Aku seorang Kaisar, bukan badut.”
Namun, suasana ruangan langsung pecah oleh tawa kakak-beradik itu. Kaelan bahkan sampai memegang perutnya. “Bayangkan Ayah berdiri dengan pakaian badut... Itu tidak mungkin!”
Aldrian menghela napas, meski sudut bibirnya sedikit terangkat. “Kalau kau punya ide lebih baik, katakan saja.”
Leonhart segera mengangkat tangan, berusaha menahan tawanya. “Baik, baik. Mungkin kita bisa mencoba cara lain. Bagaimana kalau kita mengajaknya ke luar istana? Piknik, mungkin?”
“Adik? Piknik?” Kaelan memiringkan kepala. “baby bahkan tidak mau melihat wajah kita lebih dari lima menit. Bagaimana kau yakin dia akan pergi piknik bersama kita?”
“Lalu apa ide cerdasmu?” tanya Leonhart, menyipitkan mata.
Kaelan mengangkat bahu. “Mungkin kita bisa memohon padanya? Seperti, ‘Tolong maafkan kami, adikku tersayang dan dan menggendong nya dan mencium nya, atau kami akan memotong rambut kami demi menunjukkan penyesalan.’”
Semua langsung terdiam sebelum mereka pecah lagi dalam tawa. Bahkan Aldrian harus berdeham beberapa kali untuk menahan dirinya.
“Tunggu,” Aedric tiba-tiba berkata dengan ekspresi serius. “Tapi rambutmu itu sudah terlalu pendek. Tidak akan ada yang peduli.”
Kaelan langsung memukul kepala Aedric pelan. “Berhenti menghina, dasar monyet.”
“Aku bukan monyet. Kalau ada yang mirip monyet di sini, itu kau.”
“Diam, kalian,” Aldrian akhirnya memotong, meski ekspresinya menunjukkan ia sebenarnya terhibur. “Fokus pada rencana. Kita tidak punya banyak waktu untuk memperbaiki hubungan ini.”
Remiel yang masih merenung di kamarnya tiba-tiba mendengar suara tawa dari luar. Ia memiringkan kepala, bingung.
“Sejak kapan mereka tertawa seperti itu?” pikirnya.
Namun, ia hanya menghela napas dan kembali membaringkan diri di ranjang. Luka di hatinya masih terlalu besar, dan rasa takut untuk kembali terluka membuatnya enggan membuka pintu bagi mereka.
“Mungkin mereka akan menyerah pada akhirnya,” gumamnya pelan
VOTE VOTE VOTE🌹😌😌😌

KAMU SEDANG MEMBACA
Become the youngest prince [END]
Short StoryBagaimana jika seorang pemuda manis, yang meninggal karena ceroboh tidak melihat jalan saat menyeberang, tiba-tiba menemukan dirinya bertransmigrasi ke dunia novel favoritnya? Dunia itu berlatar era kerajaan yang megah, namun ia tidak beruntung kare...