09

1.4K 161 8
                                    

Adam menatap sebuah foto yang memperlihatkan wajah kedua orang tuanya dan dirinya. Di foto tersebut, Adam berdiri ditengah dan tersenyum lebar. Sedangkan kedua orang tuanya saling memegang bahu Adam dan tersenyum. Foto itu adalah satu-satunya foto yang ia simpan sampai sekarang. Sebab hanya dalam foto itu, Adam merasa bahwa ia pernah memiliki keluarga seharmonis dalam foto tersebut. Meskipun kenyataannya, sekarang keluarga itu sudah tak utuh lagi.

Lelaki itu lalu melirik sebuah undangan yang terdapat di atas meja ruang tengah. Undangan itu adalah undangan pernikahan Julia— Ibu Adam dengan pria lain. Seminggu lagi acara itu akan diadakan. Melihat undangan itu membuat Adam tersenyum getir. Hatinya benar-benar sesak. Seperti ditikam beribu-ribu pisau tapi tak mengeluarkan darah. Hanya nyeri yang menjalar ke seluruh bagian hati dan membuat sesak di dada.

Ia bahkan tidak tahu apakah ia akan sanggup menghadiri acara pernikahan Julia. Tak pernah Adam bayangkan bahwa Julia akan menikah lagi. Doa yang selama ini Adam panjatkan kepada Tuhan untuk meminta kedua orang tuanya dipersatukan kembali sepertinya tidak akan pernah bisa jadi kenyataan. Ekspektasinya terlalu tinggi.

Adam meletakkan kembali undangan tersebut, lalu menyambar kunci motor dan jaketnya. Ia benar-benar membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Maka dari itu Adam pergi meninggalkan rumah untuk menenangkan hatinya yang sedang terluka, juga pikirannya yang sedang kacau. Adam berniat untuk pergi ke sebuah gedung tinggi yang memiliki rooftop, yang juga sudah menjadi tempat pelariannya ketika hatinya sedang sendu.

Tapi sebelum itu, Adam mampir dulu ke salah satu minimarket yang ia lewati untuk membali rokok. Jika sudah begini, rokok akan membuatnya merasa lebih baik.

Sesampainya di minimarket, ia memutuskan untuk berkeliling dulu untuk melihat-lihat cemilan yang akan ia bawa ke rooftop. Namun pergerakannya terhenti saat sepasang matanya melihat sosok familiar yang sedang berdiri di depan kulkas dan terlihat sedang mengambil beberapa susu kotak.

Adam lalu menghampiri orang itu, dan terkejut melihat orang itu adalah Zanan.

"Zanan?" panggil Adam membuat Zanan terlonjak kaget. Susu kotak yang ada ditangannya bahkan hampir terjatuh jika saja Adam tidak refleks menangkapnya.

"Lo kok disini?" tanya Zanan heran. Ia lalu mengambil susu kotak yang ada di tangan Adam dan meletakkannya di dalam keranjang.

"Ini tempat umum kali, Nan. Semua orang bisa datang kesini." celetuk Adam membuat Zanan jadi malu sendiri karena pertanyaannya.

Zanan tersenyum kaku, "Lo belanja apaan disini?"

"Mau beli rokok sama cemilan." Adam menjawab seadanya.

Zanan mengernyit, "Lo ngerokok ya?"

Adam mengangguk.

"Rokok itu nggak baik tauk buat kesehatan."

"Gue jarang ngerokok sih. Cuma ya gue lagi dalam suasana hati yang nggak baik. Dan kadang kalau gue udah ngerokok, gue ngerasa lega."

Zanan lalu mengangguk, "Tapi sama aja, rokok itu nggak baik buat kesehatan." ujarnya, "Coba deh lo minum susu ini kalau lagi bete atau apapun itu. Gue biasanya minum susu kalau suasana hati gue nggak begitu baik. Dan setelah minum susu, gue bakal ngerasa lega." celetuk Zanan sambil memperlihatkan susu kotak yang ada di keranjangnya.

ZADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang