Pak Rahmat masuk kembali ke dalam rumah dengan perasaan jengkel. Bagaimana tidak, dirinya sedang merasakan surga dunia dari jepitan otot vagina wanita tercantik yang pernah ia lihat, tapi harus terganggu oleh orang yang tidak penting.
Dia sudah tidak sabar ingin masuk ke kamar lagi dan merengkuh nikmat yang tertunda tadi.
Namun ketika pak Rahmat masuk ke dalam kamar, dia tidak melihat keberadaan Inaya. Kamarnya masih dalam keadaan berantakan tapi tidak ada bekas pakaian milik wanita itu.
"Naya?! Sayang, kamu dimana?" panggil pak Rahmat. Mendadak pintu kamar mandi yang masih berada di ruangan itu terbuka.
"Sayang, kok udah pake baju?" Pak Rahmat terlihat kecewa melihat Inaya sudah memakai pakaian seperti sedia kala.
"Aku harus pulang, pak. Aku gak mau Ibnu makin curiga kalo aku kelamaan di sini."
"Ibnu udah pergi. Gak ada lagi yang gangguin kita. Please ya, kita lanjutin lagi." Wajah pak Rahmat terlihat memelas. Inaya ragu, berusaha menimbang-nimbang keputusan apa yang harus ia ambil.
"Nay, sini duduk dulu," pinta pak Rahmat seraya menarik tangan Inaya untuk duduk di tepi ranjang yang baru saja mereka gunakan untuk berhubungan badan.
"Kamu nyesel gak sama yang kita lakuin tadi?" Pak Rahmat bertanya dengan nada lembut. Inaya mengedipkan matanya beberapa kali lalu menggeleng polos.
Inaya tidak menyesal, dia hanya bimbang apa yang akan ia lakukan sekarang. Terlebih Ibnu sepertinya sudah mulai kembali mengendus skandal antara dirinya dan pak Rahmat.
"Kalo gitu gak ada alasan lain buat kita gak lanjutin yang tadi, sayang." Pak Rahmat melingkarkan tangannya di pinggang Inaya, lalu mengendus-endus leher polosnya yang biasanya tertutup hijab.
"Iya, tapi bentar aja ya, pak. Soalnya Naya harus pulang." Inaya sudah akan mengangkat kaosnya tapi ditahan oleh pak Rahmat.
"Kamu nginep aja di sini, sayang," ujar pak Rahmat.
"Gak bisa, pak. Nanti suamiku malah curiga. Lagian besok aku harus kerja lagi. Tadi udah ijin."
"Kalo masalah kerjaan kamu gak usah khawatir, sayang. Kamu kan tau sendiri kalo bapak itu kepala sekolah. Bapak yang urus semuanya. Kalo soal suamimu, kamu tinggal bilang mau jagain ibu di rumah sakit."
Pak Rahmat mengecup sudut bibir Inaya, melumat bibir bawah wanita itu. Nafsu sekali bapak yang satu ini. Inaya tidak membalas karena sibuk menimbang-nimbang ide pak Rahmat.
Tangan lelaki itu mulai menggerayangi bagian dada Inaya. Menyusupkan tangannya ke dalam bra perempuan itu hingga dapat ia rasakan kulit lembut dengan tonjolan di area puncaknya.
Inaya menunduk, mengangkat kaos beserta bra-nya sebatas dada atas hingga pak Rahmat dapat melihat dan mengeksplorasi lebih leluasa. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh pak Rahmat.
Mulutnya langsung menyucup puncak dada Inaya yang berwarna pink. "Ssshhh...pakkk..." Desiran nafsu merasuki tubuh Inaya. Tubuhnya secara otomatis merebahkan diri seiring dorongan pelan dari pak Rahmat.
Lelaki paruh baya itu dengan begitu bernafsu menyedot-nyedot nipple Inaya seperti bayi yang sedang kelaparan. Tangan satunya ia gunakan untuk meremas serta mencubit puting payudara Inaya yang satunya.
Sekitar dua menit pak Rahmat melakukan aktivitas itu. Dia lalu berhenti karena wanitanya itu tak merespon sama sekali dengan perbuatan, hanya sedikit desahan yang keluar dari mulutnya.
Pak Rahmat menegakkan kepalanya menatap Inaya. "Udah kenyang?" ucap Inaya terkekeh melihat kelakuan sang pejantan. Kaosnya kembali diturunkan tanpa mengelap saliva yang tertinggal di dadanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Lendir Di Sekolah
RomanceInaya, seorang guru muda yang baru saja menikah, bertemu kembali dengan pak Rahmat, ayah dari teman masa kecilnya dulu yang pernah merawatnya juga. Pak Rahmat datang menjabat sebagai kepala sekolah di tempat Inaya mengajar. Kedekatan yang dulu perna...