Chapter 3. Melahap Sayang

18.7K 44 0
                                        

Direpost karena dihapus wattpad (lagi). Nggak akan gue repost sampai tamat.
Di karyakarsa gue udah tamat. Bisa langsung download pdf. Cerita isinya 40 part, paling gue up di sini sampai part 10. Lanjutin di KK. Link di bio wattpad.
Ini termasuk cerita best seller gue di KK. 

Chapter 3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 3.

Melahap Sayang

Nggghhh… Pak Tristan, jangan!

Aku menjerit di dalam hati. Aku berusaha keras membuat tubuhku tidak bergetar. Pak Tristan berada di atas tubuhku, telanjang dada. Dia dalam posisi merangkak, setengah menindihku. Kakinya mengangkangi pinggangku. Pinggulnya menungging ke atas, dia memegangi kedua buah dadaku erat sehingga putingku semakin mencuat keras. Ujung lidahnya memainkan puncak putingku, menjilatinya sampai basah. Panggulku mengencang, menolak, tapi pinggang Pak Tristan menghimpitku rapat. Aku membuka mata, tapi dalam kegelapan dia tidak bisa melihatnya. Lagi pula, dia tidak akan tahu karena matanya terpejam.

Bibirku tergigit begitu erat supaya mulutku nggak mengeluarkan suara. Lidah Pak Tristan menggelitiki pentilku terus menerus, membuatku nyaris tak bisa menahan gelinjang. Uuuhhh… rasanya begitu aneh. Menjijikkan, tapi sekaligus menyenangkan. Pak Tristan yang tampan dan gagah sedang berada di tubuhku, menjilati bagian tubuh yang paling tidak kusukai seolah itu adalah sesuatu paling lezat yang pernah dinikmatinya. Dia bahkan mengeluarkan erangan-erangan gemas saat lidahnya menjilati semakin rakus. Bibirnya menguncupkan putingku yang besar, kepalanya berputar-putar memilinnya.

Oh Tuhan… bagaimana ini?

Milikku di bawah sana semakin lembab dan basah. Sesuatu yang keras menimpa dan menekannya. Aku tahu itu apa. Pasti kejantanan Pak Tristan. Anak-anak perempuan suka diam-diam membicarakannya sambil terkikih-kikih geli. Benda yang sepertinya panjang dan keras itu kadang terlihat menonjol di balik celana training yang dikenakannya untuk mengajar. Sekarang benda itu mendesakku.

“Oh… sial…,” raungnya, merasa kurang nyaman. Aku cepat-cepat memejam lagi saat Pak Tristan melepaskan payudaraku dari genggaman eratnya. Dia turun dari atas ranjang ruang kesehatan tempatnya membaringkanku. “Aku pasti sudah gila,” katanya.

Kupikir, dia akan mengurungkan perbuatan jahatnya. Soalnya, habis itu dia menjauh. Beberapa saat kemudian, kelopak mataku merasakan adanya cahaya. Pak Tristan menyalakan lampu yang paling jauh, lalu dia kembali mendekat memeriksaku. Tangannya menyenyuh dan menepuk-nepuk pipiku. “Katya…?” panggilnya. “Katya…? Kamu benar-benar pingsan? Apa yang kulakukan…? Astaga… oh… shit… dia benar-benar tertidur seperti bayi.”

“Tubuhmu indah sekali…,” bisiknya di telingaku. “Maafkan kelancangan saya…, tapi saya cuma manusia biasa… bangunlah… saya ingin mengaku salah….”

Aku baru akan memberanikan diri membuka mata ketika bibir Pak Tristan mengecup pipiku begitu lembut dan tangannya kembali membelai kulitku. Ujung jari jemarinya menyusuri pinggang dan perutku, menari-nari pelan membentuk lingkaran abstrak di seputar pusarku. Sambil meraba naik menemukan daging payudaraku, dia menjejalkan bibirnya ke bibirku dan membuat celah di antaranya. Lidahnya dimasukkan ke rongga mulutku dan menjilat bibirku. Dia mendesah berat, hangat, memuji bibirku, “Lembut… kenyal… manis,” katanya. Dia lantas mengulum bibirku begitu telapak tangannya kembali menggenggam sebelah buah dadaku dan meremasnya. “Mmmhhh… mmmm… mmmhhh….”

Tristan, Jangan!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang