LOF 5

294 172 17
                                    

"Kamu masuk kuliah kan, hari ini?" tepukan pelan di pundak Ivona, menghentikan jemari lentiknya yang akan menari di atas keyboard ponsel guna membalas pesan dari Lala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu masuk kuliah kan, hari ini?" tepukan pelan di pundak Ivona, menghentikan jemari lentiknya yang akan menari di atas keyboard ponsel guna membalas pesan dari Lala.

Ia menoleh mendapati Lidia tepat di sebelahnya, lengkap dengan balutan setelan rapi khas kantoran. Lidia, ibu Ivona bekerja pada sebuah perusahaan manufaktur.

Tidak besar memang, namun gaji yang di beri, cukup untuk menghidupi mereka.

Mengangguk, Ivona menjawab. "Iya Bu, masuk...mungkin sebentar lagi," gadis itu melirik arah jarum jam yang melekat pada dinding rumah.

Benak Ivona, masih melalang buana dengan hal yang tak seharusnya dia pikirkan. Helaan nafas berat, menguatkan diri dari dalam hati, terus Ivona lakukan, tak ada yang mudah persoalan duniawi. Kalimat barusan! tertanam, melekat baik pada dirinya.

Gadis yang tampak tenang menghadapi tiap masalah, terlihat datar tanpa emosi, tak pernah meributkan atau menuntut apapun, entah dari Lidia, pun hal lain, dia! terlalu mengikuti alur, merima semuanya dengan begitu mudah. Terkadang, hanya tersirat sedikit kata kecewa.

Namun, kita! tetap tidak dapat memastikan, menembus hati setiap orang bukan? Yang namanya manusia, pasti bisa merasa lelah. Mungkin tak terjangkau saja dengan kedua netra.

"Ga usah mikirin soal SPP, nanti Ibu coba minta tolong sama atasan Ibu," Ivona hanya menanggapi dengan lengkungan tipis pada bibir.

Usai menata penampilan di depan cermin, ia kembali menghela nafa ringan, sebagai bentuk persiapan guna menghadapi hari usai hampir dua minggu lamanya, tidak menginjak-kan kaki di kampus.

Ivona fokus pada kesembuhan sang Ibu, ia juga berniat menyelesaikan karangan buku yang akan di terbitkan minggu depan oleh pihak penerbit.

Ivona fokus pada kesembuhan sang Ibu, ia juga berniat menyelesaikan karangan buku yang akan di terbitkan minggu depan oleh pihak penerbit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ivona Anindita

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

"Katanya lagi ada rapat Na," kepala gadis yang berbicara itu, celingukan menunggu seseorang.

"Yaudah kalo gitu tunggu di kantin aja," usulan tersebut Ivona lontarkan, lantaran dirinya merasa lapar sedari tadi.

"Ga bisa lah," sewot sang teman, yang tak lain adalah Lala, Karmila, itu separuh dari nama gadis hiperaktif yang telah menjadi teman Ivona sedari PKKBM.

"Kita harus pastiin dulu, nama lo udah ada di daftar anak KKN belum," Ivona meringis pelan kala mendapati Lala mendelik ke arahnya.

"Jadi gimana Ma? Nana beneran ikut KKN kan Ma?"
begitu ibu dari Lala keluar ruangan rapat, anak itu tanpa jeda menanyai segala hal yang berkaitan dengan Ivona, ia merasa malu sendiri.

"Jadi kok, tenang aja" jawaban seadanya itu di berikan Bu Mawar, ibu Lala sekaligus dosen di kampus tempat Ivona belajar.

"Kamu ga bisa kalem dikit ya? kaya Ivona" tanya Bu mawar, melihat tingkah sang putri, bibir Lala tentu saja langsung mengerucut, huh mamanya itu suka sekali mengatakan hal yang tidak perlu.

"Kamu ga bisa kalem dikit ya? kaya Ivona" tanya Bu mawar, melihat tingkah sang putri, bibir Lala tentu saja langsung mengerucut, huh mamanya itu suka sekali mengatakan hal yang tidak perlu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf Tuan..."

"Tidak dulu, saya masi ingin melihat dia."

Pria yang dipanggil Tuan itu, menjawab tanpa menoleh pada sang bawahan, dirinya tengah menikmati setiap pahatan, wajah gadis yang sedari 18 tahun lalu?

Entahlah! ia tidak ingat tepatnya kapan, tapi yang jelas, ia tertarik pada siswi baru berseragam putih biru, kala dirinya akan menaiki kelas 10 saat itu.

Perasaan miliknya tidak pernah berubah, padahal ia pendam terlalu lama, tapi tak sedikitpun reda.

Rasa itu. bak kobaran api abadi pada bagian terdalam lapisan bumi, seolah tak dapat di jangkau sekalipun ingin meredakan.

Di tambah saat ini sang gadis pujaan tengah berdiri tak jauh dari titik terdekat jangkauan kedua netra.

Hanya sebuah privacy glass sebagai pemisah keduanya, dinding kaca pada ruangan khusus untuk mengadakan rapat anggota penting juga petinggi di kampus milik keluarganya.

Hanya sebuah privacy glass sebagai pemisah keduanya, dinding kaca pada ruangan khusus untuk mengadakan rapat anggota penting juga petinggi di kampus milik keluarganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Labyrinth of fateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang