LOF 4

290 176 10
                                    

This part might come across as a little rough, but in a gentle way.

"Fuck, luar biasa Clara," kalimat itu meluncur seperti nyala api, menghanguskan keheningan di kamar yang remang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fuck, luar biasa Clara," kalimat itu meluncur seperti nyala api, menghanguskan keheningan di kamar yang remang. Desahan demi desahan tak pernah gagal menggema di telinga Clara—wanita yang tak pernah merasa lebih dari sekedar bayangan dalam kegelapan. Ia tetap sibuk menggerakkan pinggulnya di atas pria itu, memberikan apa yang dunia sebut kenikmatan, sambil diam-diam meralung dirinya ke dalam hampaan yang kian pekat.

Tersenyum samar, Clara mengangguk pelan, membalas dengan jawaban singkat. "Tentu!" Seakan-akan itu mantra bukan sekedar ucapan. Dan memang benar, ia menikmati—bukan tubuh pria itu, tetapi detik-detik di mana dirinya lupa bahwa ia hanyalah alat, sepotong waktu yang disewakan.

Ketika semuanya usai pria itu bangkit perlahan, kembali merapikan pakaiannya bak seorang raja yang menyembunyikan dosa di balik jas mahalnya. Ia menoleh sekilas ke arah Clara—wanita yang tampak remuk di tengah ranjang lusuh—lalu berkata dingin. "Tuliskan saja nominalnya!" Ucapnya melayang di udara, tajam namun kosong, seperti peluru yang sudah kehilangan daya.

Pria itu melangkah keluar, sepatu pantofelnya berdenting di lantai. Di balik pintu, salah seorang bawahannya menunggu dengan kabar yang seperti racun. "Wanita itu sedang berada di salah satu perumahan elit milik Tuan."

Senyum pria itu terbit, penuh ejekan. "Apakah sampah sialan itu hidup santai, setelah merusak hari bahagia milik saya?" Katanya, sementara asap nikotin melingkari wajahnya, layak aura seorang iblis yang tengah merancang neraka.

Ia terdiam sejenak, mata gelapnya menatap jarum waktu di Rolex-nya, seolah-olah semesta sedang tunduk di bawah jadwalnya. "Biarkan saja. Beberapa waktu ini, kita lihat dia akan bertingkah lagi atau tidak," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

"Atur jadwal saya bertemu rektor kampus, juga para dosen besok," ujarnya tanpa peduli pada apa pun kecuali kendalinya.

Langkahnya yang panjang dan penuh percaya diri membawanya pergi, meninggalkan kamar yang penuh cerita kelam dan kehidupan yang terus berputar tanpa ampun.

Langkahnya yang panjang dan penuh percaya diri membawanya pergi, meninggalkan kamar yang penuh cerita kelam dan kehidupan yang terus berputar tanpa ampun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


───────..๑..───────

"Gimana soal kkn, Na? lo bener-bener ga bakal ikut?" Ivona menelengkupkan wajah nya pada telapak tangan, ia tengah berada di angkringan bersama salah satu teman kampus, saat tak sengaja berpapasan di jalan tadi.

"Gatau, aku bingung, soalnya uang untuk spp juga belum ada La," pening sekali dirinya, ingin tidak memikirkan, malah di paksa untuk memikirkan, bagaimana tidak, ini adalah persoalan menggapai gelar sarjana miliknya.

Ivona mengangkat wajah yang sedari tadi ia telengkupkan saat mendengar helaan nafas berat dari samping, guna melihat sang pelaku,
"Kamu kenapa?" heran Ivona, jelas jelas dirinya yang memiliki masalah, kenapa jadi temannya ini yang tampak melarat.

"Kamu ada masalah juga La?" tanya Ivona untuk kedua kali, mengerutkan dahi saat mendapati gelengan pelan dari Lala temannya. "Terus kenapa?" ck Lala ini menambah beban saja, di tanya malah tidak bersuara.

"Kalau orang nanya itu di jawab Lala, bukan malah geleng-geleng ga jelas," geram Ivona, sedari tadi ia menunggu sang teman berbicara, tapi malah asik menggelengkan kepala saat di tanyakan berulang kali.

"Yaudah, aku pulang dulu, kamu ga ngomong dari tadi," memilih beranjak, lalu menepuk pelan bagian rok yang ia pakai guna membersihkan debu bekas tempat ia duduki sedari tadi.

Ivona menoleh kala mendapati Lala ikut berdiri sembari menggenggam tangannya
"Kenapa lagi Lala?" masih berusaha sabar menghadapi tingkah sang teman.

"Lo marah-marah mulu, padahal gue tu lagi mikir, gimana cara nya ngelonte biar bisa bantu uang kuliah lo na!" ya tuhan, bicara apa Lala ini, mata Ivona juga beberapa orang di sekitar mereka nyaris keluar, saat mendengar pernyataan dari mulut gadis mungil itu, Lala? Kamu sadar tidak?

"Lo marah-marah mulu, padahal gue tu lagi mikir, gimana cara nya ngelonte biar bisa bantu uang kuliah lo na!" ya tuhan, bicara apa Lala ini, mata Ivona juga beberapa orang di sekitar mereka nyaris keluar, saat mendengar pernyataan dari mulut gadis...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ivona Anindita

Labyrinth of fateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang