Part 19. Bertemu Kembali

23.3K 126 10
                                        

Inaya terbangun sambil menggeliat kala sinar matahari menembus sela-sela jendela kamarnya. Menangis cukup lama membuat matanya bengkak dan perih. Hal itu membuat matanya sangat berat untuk terbuka dan akhirnya tertidur pulas.

Dia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Ketika hendak bangkit, Inaya menyadari ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya.

Bara tengah tertidur di belakangnya. Tiba-tiba pikirannya teringat tentang kejadian semalam saat dirinya memergoki suaminya sedang menemui selingkuhannya untuk membahas hubungan mereka.

Mendadak Inaya merasa jijik dengan tangan itu. Dia berusaha melepaskannya, namun gerakan itu justru membangunkan sang suami.

"Enghhh...sayang, udah bangun?" tanya Bara seraya merentangkan kedua tangannya untuk menggeliat.

Inaya melirik tajam. Bara bersikap seperti semalam tidak terjadi apa-apa. Sebuah kamuflase yang sangat luar biasa. Tapi sayangnya itu tidak mempan bagi Inaya yang sudah tahu semuanya.

"Udah," jawab Inaya singkat dengan nada datar. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan memasak.

Bara yang melihat gelagat tak biasa dari istrinya pun heran. "Naya lagi kenapa, sih? Oh, atau jangan-jangan lagi pms kali. Kemarin kan dia bilang lagi datang bulan."

Saat memasak, seperti biasa bara mengisengi Inaya dengan memeluk dari belakang secara tiba-tiba. "Sayang, lagi masak apa?" tanya Bara dengan manja.

Namun saat pipi Inaya hendak dicium, wanita itu melengos. "Capcay," ucap Inaya lagi-lagi hanya seperlunya saja.

"Nay, kamu lagi kenapa, sih? Kok kayak lagi gak mood gitu." Inaya hanya menggeleng. Dalam hati menggerutu. "Kamu selingkuh! Ngehamilin cewek lain, masih tanya aku kenapa?!" batin Inaya kesal.

"Mending mas duduk aja daripada ganggu nanti gak selesai-selesai masaknya." Inaya setengah meninggikan suaranya.

Bara pasrah lalu duduk di kursi meja makan. Dia terus memperhatikan punggung istrinya yang sedang memasak.

Pikirannya terus menduga-duga dengan perubahan suasana hati Inaya yang mendadak begini. "Apa jangan-jangan Inaya tau soal Laras? Ahh, gak mungkin. Tau darimana coba." Bara coba mengenyahkan pikiran yang tidak-tidak. "Pasti karena lagi mens moodnya enggak bagus."

Setelah sarapan pagi yang dilalui dalam diam, mereka bersiap untuk berangkat bekerja. Seperti biasa bara menyiapkan mobilnya untuk mengantar Inaya lebih dulu.

"Ayok, sayang, kita berangkat sekarang. Udah jam tujuh kurang dua puluh menit," ucap Bara sembari mengecek arlojinya.

"Mas berangkat aja langsung ke kantor. Aku berangkat naik motor aja." Bara langsung terdiam. Dia memandangi istrinya itu yang sedang memanasi motornya di dalam garasi.

"Nay, kamu hari ini lagi kenapa, sih? Dari tadi mukanya ditekuk mulu!" Akhirnya kesabaran Bara habis juga. Inaya melirik tajam ke arah Bara. Hanya sepersekian detik lalu memutuskan pandangannya.

"Kamu masih tanya kenapa aku marah, mas?! Kamu punya otak gak, sih!" Inaya menghela nafas dalam. "Enggak papa kok, mas," jawab Inaya pada akhirnya.

"Terserah kamu, lah! Aku capek ngomong sama kamu!" Dengan emosi Bara masuk ke dalam mobil sambil membanting pintu dengan keras.

Dia lalu pergi meninggalkan Inaya yang tampak syok begitu saja. Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Sifatmu gak pernah berubah, mas."

Dengan perasaan yang kacau Inaya pergi ke sekolah untuk melaksanakan rutinitas mengajarnya. Kali ini fokusnya terbagi. Dia masih mendapati nomor pak Rahmat belum aktif.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang