Part 34

436 38 2
                                    

Hillarian sudah menungguku di lobby rumah dengan memakai kaos berkerah berwarna hitam dan celana jeans lengkap dengan sepatu adidas. Dia tersenyum padaku. "Selamat pagi, Moon"

Aku membalas senyumannya. "Selamat pagi, Hill"

Lalu aku masuk ke dalam mobil, terbesit di dalam pikiranku tentang semua cerita yang Patricia katakan. Pintu mobil pengemudi terbuka dan masuklah Hillarian. "Kau siap, Moon?"

"Tentu saja", kataku. "Bukankah itu yang seharusnya aku lakukan? Harus selalu siap?"

Hillarian mengenggam tangan kananku dan mengelus cincin pemberian darinya yang juga sebagai cincin pertunangan. "Terimakasih, Moon, kau sudah mau mengerti soal keadaan yang sebenarnya"

Aku hanya mengangguk. "Lebih baik kita berangkat sekarang"

"Kau benar"

---

Sesampainya di tempat fitting baju, kami berdua langsung disambut oleh desaigner yang membuat baju kami berdua. Dia memperlihatkan sebuah gaun berlengan panjang berwarna putih yang terbuat dari satin. Gaun itu lumayan besar di bagian roknya. Juga, memperlihatkan bagian bahuku. Tidak ada aksesoris apapun di gaun itu, hanya saja di leher manequin nya terpasang sebuah kalung bermatakan batu rubi berwarna biru laut yang lumayan besar, seluruh kalungnya dihiasi dengan berlian.

Hillarian mendekatiku. "That's your wedding gown"

Aku menatapnya. "It's beautiful"

"Lebih cantik lagi kalau kau mencobanya"

Aku tersenyum padanya. "Aku ingin memakainya di hari pernikahanku, untuk membuatku dan kamu dan semuanya terpesona. Aku yakin gaun ini pas denganku"

"Aku juga sangat yakin, Moon". Hillarian mengelus pundakku. "Tinggal seminggu lagi, kau akan menjadi milikku"

Yang awalnya aku baik baik saja sebelumnya, setelah beberapa detik Hillarian mengatakan hal itu, aku jadi tidak baik baik saja. Perasaanku kembali tak karuan. Seminggu lagi.

"Moon?"

"Ya?"

"Apa kau yakin?"

Aku tidak menatap matanya karena aku takut dia akan menangkap jawaban sesungguhnya dari sorot mataku, jadi aku memutuskan untuk melihat gaun pernikahan itu. "Aku yakin, Hill"

"Aku ingin mengajakmu ke Market Place, kau mau ikut?"

Aku belum pernah kesana. Jadi aku menyetujui ajakannya.

---

Market Place adalah tempat dimana masyarakat Finlandia bertemu dalam satu tempat untuk membeli kebutuhan mereka. Aku selalu melewatinya dan tidak ada waktu untuk mampir ke tempat ini. Siang itu, siang dimana jam makan siang berlangsung dan market place sangatlah ramai. Masyarakat Finlandia tidak hanya datang ke restaurant tapi juga beberapa dari mereka membeli sesuatu di pinggir jalan, ada juga yang sedang menyanyi di depan sebuah toko roti. Pemandangan seperti ini tidak aku dapatkan saat di Indonesia, Singapore, atau Amerika. Finlandia memiliki caranya sendiri dalam membuat daya tarik yang tak terlupakan untuk setiap orang. Aku salah satunya, aku jatuh cinta pada Finlandia tentu saja, karena Finlandia adalah rumahku walau banyak sekali drama di dalamnya.

"Kau mau turun?", ajak Hillarian.  "Aku ingin mengajakmu makan siang di kedai yang ada disana"

Aku memperhatikan telunjuk Hillarian yang sedang menunjuk kepada sebuah kedai kecil berbata cokelat. "Tentu saja aku mau. Ayo"

Kami berdua turun yang langsung disambut oleh orang orang disana. Aku hanya memberikan senyuman padanya dan mengucapkan terimakasih karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dan katakan. Kami berjalan menuju kedai kecil itu, tapi sebelumnya kami harus melewati toko roti, aku tidak masalah dengan toko rotinya tapi aku bermasalah dengan lagu yang dinyanyikan musisi jalan yang ada di depan toko roti, dia menyanyikan lagu: Meridians

Aku percepat langkahku dan menunduk saat melewati musisi jalan itu, bukan bermaksud sombong tapi aku tidak ingin tergoda untuk berhenti mendengarkan lagu itu. Hillarian seketika melihat musisi jalanan itu yang sangat aku harapkan dia tidak tahu bahwa lagu itu adalah lagu milik Greyson yang ditujukan untukku.

Aku sangat senang sampai di kedai kecil itu karena aku tidak mendengar nyanyian musisi jalan itu. Kami duduk tepat di samping kaca kedai, setidaknya walau aku masih melihat musisi jalan itu tapi aku tidak mendengar lagunya yang dinyanyikannya. Pelayan memberikan menu pada kami. "Silahkan Tuan dan Miss"

"Kau mau pesan apa?"

Aku melihat nama seluruh menu kedai ini. "Makanan Italia?"

Hillarian tertawa. "Aku sering kesini karena rindu suasana Italia. Aku ingin mengajakmu kesana Moon"

Aku belum pernah ke Italia. Aneh memang tapi itulah kenyataannya. "Kedengarannya Italia begitu mempesonamu ya?"

Hillarian tertawa lagi. "Aku suka berada di tempat tempat yang masih khas dengan kebudayaannya. Italia, Perancis, Yunani, Brazil, dan lainnya semuanya mempesona. Disini hanya ada kedai Italia jadi aku sering kesini. Ada sih kedai Perancis tapi tidak begitu membuatku terasa seperti di Perancis yang asli, kau tahu kan maksudku?"

Aku tentu saja tersenyum. "Tentu saja. Kau lucu, Hill"

Wajahnya seketika memerah sedikit. "Aku senang melihatmu tersenyum"

"Jadi, apa yang rekomendasi disini? Aku ikut dengan apa yang kau pesan saja"

"Okay". Hillarian memanggil pelayan kedai. Selagi dia berbicara dengan pelayan kedai, aku memperhatikan musisi jalanan itu lagi yang sangat mengangguku karena mataku ingin sekali melihat ke arahnya. Aku tidak tahu lagu apa yang sekarang dia sedang nyanyikan, aku seperti ingin keluar dan mendengarkannya tapi aku menahan diri untuk melakukan itu. "Moon?"

Aku berbalik menatap Hillarian.

"Apa yang sedang kau lihat?"

"Musisi jalan yang ada di seberang sana", kataku pelan dan sangat ragu. "Kau menyukai musik, Hillarian?"

Hillarian menataku kaku, dan seketika membuatku menyesal. "Tentu saja, Moon. Kenapa tidak?"

Aku tersenyum.

"Lagu yang di nyanyikan musisi jalanan itu membuatmu ingat padanya?"

Dingin menjalar ke seluruh badanmu. Keraguanku terjawab. Hillarian tahu lagu itu. "Tidak"

"Aku percaya padamu, Moon". Hillarian meraih tanganku yang berada di meja lalu mengelusnya. "Aku tidak akan memaksamu untuk melupakannya"

"Hill, stop". Aku menarik nafasku. "Aku tahu semuanya dari Patricia. Aku sangat berterima kasih karena telah menjaga Ibu selama aku tidak ada disini, tapi Hill, aku tahu kau orang baik, kau sayang kan padaku?"

"Melebihi apapun, Moon"

"Tolong aku"

"Moon, bagaimana mungkin aku bisa melepaskan orang yang aku cintai sejak umur lima tahun kepada seseorang yang baru dikenalnya beberapa bulan?"

Aku terpaku.

"Aku menunggumu, Moon", ujarnya pelan. "Perjuanganku begitu besar untukmu lebih dari perjuangan Chance untukmu. Tolong kau sadar akan itu"

[ BOOK 2 ] - D I V E | Greyson ChanceWhere stories live. Discover now