33

48.7K 1.1K 51
                                    

Aku tidak menjual karyaku dalam bentuk pdf ya teman-teman, aku juga tidak mengizinkan siapapun untuk membuat karyaku menjadi bentuk apapun termasuk pdf. Terimakasih.

Garis kita bersinggungan, namun hanya sementara. maybe in another life kita menjadi sungguh bukan hanya sekedar singgah.

---

"Ma"

Aneska menyalim mamanya namun Ia terkejut ketika mamanya tiba-tiba menarik tangannya menuju ruang tamu.

"Nanti bicaranya sopan" Rani-mama Aneska, menahan perempuan itu sebelum menuju ruang tamu. Rani memang sudah menunggu Aneska sedari tadi didepan pintu utama.

"Emang siapa ma?" Tanya Aneska sambil mengintip ruang tamu.

"Sttt, pelan bicaranya. Dia Bos utama papa, Torrez Wijaya, mama dan papa gak tau kamu ada masalah apa sama Pak Torrez sampai dia mau ketemu langsung sama kamu. Nanti setelah semua selesai, jelasin sama mama dan papa"

Aneska berkedip polos menatap mamanya, Torrez Wijaya, Wijaya? tidak asing. Aneske mengerutkan keningnya mengingat nama yang familiar dikepalanya.

Gavin Wijaya, Wijaya?

Wait-

Gavin?

Jadi itu kakek Gavin?

Ia kembali mengintip ruang tamu, terdapat papanya dan pria tua yang duduk berhadapan di sofa dengan meja sebagai pembatas. Pria tua itu memang memiliki paras wajah yang sangat mirip dengan Gavin.

Aneska membulatkan matanya, Ia teringat pada mansion besar yang ada di tengah hutan. Apa jangan-jangan pria itu marah karena Gavin membawa dirinya ke wilayah pribadi miliknya?

atau kerena-

"Adek? heh! malah melamun, udah kamu kesana"

Aneska menatap mamanya lalu berdehem pelan, memantapkan hatinya. Baiklah tenang Aneska, kamu bisa. Ia berjalan pada sofa yang ada. Tersenyum pada papanya kemudian menyalami papanya tidak lupa ia juga tersenyum pada pria yang sudah berusia 60 tahun didepan papanya, dengan inisiatif ia juga menyalami pria itu.

Dewa-papa Aneska mengelus surai putrinya bangga, ia membawa Aneska duduk di sebelahnya.

"Tinggalkan kami"

"ah? Ya pak?" Tanya Dewa tidak yakin mendengar ucapan bos nya itu.

"Kau tinggalkan kami" Ucapannya pada Dewa secara langsung.

Dewa tersenyum kikuk, ia menatap putrinya yang sama terlihat bingung.

"T-tapi pak?"

"Kau melawan?"

"Oh- tidak-tidak, Baiklah haha. Adek, baik-baik ya" Ucap dewa sebelum meninggalkan ruang tamu.

"Awasi mereka" Ucap Torrez pada dua pria berbadan kekar yang sedari tadi berdiri dibelakangnya.

Aneska menatap pria itu "Kau pasti sudah tau siapa namaku"

Aneska mengigit bibir bawahnya kemudian mengangguk. Kedua tangannya menyatu, saling menggenggam di atas pangkuannya. Dirinya masih lengkap menggunakan seragam, bahkan tas miliknya masih bertengger dipunggung nya.

Jantungnya mulai berpacu cepat, apalagi pria didepannya seakan membangun tembok permusuhan.

"Yah... tidak perlu basa-basi, tinggal kan Gavin"

Aneska membulatkan matanya, semua seakan berhenti.

apa?!

"M-mak-"

"Kau pasti paham" Torrez menaikan kaki kirinya dan memangku diatas kaki kanannya.

"Jika kau mengabulkan permintaanku apapun akan ku kabulkan, Semua mudah. papamu? papa mu akan dipindahkan pada perusahaan di ibu kota, kakakmu? kakak mu yang sedang di aussie akan langsung bekerja sebagai manager, mamamu? mamamu sedang membuka usaha toko kue bukan? aku bisa mempromosikan toko ibumu dan kau, apa yang kau inginkan? perhiasan? mobil? uang? sebutkan saja nominalnya. Apapun itu akan ku kabulkan asal kau sepakat meninggalkan cucuku?"

Torrez berucap panjang, seakan sudah mempersiapkan kata-kata yang tidak ada keraguan disetiap ia berucap.

Ingin sekali Aneska menjatuhkan rahangnya, pria tua didepannya sangat-sangat mudah mengucapkan segalanya. Aneska saja tidak berani bermimpi akan hal-hal seperti itu.

Aneska berdehem pelan, ia merasakan ponselnya bergetar menandakan ada pesan yang masuk namun ia abaikan.

"Apa tujuan anda meminta saya menjauhi Gavin?"

Torres menarik sebelah senyum kirinya beserta alis kanannya, persis seperti Gavin. Ia mengambil sebatang rokok didalam sakunya kemudian menghisap setelah membakar dengan pematik. Menarik kemudian membuang asapnya sembarang.

Ingin sekali Aneska menjauh namun ia tidak berani bergerak.

"Anak itu.." Jeda Torrez, ia menatap kearah lain lalu menghisap kembali tembakau itu. Wajahnya mengeras, sangat ketara di mata Aneska.

"Ia hampir membunuhku hanya karena menyebut namamu"

Seakan tersambar petir, tangan Aneska menutup mulutnya. Ia membelalak sempurna, tidak mungkin Gavin melakukan hal seperti itu pada kakek yang notabene adalah keluarganya. Aneska sekaan kehilangan semua kata-kata dikepalanya.

Ponselnya yang sedari tadi bergetar karena pesan masuk sekarang berubah menjadi panggilan masuk.

Apa yang harus Aneska lakukan?

tbh
____

Gak ada yang bilang cerita ini sad ending, jangan berspekulasi jelek ya. see u guyss

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang