01 ; Gak Selamanya Kebahagiaan Mampu Diberi Dengan Uang

273 38 3
                                    

DILARANG MENCOPY PASTE KARYA INI!

BOBOIBOY ADALAH MILIK MONSTA DAN SAYA HANYA MEMIJAMNYA SAJA!

GA SUKA? SKIP!
VOTE, KOMEN, FOLLOW, SHARE!

-----

Drap..

Drap...

Drap..

"Masih belum pulang juga, Gem?" Tanya seorang pemuda dengan kaos biru tua dan celana hitam pendek yang baru saja turun dari kamarnya.

"Belum, Kak." Sahut sang adik yang sedari tadi asik menonton televisi, walau hatinya penuh dengan kegelisahan.

"Udah coba lo telpon?" Tanya pemuda itu–Taufan Arvino Forger.

"Dia gak ngomong apa–apa sama lo kaloh mau lembur di kantor?" Tanya Taufan lagi.

"Nggak, Kak. Dia cuman ngomong katanya ada urusan di kantor, mangkanya izin pulang lebih cepet sama guru piket pas disekolah," Jelas Gempa Akbara Forger pada Taufan, karna memang Taufan tidak masuk sekolah hari ini, bukan karna sakit, tapi karna ada pertandingan skateboard disekolah nya, dan kebetulan dirinya lah yang menjadi perwakilan dari sekolahnya.

"Haissss, Kak Iann tuh emang demen banget ya bikin adeknya khawatir mulu, padahal dia ga pernah sendirian disini, masih ada kita, Opa sama Om Yuri yang bisa bantuin dia di perusahaan tapi dia masih aja kekeh ingin mengurus nya sendirian,"

"Padahal kan, Kak Iann juga masih remaja labil kayak kita semua. Seharusnya dia juga ikutan nikmati masa remaja dia, bukannya ngurusin dokumen kantor perusahaan," Lirih Taufan lelah dengan sikap Kakaknya yang terlalu keras kepala dan mandiri.

"Gue tau, Kak. Tapi kita juga percuma ngomong kayak gitu sama, Kak Iann ga bakalan di dengerin dia juga," Ucap Gempa seraya duduk disamping Taufan yang sekarang fokus dengan handphone miliknya.

"Kaloh kayak kata pepatah tuh gini, Bar, semakin dilarang semakin dilanjutin," Kata Taufan.

Gempa tersenyum singkat mendengar nya. "Iya, sama kayak lo dan Blaze yang hobinya bolos terus disekolah!" Ujar Gempa lalu mencubit keras pinggang Taufan.

"Aduh, duh! Oyyy Gemm sakit tauuuu jangan di–aduhhh!!" Ringis Taufan kesakitan. "Iya deh iya, ampun cuman sekali itu aja deh bolos!" Ujar Taufan saat Gempa sudah melepaskan cubitan mautanya.

Sementara itu, Gempa hanya bisa mendengus kesal. "Palingan juga–" Ucapan Gempa terhenti saat Taufan mendekatkan wajahnya pada wajah Gempa lalu berkata. "Tapi boong wleee!" Ucap nya dengan senyuman menjengkelkan lalu berlari pergi meninggalkan Gempa yang sudah amat naik pitam dengannya.

"KAK TAUFAN ARVINO FORGER! SINI GAK LO!!" Geram Gempa lalu berlarian mengejar Taufan yang cekikan tidak jelas.

Sementara itu, jauh di area dapur keempat saudara mereka sedari tadi menyaksikan aksi kedua orang tersebut dengan tatapan melongo.

"Bukan, Kakak gue sumpah," Ucap Solar cengo.

"Kakak lo, Ice?" Tanya Blaze pada Ice.

"Ga, gue anak sulung disini," Jawab Ice datar.

"Mereka kenapa? Ga pusing apa ya keliling–keliling ruang tamu terus?" Tanya Thorn saat melihat dua Kakak nya itu yang tidak berhenti mengelilingi meja ruang tamu.

.

.

.

"Lin?"

"Hm?"

"Masih lama?"

"Gak. Tinggal 10 berkas lagi udah itu selesai." Sahut Halilintar yang masih berkutat dengan laptop miliknya.

Sementara itu–asisten pribadinya, Glamora Lily Argantara menghela nafas lelah melihat Halilintar yang tak kunjung selesai.

Hening melanda mereka. Kedua insan itu sama–sama diam. Halilintar yang sibuk dengan laptopnya dan Lily yang sibuk dengan dokumen perusahaan.

Tik..

Resss!

"Hujan." Ucap Lily saat melihat hujan yang turun dengan derasnya diluar kaca perusahaan.

Lily menoleh ke arah Halilintar yang masih saja fokus dengan laptop miliknya. "Lo ga mau pulang, Lin? Hujannya deres banget, nanti kaloh adek–adek lo khawatir gimana?" Tanyanya.

"Tanggung, Liy, dikit lagi selesai." Balasnya.

"Lo mah dari tadi ngomongnya gitu terus, udah berapa lama lo duduk disitu, hm?"

"Pulang aja Lin, gue yakin adek–adek lo khawatir banget sama lo, lo ga boleh kayak gini terus. Gue tau lo ngelakuin ini semua karna adek–adek lo tapi, adek–adek lo juga butuh lo, lo ga sendirian disini, Lin."

"Gak selamanya harus lo yang nanggung ini semua. Dengerin apa kata gue, Lin."

"Hhhh... Tapi gue gak mau ngerepotin orang lain, Liy. Masalah gue tetep jadi masalah gue gak perlu ada orang lain yang ngebantuin gue."

"Gue ngeliat adek–adek gue seneng aja udah bikin gue bahagia."

"Seneng karna uang yang lo kasih ke mereka, iya?" Tanya Lily yang membuat Halilintar terdiam. "Denger Lin, gue juga remaja sama kayak kalian, gue juga seneng banget kok kaloh misalnya orang tua gue selalu ngasih gue uang, tapi disatu sisi gue juga mikir Lin, kaloh misalnya kebahagiaan gak cukup dengan uang aja. Gue juga butuh kasih sayang dan perhatian dari orang tua gue. Gitu juga adek–adek lo,"

"Lo tau kan? Kalian udah gak punya orang tua. Itu artinya kalian udah kehilangan sosok orang tua kalian, sosok yang mampu memberi semangat, kasih sayang dan perhatian ke kalian itu udah gak ada. Dan karna lo, Kakak mereka, jadinya cuman di elo aja mereka bisa dapetin itu semua, tapi lo nya aja kayak gini, gimana mereka mau dapetin itu semua dari lo coba?"

"Dari, Taufan? Iya? Gue tau Taufan juga Kakak mereka tapi Taufan juga butuh kasih sayang Kakak nya disini. Balik, Lin. Adek–adek lo butuh lo." Kata Lily.

Halilintar terdiam sejenak. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ucapan Lily tadi namun...

Terus gue apa Liy? Gue harus nyari perhatian dan kasih sayang sama siapa? Gue gak punya Kakak, gue anak pertama disini. Sejak kecil gue udah harus dewasa sebelum waktunya, gue dipaksa dewasa oleh waktu yang gak tepat. Tanggung jawab gue terlalu banyak untuk gue pegang.

Gue bukan anak remaja yang manja yang apa–apa harus mengandalkan Opa atau Om Yuri, mereka punya keluarga sendiri yang harus mereka urus. Gue gak mau ngerepotin mereka.

Biar gue yang urus semuanya. Biar gue yang urus gimana susahnya gue selama ini. Mereka cukup ngeliat bagian bahagia nya aja gak perlu ngeliat bagian sedihnya.

–TBC–

Allooo yok vote sama komen banyak banyak dicerita ini biar lanjut!!

@AqueeneIntan.

Until Death Comes | HalilintarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang