Di pojok meja terdapat tempat alat tulis. Asyela kembali mengubek-ubek isinya. Sebuah kertas kecil seperti id card jatuh dari sana. “Kartu identitas?”
“Laksana Bagaskara A, sebagai Divisi IT Perusahaan—”
Kriet.
“Syel--”
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Lima belas menit berlalu, kedua sejoli dalam ruangan itu tidak ada yang berniat membuka suara terlebih dahulu.
Asyela dengan segala egonya dan Laksana yang nampak kikuk seperti seseorang yang telah kepergok melakukan suatu kesalahan.
Laksana memejamkan matanya, hembusan napas kasar terdengar. “Aku bisa jelasin, Syel,” cicitnya pelan menatap Asyela yang menekuk wajahnya.
Tidak ada sahutan dari Asyela, membuat Laksana beringsut ke samping gadis itu. “Aku jelasin, ya?” Asyela menepis tangan Laksana tatkala pemuda itu berusaha menggenggam tangannya.
“Foto itu aku yang potret langsung di lapangan tempat kamu main basket. Maaf, aku nggak izin dulu,” jelas Laksana yang tak membuat Asyela merasa puas.
“Ngapain kamu ngefotoin aku?” Asyela bertanya. “Pertandingan basket aku di foto itu, kita belum kenal sama sekali. Bahkan ketemu aja nggak pernah.” Dagunya menunjuk bingkai foto di depan mereka yang menjadi akar permasalahan.
Asyela merasa aneh dengan gerak-gerik Laksana yang terlihat mencurigakan dalam beberapa kejadian terakhir. Foto dirinya yang pemuda itu potret diam-diam, terjadi saat liburan semester awal kelas sepuluh.
Tatapan Asyela yang mengintimidasi membuat Laksana membuang pandangannya ke sembarang arah. “Kamu jadi penguntit aku, kan?” Asyela memicingkan matanya.
“Enggak!” bantah Laksana tegas. “Ngapain aku jadi penguntit? Kayak nggak ada kerjaan aja.”
“Ya, terus ngapain kamu foto aku diam-diam? Pake segala dipajang di meja kerja. Ruangan siapa ini sebenarnya?” Asyela menyapu pandangan sekitar.
Alih-alih takut, Laksana malah tersenyum miring di sana. “Aku disuruh om-om CEO perusahaan ini buat jadi penguntit kamu,” bisiknya membuat bulu kuduk Asyela meremang.
“Katanya om-om CEO suka sama kamu. Dia mau ketemu kamu buat main basket bareng. Kalau menang, mau dinikahin katanya.”
Plak!
“Nggak lucu Laksana! Kalau ngomong serius dikit kenapa, sih? Nggak semua hal bisa dibuat becandaan!”
Laksana meredakan tawanya. “Iya-iya maaf. Tapi itu ada yang benar, kok. Soal CEO perusahan ini yang mau ketemu kamu, kayaknya dia tau kamu jago main basket. Mau dijadiin model iklan kali?”