Prolog

23 2 0
                                        

Happy reading 🌹








Rasa kesal itu selalu di rasa saat ingin yang tak bisa jadi nyata. Menyalahkan takdir akan segala yang menimpa dan gila karena delusi yang tidak di perkuat dengan fakta-fakta yang ada. Kita manusia selalu mau di mengerti tanpa mau memahami situasi.

Terkadang apa yang ada, tidak seperti kelihatannya. Semua tampak indah bila melihat cerita hidup orang lain, membandingkan pada kehidupan diri sendiri yang tampak suram tanpa warna selain hitam saja.

Sulit di mengerti jalan hidup ini yang telah di tentukan sang takdir, banyak yang ingin merubah takdir hidupnya, namun sekuat apa pun perubahan, semua akan kembali ke awal di mana harapan hanya sekedar angan-angan yang belum menjadi nyata.

Tertampar oleh ilusi yang di pelihara oleh diri sendiri, hingga jauh dari kata bahagia yang di nanti.

Rahayu Indah Pratama. Perempuan dewasa yang satu tahun lagi menginjak angka tiga puluh, usia yang sangat matang bagi perempuan  untuk menikah dan membina keluarga, sebagai mana teman-teman sebaya nya.

Namun lihat lah, ia yang masih nyaman akan kesendirian nya, mengabaikan omongan tetangga yang tak pernah absen menanyakan kapan menikah, seakan jika dia tidak menikah secepatnya ia tak akan pernah bahagia.

Itu pemikiran kolot menurutnya. Dia bahagian akan hidupnya sekarang, meninggalkan zona nyaman yang baru di rasa nya sekarang sangatlah berat, baru saja lepas dari beban dan merasakan yang namanya bebas, mana mungkin dia mau terjerumus pada lingkaran sama untuk waktu dekat ini.

Bukannya tak mau menikah, hanya saja untuk sekarang biarkan dirinya bahagian dengen versi nya sendiri.

Tapi seorang wanita paru baya yang melambaikan tangannya di sebrang sana membuat ia menoleh ke handphone yang memang sendari tadi berdering di samping tempat duduknya.

Meletakkan telur gulung terakhirnya di meja dan menyambar handphone, mengangkat panggilan, yang tertera nama Ibu di layar handphone nya. Menatap lurus ke depan tepat pada Ibu di depan sana, mereka hanya terpisah kan oleh jalan raya, di mana mobil dan motor berlalu lalang sangat ramai pada malam ini.

"Kurang ajar kamu, sini nyebrang Ibuk mau bicara."  Karena perintah yang tak terbantahkan itu, dia berjalan malas ke sebrang, tanpa melihat kiri dan kanan lagi, dengan pikiran yang entah ke mana.

Sekilas dia mendengar pekikan cempreng yang sangat di kenalinya, sebelum matanya  memberat dan semuanya gelap. Sayup-sayup dia mendengar Ibunya berkata hal yang sangat membuatnya kesal. "... Yu Rahayu, jangan mati dulu, siapa yang bayar uang sekolah adik-adik kamu Yu bang...."

Mungkin mati lebih baik dari pada menjadi alat pencari uang untuk adik-adik yang Ibunya maksut. Bukan nya Rahayu jahat tak ingin membantu keluarga, tapi jujur Rahayu lelah mengadaikan kebahagiaan nya demi anggota keluarga yang setiap tahun bertambah banyak dan hanya dirinya yang mencari uang, yang lain bekerja namun uangnya untuk mereka pribadi, berbeda dengan nya.. Aaa sudah lah yang terpenting dirinya bebas sekarang.

Selamat tinggal 15 adik dari ayah yang berbeda.

Itu adalah pemikiran sebelum Rahayu mendapatkan kedamaian yang menjadi keinginan nya.

Tapi lagi dan lagi takdir sialan mengikutinya. Bukanya kedamaian yang ia rasakan tapi hal aneh yang tak di mengerti akal sehatnya lah yang dia alami. Di berada di anta berantah setelah membuka mata. Awalnya dia berpikir ini surga atau neraka, tapi ternyata salah, ini benar-benar seperti dunia nyata dimana manusia bernafas dan beraktivitas selayaknya manusia hidup lain nya.






Terimakasih yang sudah mampir jangan lupa vote dan komen nya ya🙂

See U Next Chapter🦋

Change Of Destiny Where stories live. Discover now