20

57 9 10
                                    

JANGAN LUPA VOTE DULU WEEEH
JANGAN MENJADI SILENT READER ☝️
.
.
.
"Perempuan. Tidak boleh ada menyakiti mereka" -Neithen

◖⁠⚆⁠ᴥ⁠⚆⁠◗

Sminggu setelah berada di ruang perawatan, Nara akhirnya bisa pulang. Tubuhnya sudah kembali normal, hanya bagian lengan yang masih sedikit kaku karena luka di punggungnya masih belum kering.

Selama itu pula ia tidak memasuki kampus. Juga tidak melihat Neithen tentunya. Bahkan untuk sekedar kunjungan pun tidak. Arthur sudah melarang siapa pun untuk mengunjungi anaknya. Hanya Mesya satu-satunya orang yang Arthur izinkan untuk menjenguknya. Gadis itu hampir setiap hari menjenguk, sepulang dari kampus.

Yang sama sekali belum menjenguknya adalah Nesta dan keluarga. Lelaki itu sudah seperti ayam ingin bertelur, tidak bisa duduk tenang. Setiap harinya selalu mencari cara untuk bisa menemui Nara, namun halangan selalu datang entah dari mana pun. Raden yang melarang, atau sampai di rumah sakit Arthur justru memintanya kembali pulang.

Sialan! Nestapa hampir frustasi. Perbuatannya kali ini benar-benar merugikan. Sekarang ia tahu bahwa Arthur memang sekeras itu, bahkan sekarang Nara dilarang ketat untuk bertemu dengannya. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Neithen juga dilarang untuk bertemu dengan Nara? Kenapa? Apa yang sudah dia ceritakan pada Arthur? Nesta berpikir.

Selama penyembuhan cederanya Neithen juga tidak memasuki kampus. Itu artinya mereka sama-sama tidak memiliki kesempatan untuk bertemu. Neithen bukan tidak ingin mengetahui kabar gadis itu, namun ia menepati janjinya pada Arthur untuk tidak mengganggu anaknya lagi. Mungkin tidak hanya masa perawatan Nara, tetapi juga ketika mereka kembali ke kampus.

Masih banyak kata yang belum terucap, ada rasa yang belum terungkap, namun waktu tidak memberikan kesempatan itu. Kemungkinan kecilnya belum.

Sore hari Nara dan keluarga tiba di rumah. Baru saja kembali, Arthur sudah gatal ingin mengeluarkan banyak pertanyaan. Masalah ini membuatnya tidak mengerti apa pun. Dua orang dengan dua cerita yang berbeda. Entah Neithen atau Nestapa, Arthur tidak tahu di mana kebenarannya.

Dalam anggapan Arthur, Neithen adalah penyebab, tapi bukan pelaku. Karena lelaki itu yang sudah membuat anak gadisnya jatuh hati. Tidak ada yang mustahil jika Nara nekat untuk menemuinya, dan terjadi keributan seperti yang Neithen ceritakan. Sementara Nestapa, dalam anggapan Arthur dia hanya seorang teman seperti yang Nara katakan.

Lalu bagaimana dengan pesan yang dibacanya? Di sana tertera jelas nama Nesta dengan pesannya yang amat memaksa Nara untuk keluar. Arthur masih berpikir akan hal itu.

"Kasih," panggil Arthur, menghentikan langkah Nara yang hendak menaiki tangga dibantu sang mama.

Nara menoleh, begitupun dengan Rena.

"Boleh Papa bicara sama kamu?" Arthur bertanya, amat hati-hati menahan diri.

"Mas, biarkan Kasih istirahat dulu. Bicara jika dia sudah kembali pulih." Rena berkomentar. Arthur setuju, menganggukkan kepalanya.

Nara yang masih tampak lesu itu diantar Rena ke kamarnya. Di sana ia langsung beristirahat di atas tempat tidur, dan Rena kembali keluar kamar.

Keesokan pagi tubuh Nara sudah kembali berenergi. Ia juga sudah rapi dengan pakaian yang sedikit berbeda dari biasanya. Pakaian yang dikenakannya hari ini cukup simpel dan terlihat sederhana. Menggunakan rok setengah betis, dipadu dengan blouse cantik yang terdapat tali yang diikat di bagian leher. Tidak begitu buruk dikenakan olehnya yang memiliki tinggi 155 centimeter saja. Merupakan tinggi yang ideal untuk seorang wanita Indonesia. Ditambah warnanya yang tidak mencolok, sangat berpadu dengan kulitnya yang putih.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang