✮⋆˙

Jakarta, Indonesia
Mid May 2026

"Giandra Soerjapranata?"

Giandra dan Farhan yang baru berjalan menuju lobi bawah pun menghentikan langkah mereka berdua. Mata mereka dapat menangkap sosok seorang lelaki misterius pemilik sumber suara. Lelaki tersebut mengenakan pakaian serba hitam dan jaket kulitnya memberikan kesan mengintimidasi. Mata Giandra melirik ke mobil sedan pabrikan Mercedes-Benz yang terparkir di depan lobi gedung Forest Green dengan seorang sopir yang menunggu di luar.

"Ya, dengan saya sendiri."

Farhan tak mengedip, namun ia mendekatkan kepalanya dan berbisik pada Giandra. "Ini orang yang mencarimu, Kak."

Giandra kembali menatap pria tersebut dengan perasaan curiga. "Apakah ada yang salah?"

"Anda harus ikut saya. Kehadiran anda sedang dinantikan oleh bos saya." Lelaki berjaket kulit tersebut memintanya dan Giandra menatapnya dengan datar.

Sayangnya, ia tahu pasti kalau sampai Giandra tak merespon, lelaki ini akan kembali ke kantornya untuk mencarinya. Kemungkinan terburuk, ia akan dibawa paksa saat bekerja atau diculik di tengah jalan.

"Han, aku duluan, ya."

Telinga Farhan tak salah dengar. Sayangnya Farhan tak dapat berbuat apapun saat melihat Giandra yang harus berjalan bersama pria (yang ia curigai sebagai bagian dari TNI) menuju mobil sedan yang terparkir di lobi.

Beberapa menit setelah menerobos kemacetan Jakarta, Giandra dan lelaki tersebut sudah sampai di salah satu restoran mewah yang menyajikan bekicot, anggur, dan bistik khas Prancis. Mereka turun lalu berjalan menuju ruang makan pribadi dan mendapati seorang Raka Purnomo yang mengayunkan gelas anggurnya. Raka yang sedang berbincang bersama sekretarisnya pun langsung berdiri untuk menyambut kedatangan Giandra.

"Akhirnya kamu datang juga!" sapa Raka dengan penuh antusias. Raka memandang wajah Giandra yang tampak cantik dan tersenyum secara spontan.

Giandra mengangkat alisnya dan melirik seluruh ruangan privat tersebut. "Ini ada apa, ya, Pak?"

"Saya ingin mengundangmu untuk makan malam, namum ajudan saya membuat semuanya tampak seperti acara yang resmi dan penting." Raka menjawabnya dengan perasaan antusias dan menarik kursi untuk Giandra dengan perlahan. "Silahkan."

Sekarang Giandra malah bingung dengan situasi yang terjadi dan ia memilih untuk duduk. Seorang pelayan masuk ke ruang pribadi dan menawarkan Raka untuk menambah pesanan.

"Ah, saya ingin menambah pesanan," ucap Raka yang dimana ia malah memandangi Giandra yang duduk di hadapannya. Raka tahu bahwa Giandra tidak akan memesan, jadi ia akan memilihkan menu untuk wanita yang hari ini menjadi tamunya. "Untuk tamu saya, tolong pesankan tar cokelat dan teh."

Aku belum makan sejak jam makan siang karena emergency meeting—bahkan rice bowl-ku harus aku berikan ke Farhan karena aku tidak sempat memakannya. Sungguh, seharusnya sekarang aku sudah makan malam sama Mba Yaya atau Kak Nicky dibandingkan ke sini. Giandra hanya mengernyitkan kening sembari membatin saat mendengarkan Raka yang memesankan ia kue.

Saat pesanannya datang, ia mengambil satu suap tar cokelat dengan perasaan malas. Sebenarnya enak. Namun, ia merasakan dirinya tidak bernafsu untuk menghabiskan potongan tar cokelat—yang merupakan pencuci mulut khas dari restoran Prancis tersebut. Sementara Raka hanya memandangnya penuh kekaguman.

"Kamu lebih sibuk bekerja di start-up dibandingkan fokus menulis atau mengikuti kompetisi menembak, ya?" Raka mencoba untuk mengkuliti Giandra saat wanita itu sedang meminum tehnya. Sebelum menyuruh ajudannya membawa Giandra dari kantornya, Raka sudah mencari informasi soal Giandra dari Si Sekretaris Kepercayaan.

"Sekarang aku cukup nyaman kerja kantoran nine-to-five." Giandra menjawab dengan sopan.

"Kamu juga tidak muncul ke acara-acara pamanmu?"

"Aku tidak datang ke semua acara kenegaraan."

"Seharusnya kamu lebih banyak tampil di publik. Tentu saja selain menerbitkan tulisanmu."

"Seharusnya, tapi untuk sementara aku tidak tertarik."

Sebenarnya Raka menyayangkan saat melihat Giandra yang terkesan menyembunyikan dirinya sendiri. Reputasi Giandra selalu bagus dan ia ingin melibatkan Giandra dalam banyak agendanya. Ya, aku akan melibatkanmu lebih banyak hingga kamu tak terpisahkan dariku dan membuatmu berpikir untuk menjadi simpanan atau istri keduaku, Giandra. Raka membatin dengan penuh kelicikan.

"Jadi Giandra ...," gumam Raka sembari menatap Giandra dengan perasaan antusias karena Raka sedang berada dalam mood yang bagus. "Saya bersama Bu Maudy berencana untuk membuat semacam book fair. Kamu pasti familiar dengan event Frankfurt Book Fair dan saya harap kamu memiliki keinginan yang sama untuk mendukung proyek ini. Pengaruhmu kuat di dalam dan luar negeri serta kamu vokal untuk hal yang menjadi minatmu. Kamu boleh memikirkan keputusanmu dan bisa sampaikan padaku di pertemuan selanjutnya—saya bisa mengaturnya untukmu."

Benar-benar di luar ekspektasi. Lelaki ini membicarakan soal proyek yang kemungkinan menarik minat masyarakat global. Pertumbuhan literasi di Indonesia memang bertumbuh pesat dan banyak penulis muda dari Indonesia yang mulai berani menulis dengan hal yang menjadi ciri khas mereka. Sebenarnya Giandra menilai niat Raka memang baik. Namun, ia memiliki prioritas lain untuk saat ini.

Tak perlu berpikir panjang, Giandra langsung menaruh sendoknya di piring. "Tidak. Saya sudah meraih banyak hal dan berpartisipasi untuk proyek book fair di Indonesia benar-benar bukan hal yang saya lakukan—masih banyak penulis dan penerbit yang sekiranya bisa memberikan dukungan lebih besar dibandingkan saya."

Bukan pesan yang diabaikan seperti sebelumnya. Namun, sebuah penolakan yang berada tepat mukanya benar-benar membuat Raka seperti ditampar dengan keras. Sementara Tio, sekretarisnya, mulai menunjukkan pesan pada Raka melalui ponsel dan lelaki itu langsung mengubah raut wajahnya.

"Maaf Giandra, saya harus pergi. Kita akan bertemu lagi." Raka berpamitan sembari mengusap bahu Giandra yang saat itu mengenakan kemeja dari brand lokal dan memastikan Giandra menatapnya. "Kamu cantik hari ini. Terutama dengan pakaian ini."

Begitu Raka dan rombongannya pergi meninggalkan Giandra di ruang makan pribadi, Giandra mulai merasa jijik dan lapar. Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Matanya memandangi interior ruang makan pribadi dengan perasaan malas.

TBC

Published on August 6, 2024

nas's notes: terima kasih sudah mampir! yuk kalo ada pertanyaan boleh drop di reply yaaaas! thank youuuu <3

The InheritanceWhere stories live. Discover now