BAB 9

59.3K 4K 227
                                    

Narendra berhenti berjalan saat matanya menangkap sosok Allister yang duduk di kursi koridor depan kelas mereka. Paham akan maksud keberadaan Allister di sana, Narendra mengambil tempat di samping temannya itu.

"Lo ada hubungan apa sama Amora?" tembak Allister langsung begitu Narendra duduk.

"Kemarin di Swiss gue sering ketemu sama dia," jawab Narendra kalem.

"Dan sekarang lo jadi deket sama dia?" nada tidak suka kental sekali dalam perkataan Allister.

"Hm, gue bantuin dia waktu jatuh dari kuda. Part of my fault, jadi gue agak merasa bersalah," jelas Narendra seadanya.

Allister mendengus, "Lo nggak lupa siapa dia, kan, Ren?"

Narendra mengendikkan bahunya.

"Gue ingetin lagi, dia yang udah bikin Hana selama ini sering keluar-masuk UKS dan bikin hidup gue nggak tenang!" Allister menatap Narendra emosi.

"Dia bilang ke gue kalau mau minta maaf ke lo sama Hana. Dia juga janji nggak bakal ganggu Hana atau lo lagi sekarang," Narendra masih berucap tenang, menatap lurus pada dinding kelasnya yang terlihat lebih menarik daripada wajah penuh emosi milik Allister.

"Terus lo percaya sama semua omongan dia itu?" sembur Allister tidak habis pikir.

Lagi-lagi Narendra mengendikkan bahunya. "Gue rasa Amora bener-bener mau perbaikin sikap dia. Beberapa kali bareng dia di Swiss, cukup buat gue lumayan ngerti."

Allister memandang Narendra skeptis. "Lo yakin ini bukan cuma akal-akalannya aja buat narik perhatian gue? Atau narik simpati lo, mungkin?"

Kali ini Narendra terdiam. Ia bukannya tidak kepikiran tentang dugaan penuh tuduhan yang Allister lempar. Narendra bahkan sempat berpikir sama saat Amora meminta bantuannya pertama kali untuk bertemu Hana dan Allister demi menyampaikan kata maaf.

Bisa saja gadis itu hanya berpura-pura agar memiliki kesempatan untuk selangkah lebih dekat dengan Allister, juga selangkah lebih dekat dalam menyingkirkan Hana. Narendra sempat ragu.

Tapi kemudian ia ingat bagaimana sorot putus asa di mata Amora yang ikut membuat hatinya terasa berat dan gamang. Narendra yakin gadis itu telah berubah, bukan lagi seorang gadis perundung Hana yang penuh obsesi cinta, seperti dulu.

Lagi pula, kalau yang Allister katakan benar, Amora tidak mungkin setuju untuk bertunangan dengan Narendra. Apalagi alasannya demi membuang jauh perasaannya pada Allister.

Narendra menarik kepalanya untuk menatap Allister. "Gue percaya sama dia kali ini. Anggap aja Amora tiba-tiba dapat hidayah setelah jatuh dari kuda."

Allister berdecak tidak setuju. "You know we can't just trust that bitch!"

Pandangan Narendra seketika menajam. "Watch your mouth."

Allister menaikkan sebelah alisnya, sebuah dengusan remeh keluar dari mulutnya. "Apa? Jangan bilang lo udah kemakan tipu daya si Jalang itu?"

Rahang Narendra mengetat, entah mengapa begitu tidak suka dengan panggilan yang disematkan temannya pada Amora. "She's not a bitch. Kalau lo nggak suka Hana dikatain macam-macam sama orang lain, harusnya lo juga bisa jaga mulut lo buat nggak ngatain orang lain sembarangan."

Tanpa menunggu balasan Allister, Narendra bangkit memasuki kelas. Meninggalkan temannya dengan dahi berkerut dalam.

**

Jam sekolah sudah berakhir sejak tiga menit yang lalu. Ruang kelas berangsur kosong ditinggalkan para murid. Ada yang memilih langsung pulang karena jemputannya sudah menunggu, ada pula yang lanjut beraktivitas di klub masing-masing, atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

FIX YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang