BAB 7

99.9K 6.8K 63
                                    

Hari-hari liburan Amora sudah berakhir. Kini saatnya ia kembali bersekolah, menghadapi masalah utama yang selalu menghantui malam-malamnya. Entah Amora akan sanggup atau tidak berhadapan dengan Allister juga Hana. Semalam ia bahkan tidak bisa tidur karena terlalu cemas.

Pagi ini ia kembali memakai seragam sekolah. Rasanya sudah lama sekali.

Memori terakhirnya dengan seragam ini tidak begitu baik. Jadi kali ini Amora bertekad meninggalkan kenangan menyenangkan saat mengenakan seragam-seragam sekolahnya.

"Mora, Naren udah nunggu kamu di ruang tamu," sahutan Alan di balik pintu kamar Amora membuat gadis itu meninggalkan ruangan walk-in closetnya.

Amora bergegas memakai sepatu loafer hitamnya dan meraih tote bag di kursi meja belajar. Tidak mungkin ia membawa tas punggung biasa karena masih harus memakai arm sling sampai satu bulan ke depan. Gipsnya baru saja dilepas, menyisakan perban yang membungkus luka jahit Amora.

Saat membuka pintu kamar, Alan sudah tidak ada di sana, sepertinya menemani Narendra di bawah. Amora memepercepat langkahnya menyusuri tangga sampai ke ruang tamu.

Tampak Narendra dengan balutan seragam sekolah berlapis jaket bomber hitam sedang berbincang santai bersama Alan yang sudah rapi dengan setelan kerjanya.

"Udah siap?" tanya Narendra yang pertama kali menyadari kehadiran Amora.

"Udah. Aku sama Naren berangkat sekolah dulu, ya, Pi," Amora mencium tangan papinya, bergantian dengan Narendra.

"Hati-hati. Belajar yang benar di sekolah," pesan Alan sebelum melepas keduanya ke dalam mobil Narendra.

Mulai hari ini Narendra dan Amora akan lebih sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Semua atas permintaan dari Milla. Tapi kalau seumpama Narendra atau Amora punya keperluan masing-masing, mereka bisa berangkat atau pulang secara terpisah. Tidak ada yang keberatan, jadi mulai hari ini permintaan Milla itu langsung berlaku.

Narendra tidak mengendarai mobil atau motor sendiri ke sekolah. Lelaki itu sudah bisa menyetir, tentu saja. Tapi memang pihak sekolah tidak mengizinkan para siswanya membawa kendaraan sendiri, kecuali sepeda.

Pihak sekolah juga menyediakan lima mobil SUV untuk siswa yang membutuhkan. Ada supir yang akan mengantar-jemput siswa-siswa sesuai rute masing-masing mobil.

Fasilitas itu jarang digunakan, kecuali oleh para siswa penerima beasiswa yang jarak rumahnya cukup jauh dari sekolah. Daripada mereka mengeluarkan uang tambahan untuk naik kendaraan umum atau memesan ojek online, lebih baik memanfaatkan fasilitas antar-jemput sekolah yang gratis.

Jarak rumah Narendra dan Amora tidak begitu jauh dari sekolah mereka, SMA Swasta Dharma Yudha. Hanya butuh tiga puluh menit berkendara dengan mobil saat kondisi jalanan ramai lancar.

Narendra biasa berangkat sekolah dengan mobil sedan hitam Audi A7 Sportback yang disupiri oleh Pak Rahmat. Biasanya ia akan berangkat bersama Aca karena sekolah adiknya itu hanya berada di sebelah sekolah Narendra. Masih satu yayasan, Aca saat ini berada di bangku kelas dua SMP Swasta Dharma Yudha.

Karena mulai sekarang Narendra akan berangkat dengan Amora, Milla menyuruh Aca berangkat dan pulang dengan supir yang biasa mengantar Milla. Aca dengan senang hati menurut karena itu artinya ia akan menguasai kursi penumpang sendiri tanpa gangguan abangnya.

Jalanan hari ini lebih padat dari biasanya, Amora mengamati kendaraan-kendaraan di luar sambil memilin lipatan roknya. Semakin dekat jarak mereka ke sekolah, semakin kencang jantung Amora berdebar. Debar yang tidak menyenangkan karena mendatangkan rasa pusing serta mual.

"Lo mau langsung minta maaf ke Allister sama Hana hari ini?" tanya Narendra setelah sedari berangkat tadi mereka saling diam.

"Hmm, gue nggak tau. Menurut lo gimana, Naren?" Amora memiringkan sedikit tubuhnya untuk menatap Narendra.

FIX YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang