Bab 8 (sebagian)

122 11 0
                                    

Bab 8

Terkapar di atas tempat tidur dengan perasaan bahagia. Agak mabuk, padahal hanya minum segelas bir. Kebetulan bertemu Seno dan Tiko, sesama fotografer yang juga menghabiskan weekend sebelum kembali ke Jakarta.

"Ba ... yu, will you marry ... me?"

Suara pasrah bernada sedih terdengar. Mika memalingkan wajah. Butiran bening mengalir dari sudut mata Wizzy yang terpejam. Mabuk berat, minum seperti orang kesurupan, berjoget tak karuan.

Ia yang semula tidak berniat turun ke lantai dansa, terpaksa turun untuk menjaganya dari tangan-tangan jahil. Sepertinya tidak hanya ia yang sedang berhadapan dengan masalah besar, Wizzy juga. Mungkin malah lebih parah.

Mendekatkan tubuh, mengelus-elus rambut basah dengan keringat. Ada apa dengannya? Wizzy dengan seksama mendengarkan keluh kesahnya, tapi bukan tipe yang gampang berbagi cerita. Merasa sangat bersalah, terlalu terfokus kepada masalah sendiri sehingga luput menyadari bahwa ternyata dia juga punya masalah.

"Jangan pergi! Please ...." Terisak dalam ketidaksadaran. "Aku mau ... menunggu. Aku tidak akan menuntut lagi. I love ... you. I love you."

Mika langsung memeluk, meredam tangisan. Matanya terbuka, menatap sayu dengan pandangan kosong. Entah dia sadar, hanya sebentar sebelum kembali terpejam.

Suara ponsel Wizzy terdengar berulang-ulang, sepertinya Bayu. Punya kebiasaan unik yang sangat memuakkan, akan terus menelepon sampai bersambut. Baik hati, setia, penuh perhatian, tapi pencemburu berat.

"Bayu, ini Mika."

"Wizzy mana?"

"Tidur."

"Dia mabuk?"

Ah, pasti karena foto-foto yang diunggah Wizzy. Tidak saja ke status WA sendiri, tapi juga ke WA-nya.

"Sedikit."

"Siapa pria yang bersama kalian?"

"Teman! Yang satu sudah menikah dan punya anak. Yang satu lagi, single. Tenang saja, tipe wanita yang dia sukai bukan seperti kami." Paham maksud pertanyaannya. Dari pada berbelit-belit, lebih baik menjelaskan to the point.

"Tolong jaga dia. Suruh telepon aku kalau sudah bangun."

"Oke, siap!" menjawab penuh semangat, menutupi kesedihan yang tiba-tiba menghampiri.

Apa kabar Zauji? Patra dan Gusti, sahabat karib Mada, melihat status WA-nya. Tidak mungkin Mada tidak tahu. Untuk apa mempertanyakan? Mati sekalipun, Mada tidak peduli! Gantian ia yang terisak.

Bertekad kuat untuk tak peduli, tapi hati belum seia sekata. Langkah terasa berat, mengingat besok akan segera kembali ke apartemen. Apa ia menyerah saja?

***

"Selamat siang." Mika tersenyum lebar.

Wizzy mengerjap-ngerjap, mata silau terkena cahaya dari jendela yang terbuka lebar. Kepala pusing, perut perih, rasa sakit yang sangat akrab dalam keseharian, asam lambung kambuh.

Perlahan kegilaan semalam menari-nari di benak. Alkohol membuat kebablasan. Berusaha bangkit, tapi segera berbaring kembali. "Pukul berapa sekarang?"

"Sebelas."

"Apa? Bukannya pesawat kita pukul 9?"

"Sudah gue tunda ke pukul 8 malam."

"Apa tingkahku memalukan?"

Mika terbahak, tak sempat menghindar ketika sebuah bantal menghantam muka. "Kangmas menelepon."

"Kapan?"

"Semalam?"

"Aduuuh, mati aku! Dia pasti melihat status WA."

"Sudah gue jelaskan siapa pria yang bersama kita."

"Dia marah?"

"Sepertinya tidak, tapi gak tahu juga. Setelah gue jelaskan, suaranya terdengar khawatir. Kalian baik-baik saja?"

Wizzy berpaling ke arah lain dengan tarikan napas berat.

"Kalau lu gak mau cerita, it's okay."

"Bukan! Bukan tidak mau cerita. Aku tidak mau menambah bebanmu. Masalahmu saja sudah banyak."

Rupanya karena itu. "Gue siap mendengar, seperti lu selalu antusias mendengar kegalauan gue."

"Bayu selalu mengatakan belum siap setiap aku menyinggung pernikahan."

"Lu berniat menikah?" Anggukan membuatnya segera memeluk. "Akhirnya lu sadar juga. Sadar diri semakin tua," meledek sebagai usaha membuat Wizzy tersenyum.

"Katanya mau mendengar, gak tahunya malah meledek. Malas cerita sama kamu. Sahabat jahanam!" Bibir mengerucut, miring ke kiri, pindah ke kanan. Akhirnya pertahanan runtuh juga. Tersenyum kecil sebelum ikut tertawa.

"Belum siap dalam hal apa?" Setelah Wizzy lebih rileks, baru Mika bertanya.

"Duit, duit, duiiit!"

"Bukannya IT Support menghasilkan lumayan? Ditambah fee fotografer, kalian bisa hidup dengan sangat layak."

"Aku juga gak tahu, cukup versi dia sebanyak apa. Entahlah, pusiiing!"

"Kasih ultimatum aja!"

"Maksudmu?"

"Lu harus paksa dia! Kalian sudah tahunan bersama. Kalau menikah dan punya anak, anak kalian mungkin sudah kelas 1 SD. Kesediaan menikahi adalah bukti keseriusan. Ya, meski tidak berlaku dalam kasus gue."

Wizzy menunduk, memikirkan hal ini selalu menghadirkan kekhawatiran bahwa hubungan mereka akan berakhir begitu saja. Berpisah seperti layaknya orang pacaran, tanpa keterikatan apa pun.

"Lu kasih batas waktu, mau lanjut atau tidak! Kalau memang jodoh, gak akan ke mana. Mau setua apa menunggu? Lu ngerti, kan, kalau kasus kita berbeda? Bila sesuatu terjadi, gue berada dalam perlindungan hukum."

"Mika, bantu aku."

"Pasti! Kita akan menyusun rencana untuk memaksa kangmas menikahi, atau mendepak setelah memberi pelajaran. Hah, kita senasib! Meski berbeda kasus, kita sama-sama membutuhkan imam yang sesungguhnya."

Wizzy langsung memeluk. " Thank you, Sis. Aku memang lelah banget."

Wizzy yang cuek bebek saja bisa sampai ke tahap ini, apa lagi dirinya yang acuh. Seberapa lama sanggup bertahan?

***

Membuka pintu apartemen dengan dada berdegup kencang. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa sendal Mada. Lega melihat benda berwarna abu-abu itu berada di tempat. Semoga saja tidak pulang sampai pagi menjelang.

Rasa lapar menggiring langkah ke kulkas. Hanya tersisa sebotol air mineral saja. Mengecek ke semua laci, mi instan, beras, pasta, biskuit, juga lenyap. Jahat sekali! Sudah tak memberi tunjangan hidup, makanan yang ia beli dengan duit sendiri juga diembat. Benar-benar keterlaluan!

Bad mood kembali hadir, berhasil merusak perasaan bahagia setelah liburan. Huh! Sudah seharusnya mengucap selamat tinggal kepada apa pun yang mengesalkan hati.

***

Entah pukul berapa ketika pintu kamar terbuka. Di balik selimut, Mika masih berusaha terlelap. Kelaparan, sementara tubuh terlalu lelah untuk bangkit. Bukan perkara mudah mencari makanan pada larut malam.

~~~~

Cerita lengkap tersedia di :

https://play.google.com/store/books/details/InfiZakaria_How_Long_Can_You_Survive?id=XngVEQAAQBAJ


How Long Can You Survive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang