26. Jealous

37.8K 3.3K 220
                                    

halowww~

aduhh kangen nyapa kalian kaya gini, maap otak suka ngeblank setiap lagi nulis 🫂🫂

Happy Reading!
—✦◌✦—
🐻🤎

Suara keramaian orang-orang di mall tiba-tiba saja terdengar begitu mengusik di telinga. Setelah kejadian tadi, Lou jadi enggan bersuara meski Lean terus berusaha mengajaknya berbicara.

"Dadah, semua!" Gadis kecil yang sempat mengajak ke toko ice cream bersama tadi, kini telah berjalan pergi seraya melambaikan tangan. Ia langsung berpamitan dan mengucapkan terimakasih, setelah di hantar dan membeli ice cream bersama. Bahkan barusan, gadis kecil itu dengan lugunya memberikan Lou yang sedang cemberut setangkai permen lolipop.

Lou menunduk, menatap cup ice cream strawberry yang di lumuri banyak sirup coklat di tangannya tanpa ekspresi. Lean mendudukkan si bayi pada salah satu kursi yang tersedia di mall, karena tadi sempat mengamuk tak mau lagi di gendong.

"Loulou." Lean akhirnya berlutut, memiringkan kepala menatap wajah Lou yang masih menunduk. "Kenapa ice cream nya belum di makan?"

"Ish!" Lou menepis tangan sang kakak yang ingin menyentuh pipinya. Dengan mata bulat mendelik sinis, tangan Lou langsung menyodorkan cup ice cream kesukaannya pada Felix yang berdiri di samping Lean.

"Ambil, buat Paman Felix." ujar Lou, saat Felix tetap tak bergeming.

Lean terdiam, ekspresi wajahnya berubah tajam. Felix meneguk ludah dengan susah payah, memilih membuang pandangan dari si bayi yang masih setia menyodorkan cup ice cream kepadanya.

"Kakak membelikannya untukmu." Lean mendorong cup ice cream agar tetap Lou pegang. Namun tanpa di duga, Lou justru melemparnya dengan kesal hingga tumpah mengenai jas hitam yang Lean kenakan.

Felix langsung terbelalak, dengan segera mengambil posisi untuk menutupi kondisi Lean saat ini dari pandangan para pengunjung di mall. Pandangan Felix berubah tajam, membuat orang-orang yang awalnya berhenti untuk melihat apa yang terjadi segera beranjak pergi.

"Jangan selalu paksa Lou bisa?!" ungkap Lou tak bisa lagi menahan rasa kesalnya. Tangan mungilnya terangkat dengan wajah memerah, mendorong kasar bahu sang kakak agar menjauh. "Sudah Lou bilang tidak mau makan! Lou tidak mau!"

Lean tetap tak bergerak dari tempatnya, mengatur nafas untuk meredam amarah. Sedetik kemudian, ia kembali mengangkat pandangan, menatap tepat pada netra emas Lou yang telah membuang muka dengan berkaca-kaca.

"Semua tidak suka Lou dekat-dekat sama orang asing. Kak Ravel marah, Kak Lion marah, Kakak juga marah! Tapi kenapa tadi kakak sendiri boleh dekat-dekat sama orang asing?!" Lou meluapkan segala isi hatinya, tampan mau menatap sang kakak yang masih setia berlutut dihadapannya.

Bibir tipis Lean tiba-tiba terkatup rapat, dengan tatapan tajam yang perlahan melunak. Tak tahan melihat wajah sembab sang adik, Lean segera melepas jas hitamnya yang telah kotor dan memberikannya pada Felix yang dengan sigap menerima.

Dengan perlahan, Lean mengusap dengan lembut air mata yang mulai membasahi kedua pipi chubby Lou. Melihat sang adik tak lagi menepis tangannya, Lean pun segera membawa tubuh mungil anak itu kedalam gendongan koalanya.

"Maafkan kakak." bisik Lean akhirnya, mengusap punggung mungil si bayi yang bergetar menahan isakan agar tenang.

Lou tak menjawab, ia bahkan tidak mau memeluk Lean. Sadar jika tangannya masih menggenggam lolipop pemberian dari gadis kecil tadi, Lou tiba-tiba melemparnya dengan kasar ke lantai.

LOUISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang