03. Kim Yoona dan Pesawat Kertas

54 23 2
                                    

Sebelum baca alangkah baiknya vote and komen dulu yaa sengku:)

Bau obat-obatan menyeruak masuk ke dalam indra penciuman yang menjadi ciri khas sebuah rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bau obat-obatan menyeruak masuk ke dalam indra penciuman yang menjadi ciri khas sebuah rumah sakit. Kini, mereka berada dalam satu ruangan bernuansa putih. Kepanikan sudah sedari tadi mereda. Namun, rasa khawatir tetap mereka rasakan saat seorang dokter mengatakan sesuatu.

“Keadaan pasien cukup drop dikarenakan telat melakukan cuci darah.”

Yoona duduk di samping brankar tempat Jaegar berbaring. Semua orang sedang menunggu lelaki itu siuman. Sejak dari sekolah tadi Jaegar tak kunjung bangun juga dari pingsannya. Dokter menyarankan untuk menunggu keadaan Jaegar lebih stabil lagi sebelum melakukan cuci darah.

“Jika pasien sudah siuman, kalian bisa panggil saya atau suster,” kata sang dokter.

Semua mengangguk serempak, “kalau begitu saya permisi.”

Sepeninggalan sang dokter, Jevano dan Haikal langsung menghampiri Yoona dan ikut duduk di samping gadis itu. Temannya yang lain tidak ikut, mereka mengatakan akan menyusul sepulang sekolah nanti.

“Na lo masih percaya kalau Jaegar itu kuat?” pertanyaan itu Jevano lontarkan. Sebagai sahabat Jaegar dari kecil, Jevano tentu tahu sudah seberapa parah penyakit yang lelaki itu derita.

Yoona mengangguk penuh keyakinan. Jaegar tidak selemah itu, dia pasti bisa melawan penyakitnya. Dan Yoona tahu Jaegar adalah seorang yang kuat dan pantang menyerah.

“Aku memiliki seribu keyakinan, kalau Jaegar akan benar-benar sembuh.”

“Lo, kan sahabat Jaegar dari kecil masa lo ngeraguin gitu sih No?” kata Haikal

Jevano lantas beralih menatap Haikal, lelaki itu mendengus. “Gue gak ngeraguin dia, cuman mastiin aja kalau perasaan yakin itu enggak cuman ada di gue aja,” ujarnya kemudian.

“Makasih udah mau jadi sahabat terbaik buat Jaegar, ya Na.” Jeano kembali berkata.

“Justru aku yang harus berterima kasih sama Jaegar dan kalian semua karena udah mau berteman sama gadis cacat kayak aku.” 

Jevano dan Haikal menggeleng pelan, mereka tidak suka Yoona yang selalu mengatakan jika dirinya adalah seorang yang cacat. Tanpa Yoona lihat jika mereka pun sama cacatnya.

“Kita sama, Na. Lo, gue dan kita semua punya kekurangan. Dan disini kita bersatu karena kita saling menerima,” kata Haikal membenarkan. Haikal itu punya pemikiran yang dewasa hanya saja tertutup oleh sikap tengil dan jiwa lawaknya yang terlalu membara.

Gadis itu diam tak berkutik, cukup menyadari apa yang di maksud dengan saling melengkapi. Ya, semua jenis kekurangan ada pada satu-persatu dari mereka semua. Ah tidak, itu hanya pendapat Yoona saja.

Di sisi lain, kelas hari ini sedang berisik-berisiknya karena guru matematika-Pak Hendry tidak kunjung masuk ke kelas untuk mengajar. Di lihat dari waktunya yang sudah hampir habis, mungkin hari ini akan jamkos. Kalian tahu? Ini sebuah hal yang langka jika memang benar guru itu tidak masuk. Sering kali kita mendengar, ‘hujan badai, angin ribut sekalipun tidak akan membuatnya absen.’ Ya, itulah dia. Guru matematika.

PESAWAT KERTAS: ThallasophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang