Mengetahui adiknya mendapat kekerasan verbal dari ibu mertua, juga kasus perselingkuhan yang dialami kakaknya, membuat Fyan yakin tidak menikah seumur hidup adalah keputusan yang tepat. Hanya saja, ia malah terjebak dalam perasaan baru pada seorang...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"SUMPAH, DIA BILANG GITU KE KAMU?"
Suara Nurul seketika menggema memenuhi ruangan. Untung saja ruangan tersebut hanya berisi Rianti dan Nurul. Ya, Rianti tidak bisa memendamnya lama-lama. Dengan sangat lancar dia menceritakan perihal makan malamnya pada temannya itu.
"Fix, Ri! Nggak usah nunggu lama lagi. Tembak sekarang!" seru Nurul sembari memukul kedua lengan atas Rianti.
"Ya, tapi aku nggak tahu mau ngomong apa?" Jujur saja Rianti justru kebingungan sendiri sebab ia merasa Fyan memiliki standar tinggi terhadap perempuan. Rasa yang meletup-letup sejak kemarin itu mendadak musnah.
Nurul menggeleng tak percaya begitu melihat temannya lesu. Padahal dia sudah membayangkan bagaimana lincahnya Rianti saat menceritakan pengalaman semalam. Pantas saja sejak tadi Rianti menunda-nunda saat Nurul menagih cerita. "Hah? Ini serius Rianti Calista temen aku? Hei, masa, gitu aja nggak berani?"
"Bukan nggak berani, tapi sungkan, Nu."
"Rianti, justru sekarang kamu lagi diuntungkan banget. Dia bukan cowok brengsek. Dia sendiri yang bilang nggak masalah kalo ada cewek yang nembak duluan, bahkan dikasih tahu caranya."
"Justru itu Nurul Anida, karena Mas Fyan bukan cowok brengsek, aku jadi jiper. Kalau malam itu juga aku bilang suka, apa nggak langsung ilfeel dianya?"
"Aduh, Rianti, jangan bloon, ah! Aku rasa dia suka sama kamu, tapi masih terhalang ketakutan dia. Kamu pasti bakal jadi princess setiap hari kalau kalian jadian. Apalagi kamu tadi bilang dia ngasih mainan mahalnya ke kamu, ya, itu udah cukup buktinya. Mainan mahalnya aja dikasih cuma-cuma ke kamu seorang! Sadar, Rianti! Ih, aku yang jadi gemes, deh!"
Nurul mengambil jeda untuk mengatur napas. Kelemahan Rianti memang di sini. Temannya itu selalu bingung bagaimana cara menyelesaikan saking banyaknya yang dikerjakan. Jadi, sebagai teman yang baik, Nurul akan selalu menyemangati Rianti. "Sekarang gini aja, deh, kamu mau lega, kan? Nah, satu-satunya cara, ya, kamu bilang. Tapi, kamu pastikan dulu dia layak nggak dapet pernyataan cinta dari kamu. Mumpung ada kesempatan, Ri. Jangan dilewatin."
Rianti bergeming. Perasaannya tidak salah. Hanya saja waktunya tidak tepat. Dia masih ingin mengejar gelar, sementara Fyan belum yakin dengan hubungan percintaan. Bagaimana mau ketemu? Malah sebaiknya Fyan tidak perlu tahu perasaannya, kan? Jujur saja Rianti tidak mau hubungan yang sudah dibangun ini jadi rusak gara-gara dirinya menyatakan cinta. Walau kadang Rianti bingung dengan sikap Fyan yang kerap membuatnya salah paham, dan cara satu-satunya adalah memastikan sendiri.
Namun, apakah untuk saat ini ikhlas adalah obat ampuh untuk mengobati hatinya? Bagaimana kalau ternyata selama ini dirinya salah?
Tiba-tiba saja dari arah pintu, muncul sosok laki-laki berpakaian sama seperti Rianti dan Nurul, meletakkan dua botol es kopi di meja. Rianti mendongak, lalu melebarkan mata. Laki-laki itu rupanya Rudi.