Happy Reading.
Hubungan antara Svassa dan Aglaia yang terjalin dengan erat sejak para pendahulu mereka adalah satu penyebab mengapa Ruby bisa mengenal dekat Leonard dan suruh keluarga istana. Tiap orang dalam bangunan megah ini tentu mengenal pangeran manis dengan jubah merah dan mahkota di atas kepalanya; lambang Svassa yang memancar angkuh karena berlian bertakhta di tiap lengkungannya juga batu berlian merah delima, sangat cantik dipadukan dengan wajah manis Pangeran Ruby.
Bertumbuh besar bersama dengan Leonard membuat Ruby terbiasa akan perasaan kagum yang lama kelamaan menjadi hasrat untuk memiliki pangeran itu. Ruby bahkan bertekad untuk menjadikan Leonard seorang raja yang akan menyatukan Svassa dan Aglaia bilamana itu diperlukan sebab dalam hidupnya nanti ia akan mengabdi sebagai pasangan Leonard.
Bibirnya tersenyum simpul. Angannya mengawang terlampau jauh, setidaknya Ruby sudah membayangkan jikalau nanti ia akan hidup bersama Leonard dengan anak-anak mereka. Oh, ia tak pernah membicarakan ini. Tidakkah mereka harus mendiskusikan berapa anak yang akan mereka miliki nantinya saat menikah?
Semburat merah muda muncul di paras manis Pangeran Ruby yang duduk di sebuah pendopo melihat pujaan hatinya sedang berlatih pedang bersama salah satu panglima perang. Tubuh kurus Leonard yang dulu sering ia tempeli berubah menjadi kekar. Wajah manis Leonard saat kecil pun berubah, Leonard dewasa menjadi sangat tampan dengan postur tubuh tegap dan gagah yang ia miliki. Salah satu hal yang membuat Ruby tersipu.
Kau benar-benar mesum, Ruby.
Dewa batinnya berdecak mengumpati tuannya, melihat bagaimana Ruby mengawasi tiap gerak-gerik Leonard ketika mengayunkan pedang, menangkis benda tajam itu agar tak melukainya. Gerakannya sangat piawai, mata tajam Leonard yang fokus melakukan aksinya itu membuat wajah tampannya berkali-kali lipat lebih tampan. Belum lagi dengan tetes keringatnya. Hei! Haruskah Ruby berlari ke arahnya dan mengusap keringat Leonard dengan kain kecil?
"Maaf Yang Mulia, Pangeran Ruby," sebut pengawalnya sengaja menghalangi pandangan Ruby karena pangeran itu tak kunjung menengok padanya.
"Ya! Menyingkir dari sana Wilson! Aku tak bisa melihat Pangeran Leon."
"Pangeran Leon tidak akan ke mana-mana, Pangeran."
Suara yang sudah Ruby kenal di luar kepala itu membuat tubuhnya langsung berdiri menatap Ratu Teresha yang entah sejak kapan sudah berdiri di sisinya. Ia cepat-cepat membungkuk memberikan penghormatan, sedikit mengumpat karena Wilson tak memberitahunya.
"Yang Mulia," bibirnya secara otomatis menyemai senyuman manis. Ruby menatap Ratu Teresha dengan menyesal, bisa-bisanya ia acuh tak acuh akan kehadiran calon mertuanya. "Maafkan saya, Ratu."
"Kau melihat Pangeran Leon sampai abai dengan sekitarmu, bagaimana jika ada penyusup yang datang menyerangmu dari belakang, Pangeran?"
"Pangeran Leon akan lebih dulu menangkisnya sebelum penyusup itu melukai tubuhku. Tidakkah begitu, Yang Mulia?" ucapnya dengan senyuman di akhir kalimat membuat Ratu Teresha menganggukkan kepala, setuju atas pernyataan Ruby.
"Tentu saja," ucap sang ratu menyentuh pundak Ruby, "Pangeran Leon tentu tidak akan membiarkan pasangannya terluka."
***
Saat Leonard bebas dari tugas-tugasnya sebagai seorang pangeran. Ia tentu tak akan membuang waktu berharganya untuk berdiam diri sebab dalam otaknya sudah tertanam jika putaran waktu yang berlalu tak akan pernah terganti.
Berdiam diri di ruang perpustaan istana yang berbau khas; aroma kayu dan cendana menjadi satu dari sekian kegiatan pengisi waktu luang. Leonard akan berdiam diri dengan kumpulan buku yang tersimpan dalam perpustakaan, membaca lembaran demi lembaran sampai matahari menyingsing.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUBY | markren
Fantasy[ markren ] Pangeran Ruby jatuh hati pada Pangeran Leonard sejak ia kecil, perasaan yang bertumbuh seiring waktu itu membuat tekadnya menguat untuk memiliki pujaan hatinya. Tak peduli seberapa banyak orang yang mencintai Leonard atau menjadi penghal...