Alpha Beta

18 5 2
                                        

Di bawah sengatan mentari, satu unit truk peti kemas berjalan. Deru suaranya parau, berbaur bersama suara bising dari kapal-kapal yang berlabuh. Bagian belakangnya yang tampak hitam legam mengepulkan asap kusam apak.

Terdapat seorang perempuan duduk di samping sopir truk itu. Rambutnya panjang lurus ke belakang, bentuk wajahnya oval, matanya teduh, namun berkilat-kilat penuh waspada. Sebuah kalung melingkari lehenya, bandulnya tersembunyi di balik seragam ekspedisi yang dia kenakan. 

Lain dengan si sopir, gumpalan lemak perut seakan mendorong seragam kemeja berlapis kaos polos yang dia kenakan, sehingga dua maniknya tidak bisa terpasang dengan benar. Kepalanya nyaris gundul, dan lehernya tampak hilang karena lipatan lemak di dagu bagian bawah dan pundaknya, selembar handuk kecil melingkar di antara kedua lipatan.

Mereka tidak berjalan berdua, sepuluh personel bersenjata terdapat di dalam peti kontainer truk mereka. Mereka memakai pakaian anti-peluru balistik dan helm full face khusus pertempuran perkotaan.
Jauh di atas menara crane dan bangunan pelabuhan, sebuah drone yang dioperasika oleh unit lain tim mereka, terbang mengekori kawanan burung camar.

Secara sekilas, si sopir yang bernama Owen menengadah dan berkata pada sosok di sampingnya, "Eriko, sepertinya kamu akan marah kembali pada operator kita"

Eriko ikut menengadah, sampai-sampai dia membungkukan tubuhnya ke kaca depan, agar bisa melihat secara keseluruhan drone itu terbang. Kemudian dia menoleh pada Owen. "Kamu tahu, di antara puluhan orang yang dilatih untuk misi ini, dia satu-satunya anggota yang selalu menguji kesabaranku."

Owen tersenyum sekenanya. "Iya, aku dan beberapa anggota lain awalnya kurang yakin, terhadap klaimnya berhasil membobol beberapa rekening musuh kita."

"Merlin, bisakah kamu menerbangkannya agar jangan dekat-dekat dengan kawanan camar? tindakanmu berpotensi merusak properti sekaligus membuat misi kita gagal," kata Eriko menggunakan handy talkie di hadapannya.  

"Sorry, Bos. Gak bisa, soalnya kita terkendala sama batasan hukum," jawab si operator drone, polos, dari lokasinya yang berada di salah satu gudang pelabuhan.

Alis mata Eriko menukik, "Apa?" matanya kini mendapati drone itu beberapa kali menabrak burung dan mengalami oleng selama beberapa kali. "Merlin, sekali lagi kamu bertindak gegabah, kulubangi kepalamu!"

Suara Merlin menghilang.

Eriko membuang napas, kasar, lalu merogoh salah satu kantong celana, mencabut selembar foto, dan menatapnya cukup lama. Foto itu memuat potret seorang pria berambut klimis, agak ikal bergelombang, dan panjangnya sebahu. Di alis mata dan pipi kirinya terdapat bekas luka sayatan benda tajam. Dia adalah target utama dalam misi Eriko kali ini.

"Lelaki yang menarik," celetuk Owen tiba-tiba. Dia sekilas menoleh pada Eriko. "Untuk kita habisi. Dia lebih mirip preman atau sebagainya daripada pebisnis. Ngomong-ngomong siapa namanya aku lupa lagi? Ma ... siapa?"

"Mahesa," jawab Eriko, singkat. Matanya masih tertuju pada foto.

Owen menggut-manggut. Dari gelagatnya, Eriko dapat menebak si sopir sedang mencoba mencairkan suasana, atau sekadar ingin Eriko mengabaikan amarahnya. "Jika tidak keberatan, boleh kutahu apa alasanmu sampai seniat ini dalam menuntut balas, mungkin pertanyaan ini juga muncul di benak anggota lainnya?"

"Pertanyaanmu tidak salah, tapi aku benci untuk menjawabnya."

"Kenapa?"

Eriko meletakan foto Mahesa pada dasbor truk, lalu menoleh pada si sopir. "Memangnya aku merekrutmu untuk menjadi pendengar kisah masa laluku?"


Wajah Owen memerah tak karuan. Jelas sekali dia gagal mencairkan suasana. Si sopir lalu fokus mengemudikan kendaraan.

Eriko mencabut pistol Glock 20 dari belakang sabuknya, melepas magasin, mengisinya dengan sebutir peluru, kemudian mengokangnya. Terdapat rangkaian aksara Jepang pada badan peluru tadi. Di sela-sela Eriko berkutat dengan pistolnya, Owen kedapatan meliriknya, canggung. Eriko tebak si sopir sedang membatin dan belum menyerah. Tak berapa lama suara seorang pria lain dari tim yang diberi nama Tim Beta muncul.

Lelaki itu berkata dalam nada menggoda, sekaligus menyelamatkan si sopir dari himpitan situasi kaku, "Sepertinya jawabanmu telah membuat si gendut kecewa, Bos. Tapi kurasa kamu yang akan lebih kecewa setelah menulis nama istri target kita di pelurumu."

"Apa maksudmu, Danu? Kenapa kamu berbicara demikian?"

"Target utama tidak terlihat di lokasi. Yang kami lihat hanya pria lain, Dia berambut klimis dan tingkah lakunya seperti atasan tengil. Dia dan kroco-kroconya berada dalam bidikan kami."

"Apa?" sesal Eriko, menilai begitu dongkolnya jajaran eks milisi anti pemerintah itu bekerja.

"Ya, Aku juga berpikir sama.  Dia sudah kuawasi sebelumnya," timpal Merlin tiba-tiba.

Bagaimana mungkin, bukankah seharusnya bajingan itu datang ke sini hari ini, batin Eriko. Dia nyaris membentak Merlin kembali, karena tidak mengecek ulang informasi sebelum datang ke sini, namun Eriko putuskan tidak.  "Merlin pantau geladak kapal! Tim Beta tinjau ulang!"

"Baik!" kata Merlin dan Tim Beta hampir bersamaan.

Drone yang Merlin terbangkan meninggi dan menjauh, mendekati kapal target. Dari darat, dari balik barisan peti kemas, salah satu anggota tim Beta meneropong lokasi terget mereka.

Beberapa menit kemudian, Eriko berkata, "Sekarang bagaimana?"

"Tetap sama, Bos," kata Merlin yang diamini oleh anggota tim Beta tadi.

Eriko tergugu-gugu pasca mendengar laporan anggotanya. Matanya sejurus menatap ke depan. Alam bawah sadarnya menerka-nerka kenapa targetnya tidak ada, siapa pria tengil yang Danu maksud. Pasti dia, pikir Eriko tiba-tiba, ketika bayangan seorang individu melintas begitu saja di pikirannya.

"Apa sebaiknya kita putar balik saja, Bos dan misi kita dibatalkan," usul Owen, setelah sebelumnya dia mengunci mulut.

"Jangan dulu! Aku tahu siapa lelaki yang mereka maksud!"

"SIAPA?" Owen, Danu dan Merlin bertanya serempak.

Alih-alih menjawab, sebuah senyum yang khas untuk jiwa Eriko yang banal, tersungging. Dia meraih senapan serbu otomatis yang disembunyikan di bawah salah satu jok truk.

Operation Code: ErikoOnde histórias criam vida. Descubra agora