haloww, akhirnya bisa up meski udah tengah malem~ (ㅅ´ ˘ ')
oiaa, termakasiii atas komenan manis kalian yang udah jadi mood booster buat aku 😽
Happy Reading!
—✦◌✦—
🐻🤎Bibir mungil Lou mencebik, kembali menempelkan pipi chubby nya pada bahu lebar Levan hingga tertekan seperti adonan kue.
"Lou itu mau Asfar, tidak mau minum obat." cicit Lou, terdengar parau untuk yang kesekian kalinya. Ia merindukan Asfar, ingin peluk cium Asfar.
Lovisa menghela nafas pelan, meletakkan sendok dan botol sirup keatas meja kaca. Mereka saat ini masih berada di ruang keluarga. Dengan Lou yang keras kepala tidak mau meminum obat, setelah sebelumnya ia berhasil dibujuk untuk makan lima suap sendok bubur.
Untuk Atlas, ia langsung melesat pergi setelah Levan memberitahu jika sang Ayah mengancam akan mencabut semua fasilitasnya. Atlas baru ingat, ternyata dirinya memang diminta untuk datang ke perusahaan sejak kemarin.
Levan juga terlihat lelah, ia hanya membiarkan si bayi mendusel di pangkuannya tanpa berhenti meracau. Kotak beludru pemberian dari Atlas bahkan masih setia berada dalam genggaman tangan mungil anak itu.
Lovisa mendekat, mengusap lembut surai halus sang bungsu. "Sayang, Papa kan sudah bilang. Minum obat dulu baru ketemu Asfar, oke?"
Lou menggeleng ribut. "Tidak mau Ma, Lou mau ketemu Asfar dulu."
Tak mendapat respon apapun dari Levan, membuat sepasang mata bulat Lou mulai kembali berkaca-kaca. Merasa sakit hati karena keinginannya untuk bertemu Asfar terus ditolak.
"Papa- hiks! Jahat! Kenapa jahat lagi?!" Tangis yang telah Lou tahan sejak tadi akhirnya pecah, tak peduli meski pusing mulai mendera kepalanya.
Levan mengeraskan rahang, ia paling lemah jika diantara putranya ada yang sakit. Terutama jika itu si bungsu, bayinya yang begitu cengeng hingga bahkan menganggap obat sebagai musuh bebuyutannya.
"Berhenti menangis. Sekarang minum obat, atau Papa tidak akan mau menggendongmu lagi." Levan bangkit berdiri, membawa tubuh mungil Lou kedalam gendongan dengan hati-hati. Menatap Lovisa, ia memberi kode sang istri untuk kembali menuangkan obat sirup ke sendok.
"Tidak mau, Papa." tolak Lou lagi dengan suara bergetar. Menundukkan kepala, mencengkram kuat kotak beludru dalam genggaman tangan mungilnya.
Levan terlihat memejamkan mata sebentar. "Kalau begitu turun, Papa tidak mau menggendongmu lagi."
Lou langsung tersentak, mencengkram kuat kemeja Levan saat tubuh mungilnya akan benar-benar diturunkan.
"Lepas." Levan melepaskan tangan mungil yang mencengkram kemejanya dengan mudah. Mengabaikan suara tangis yang semakin menjadi, ia tetap menurunkan Lou dari gendongan.
"PAPA!" Lou berteriak histeris, mengejar Levan yang hendak melangkah pergi meninggalkannya. Kedua tangan mungilnya terangkat, melempar asal kotak beludru yang sejak tadi ia genggam, demi menahan kemeja putih sang Papa dari belakang.
"Sayang, berhenti! Loui bisa terjatuh!" Lovisa berseru khawatir, menghampiri Lou yang hampir saja terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.
"Papa, Lou salah! Maaf, Papa, Maaf!" Tangan mungil Lou menarik-narik kemeja Levan hingga kusut, berharap sang Papa mau menoleh menatapnya.
BRUKK!
Levan dan Lovisa dibuat terkejut, saat Lou menjatuhkan diri di lantai dan beralih memeluk erat salah satu kaki jenjang Levan.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOUISE
Teen FictionLouise Wang namanya, bocah manja nan cengeng berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah. Lou, hanyalah seorang anak yang selalu menginginkan perhatian lebih. Namun karena kedua or...